14 BAGIAN 14

"Ya, kau benar. Dia memang tunanganku. . . ." kata Axel tiba tiba.

"Dan aku tidak tau sampai kapan aku akan mempertahankannya karena sepertinya ini bukan yang pertama kalinya dia berbuat seperti itu" lanjut Axel

Ia kemudian beranjak dari tempat duduknya dan berdiri didekat jendela besar tempat dimana ia bisa melihat jalanan dari atas sini atau lebih tepatnya pemandangan gedung gedung kecil dibawah.

Pikirannya kembali melayang bak film yang berputar di otaknya. Kenangan kenangan itu tidak mungkin hilang begitu saja dalam benaknya. Bagaimanapun juga Alice sudah mengisi hari harinya selama 2 tahun terakhir.

"Mungkin ini akhir dari cerita kami. . . Tidak! Bukan kami, melainkan aku. . . . Sejak awal aku tau jika dia memang tidak mencintaiku. Miris sekali, kan?" ucapnya lagi.

"Kau sudah melakukan hal yang benar, Xel. Lalu apa yang akan kau lakukan?" kata Willy yang sedari tadi hanya menyimak.

"Entahlah. Dari dulu dia hanya memanfaatkan hartaku dan aku tahu itu. Tapi yang kulakukan hanya diam saja. Kupikir harta memang yang dibutuhkan oleh setiap wanita, benarkan Wil?"

"Kau harus segera mengakhirinya. Itu saran yang tepat dariku" sahut Willy sembari menempelkan plester di hidungnya.

"Bagaimana jika aku tidak mau?" Tanya Axel

"Maka selamanya kau hanya akan menjadi bonekanya" balas Willy

* * * * *

"Tumben sekali kau hanya diam sama, Xel. Mau ku pesankan beberapa wanita untukmu?" Tanya Damian sedikit meninggikan suaranya karena suasana sangat bising.

Axel hanya menggeleng dan kembali meneguk minuman miliknya. Malam ini, mereka tengah menghabiskan waktu mereka disebuah klub ternama di kota.

"Roy, kenapa wanita selalu tidak puas dengan satu laki laki?" Axel melamun sambil memperhatikan minuman berwarna kuning di gelasnya. Lagi lagi ia hilang kesadaran, seperti kemarin.

Ia akui jika ia akhir akhir ini sering mabuk demi melupakan Alice. Sikap Alice yang tidak memberi kabar selama berhari hari membuat Axel semakin yakin jika ia memang harus melepaskan gadis tersebut.

"Aku tidak tau. Aku bukan wanita, Xel" cibir Roy sembari menuangkan minumannya ke dalam gelas untuk kesekian kalinya.

Axel kembali meneguk minumannya hingga habis. "Aku sudah muak dengan mereka" ujarnya.

"Siapa lagi kali ini?" Tanya Damian memastikan.

"Robert Woods"

"What? Si tua itu? Haha. . . Kau kalah jauh jika ditanya tentang harta. Baginya, kekayaanmu hanyalah secuil dari warisannya. Wajar kalau Alice memilih dia di banding kau" kekeh Roy terlihat mengejek, dibalas anggukan juga oleh Damian

Axel menghela nafas panjang. Ia sedikit mengurut pelipisnya, pandangannya sudah mulai tidak jelas, kepalanya terasa berat dan perutnya mulai bergejolak. Ia mual karena terlalu banyak minum hari ini.

"Aku ingin muntah" Axel bergegas lari keluar, meninggalkan Roy yang masih mentertawakannya.

Meski suasana seramai ini, entah kenapa Axel masih tetap merasa sendirian. Kata-kata Willy masih terngiang ngiang di kepalanya.

Dia benar, Axel tidak boleh menjadi boneka lagi. Ia harus berubah.

Perlahan Axel berjalan melewati orang orang disana. Ia menumpukan semua bebannya pada tembok untuk  membantunya berjalan.

"Kalaupun aku harus mengakhirinya, semua ini harus diakhiri dengan sedikit drama kan?" kata Axel menyeringai

Tak lama kemudian Axel kembali ketempatnya, melihat Damian dan Roey yang sedang berbincang. Mungkin membicarakan tentang dirinya? Entahlah.

"Hei friends, i'm back!!!!" Teriak Axel sekencang mungkin, setelah itu ia jatuh pingsan, tak sadarkan diri.

Segera Roey berlari, membantu Axel untuk menidurkannya di sofa.

"Salahku karena sudah mengajak kalian berdua datang kemari" runtuk Roey yang kewalahan sendiri.

"Padahal aku sudah memberitahukan pada orang itu jika mereka berdua tidak cocok menjadi pasangan" ucap Damian sedikit merancau, sama seperti Axel tadi.

Di antara ketiganya, hanya Roey yang masih 99% sadar karena Roey memang sengaja tidak meminum alkohol hari ini. Kalau semua mabuk, lantas dengan siapa mereka akan pulang nanti? Lagi pula besok Roey ada jadwal masuk pagi.

"Siapa yang kau maksud?" Tanya Roey

"Tentu saja Robert Woods... siapa lagi kalau bukan dia?"

"Kau mengenalnya?" Selidik Roey

"Ya, dia teman ayahku. Bahkan dia sudah kuanggap sebagai pamanku sendiri hahaha. Wanita ular seperti dia harus dijauhkan dari orang orang sekitarku tau" ucap Damian sedikit tidak jelas.

* * * * *

Roey membantu memapah Damian sampai kedepan Club dan menunggu taksi yang lewat. Pria itu sudah mabuk berat sejak tadi. Setelah menceritakan beberapa hal pada Roey, ia menyusul Axel pingsan. Ceritanya bahkan masih digantung, tak diselesaikan secara tuntas. Tau tau tadi langsung ambruk begitu saja.

Sedangkan Axel, 1 jam setelah Damian ambruk tiba tiba saja ia terbangun, kembali merancau tidak jelas.

Saat ini ia masih pada tahap 20% dalam pemulihan menuju sadar. Ia berjalan sendirian dibelakang mereka dengan kaki yang belum bisa tegak seperti biasa.

"Hei Xel, bisa kau tunggu sebentar disini bersama Damian? Sepertinya sudah tidak ada taksi yang lewat. Aku akan mengambil mobil Damian" ucap Roey kemudian menaruh tubuh Damian di depan klub tersebut. Tak lupa ia menitipkan kedua orang ini pada penjaga pintu masuk, sekedar melihat agar mereka tidak pergi kemana mana sampai ia kembali.

"Ya ya ya. . . Pergi sana!" Sahut Axel kemudian duduk di sebelah Damian.

Sejenak ia menatap kearah langit, memandangi lautan bintang yang bertebaran. Langit begitu bersih tanpa adanya awan. Hanya ada bulan dan bintang saja yang mempercantiknya.

Tiba tiba saja perutnya kembali bergejolak. Rasanya, semua isi yang ada di dalamnya ingin keluar. Segera ia berlari dan mencari tempat untuk memuntahkannya.

Untungnya ada sebuah gang kecil didekat sana. Kalau ingin masuk ke klub lagi dan mencari toilet, sepertinya akan memakan waktu yang lama.

Hoekk!!!! Hoekkk!!!

Axel sampai ngos-ngosan dibuatnya. Ini sudah ketiga kalinya ia muntah semenjak minum minuman itu. Rasanya lemas dan tidak punya tenaga sama sekali.

"Minuman sialan!" Umpatnya sembari mengelap ujung bibirnya yang penuh dengan air liur.

Setelah selesai dengan urusannya, samar samar dari kejauhan ia melihat seseorang yang sepertinya membutuhkan pertolongan. Ia terlihat seperti sedang terpojokkan.

"Haruskah kubantu?" Tanya Axel

"Tidak. Itu sama sekali bukan urusanku. Lagipula tidak baik meninggalkan Damian sendirian seperti tunawisma disana" lanjutnya pergi kearah Damian.

Beberapa menit kemudian ia memutar balik arahnya. Mau bagaimana pun juga ia tidak bisa meninggalkan wanita sendirian. "Sungguh merepotkan" pekik Axel mendatangi mereka

"A-aku bukan Denise.. a-aku Maxie.. tolong tinggalkan aku" kata Wanita itu terlihat ketakutan

'Jadi namanya Maxie? Oke' batin Axel. Perlahan ia semakin dekat dengan mereka.

"Hey Maxie sayang!! Kau tak apa-apa? Dia menganggumu?" Teriak Axel masih dari kejauhan

"Ya aku tak apa" balasnya ragu.

"Jadi kau sekarang berani selingkuh ya? Dan kau lebih memilih pria jelek itu?" Tanya si pemabuk itu dengan suara lantang.

'aish. dasar orang bodoh' batin Axel melihat pria tersebut.

Axel menarik wanita itu kebelakangnya, setidaknya agar ia aman. Tujuannya memang untuk melindunginya kan?

"Ya!! Tentu saja dia lebih memilihku. Mau apa kau? Huh?"

Wanita itu justri malah memandang Axel dengan sedikit memincingkan matanya.

'Kau tidak percaya padaku ya?' Pikir Axel sesaat.

Tanpa ada aba aba sedikitpun, tiba tiba saja orang gila tadi melemparkan botol kacanya ke tembok yang berada di belakang hingga botol itu pecah dan pecahannya menyebar ke segala arah.

Dengan sangat cekatan Axel merengkuh wanita tersebut, menghalau serpihan kaca yang terlempar  menggunakan coat yang ia pakai.

"Akh" teriak wanita itu.

Tes tes tes

Tanpa sengaja, pecahan kaca tersebut mengenai tangan Axel hingga menimbulkan sebuah luka.

"Kau tak apa?" Tanya Axel yang melihat ketakutan wanita ini dengan jelas.

"Tangan Anda berdarah, tuan" sahut wanita tersebut.

Bukannya menjawab, dia justru mengkhawatirkan Axel.

"Ah sial! Aku pusing sekali" gumam Axel. Entah wanita itu mendengarnya atau tidak.

Kepalanya terus berdenyut kencang. Pandangannya sedikit demi sedikit terlihat samar.

Tidak, aku tidak boleh pingsan disini. Aku harus tetap sadar, batin Axel

avataravatar
Next chapter