11 BAGIAN 11

Suara renyahan ayam saat dikunyah menyeruak keras diruangan ini. Mereka begitu menikmati hidangan yang dibawakan oleh Axel.

"Jadi maksudmu wanita ini sudah menipu dia?" Tanya Roey merasa tertarik dengan cerita yang dibawakan oleh Damian.

Damian mengangguk. Mereka sedang membahas film yang baru saja diputar dibioskop. Karena pekerjaan Roey yang membuatnya tidak bisa bersantai santai, jadi ia selalu mendapat spoiler dari Damian.

"Kalau aku jadi dia, akan kupatahkan lehernya" sahut Axel yang ikut ikutan.

"Tapi tenang saja. Sutradara sedang membuat episode lainnya. Kurasa wanita ular itu akan jatuh kejurang dan mati sehingga Fiolet dan Harris bisa bersama"

"Jadi. . . Itu sebuah drama?" Tanya Axel

Damian mengangguk dengan penuh semangat. "Bukankah tidak ada bioskop yang menayangkan drama?"sahut Axel kembali

"Tentu saja ada. Aku menyewa bioskop untukku sendiri dan aku meminta mereka untuk menayangkan drama hahaha"

Axel dan Roey langsung saling menatap. "Tak ada gunanya aku mendengar ceritamu" kata Roey

"Sudahlah. Aku mau pergi" lanjut Roey mulai berkemas.

"Kau jadi dipindahkan Roey?" Tanya Damian

Roey tidak bergumam sampai ia menyelesaikan semuanya. "Ya. Aku pindah ke Rumah Sakit di dekat rumah. Sesekali berkunjunglah. . . ." kata Roey  pamit.

Untuk sejenak tidak ada yang berbicara. Damian sibuk dengan ayam goreng miliknya, sedangkan Axel mulai bermain VR.

"Dia di pindahkan?" Tanya Axel

"Hah? Siapa? Roey???" Damian malah balik bertanya

"Dia sekarang di RS Tanggo  menggantikan ayahnya. Kudengar di sana ada seorang bayi perempuan yang punya penyakit mematikan" lanjutnya

"Penyakit mematikan?" Axel memastikan pendengarannya tidak salah. Ia bahkan berhenti memainkan gamenya hanya untuk mendengarkan cerita Damian.

"Kau penasaran kan?" Tanya Damian yang hanya di balas anggukkan oleh Axel.

"Aku juga penasaran.. sangat sangat penasaran... Maka dari itu kapan kapan kita datang saja kesana, oke?"

* * * * *

Disisi lain, Roey tengah memarkirkan sepedanya di parkiran rumah sakit. Ini tidak jauh dari rumahnya jadi ia hanya memakai sepeda.

Ia menatap bangunan tersebut sebelum memasukinya. Ia bahkan berdoa agar segala urusannya bisa dimudahkan nantinya.

Setelah semua persiapan sudah selesai, ia mulai melangkahkan kakinya memasuki rumah sakit tersebut.

Disini begitu ramai, berbeda dengan rumah sakitnya dulu. Orang orang begitu sibuk dengan urusannya masing masing. Bahkan ia sampai tidak sempat berbicara pada suster penjaga perihal menanyakan kantor ayahnya. Alhasil ia menelusuri ruangan satu persatu sembari mengingat ruangan ruangan yang ada. Ya, salah sendiri ia tidak pernah bertanya pada ayahnya. Hubungannya dengan sang ayah memang tidak begitu baik. Sejak musim panas kemarin mereka memutuskan untuk berperang dingin, bahkan sampai sekarang.

Bangunan ini cukup besar dan luas. Ada 3 bangunan besar berbentuk lingkaran yang saling terhubung dengan jembatan. Di tengah tengahnya terdapat taman sehingga pasien dapat memanjakan mata mereka dengan bunga bunga yang ada.

Sejenak Roey berhenti di jembatan kedua, menghela nafas karena kelelahan. Ia sudah naik turun tangga dan berputar putar namun masih saja belum menemukan kantor ayahnya.

'Haruskah ku telfon saja?' Pikirnya

'Tidak. Jangan lakukan' tak lama kemudian ia langsung menepis segala hal yang ada dipikirannya. Memang konflik batin adalah perdebatan yang paling melelahkan.

Dihirupnya kembali udara yang berada di sekelilingnya. Ia begitu ingin menikmati kebebasan meski hanya beberapa menit. "Akh!!!" Pekiknya. Ternyata bau obat obatan begitu menusuk hidung. Imajinasinya langsung runtuh seketika.

"Minggir!!!! Minggir!!!"

Terlihat dari kejauhan ada beberapa orang yang datang kearahnya. Mereka membawa satu pasien menggunakan brankar diikuti oleh beberapa dokter dan suster yang mengekor di belakangnya.

"Papa?" Pikir Roey saat  melihatnya.

Wajah mereka nampak pucat dan gelisah. Ditambah lagi ada satu orang dokter yang menaiki pasien tersebut dan melakukan CPR secara berkala.

Dikutip dari Wikipedia, Resusitasi jantung paru-paru atau CPR (Cardiopulmonary resuscitation) adalah tindakan pertolongan pertama pada orang yang mengalami henti napas karena sebab-sebab tertentu. CPR bertujuan untuk membuka kembali jalan napas yang menyempit atau tertutup sama sekali. CPR sangat dibutuhkan bagi orang tenggelam, terkena serangan jantung, sesak nafas karena syok akibat kecelakaan, terjatuh, dan sebagainya

"Cepat cepat!!!!!" Perintah dokter tersebut pada yang lainnya.

Tanpa basa basi lagi, Roey segera mengikuti tepat  dibelakang  mereka hingga langkahnya terhenti di depan kamar yang bertuliskan ICU.

Ia tidak dapat masuk kedalam karena ia baru saja tiba ditempat ini. Lagipula bukan saatnya ia bekerja hari ini.

Tepat 2 jam setelah ia menunggu lama, akhirnya beberapa dari mereka keluar satu persatu. Roey yang terduduk di kursi depan langsung berdiri, mencari keberadaan ayahnya. Entah kenapa dari sekian orang orang yang keluar, ayahnya tidak ada sama sekali.

Ia kemudian duduk kembali dikursi besi tersebut. Menunggu keluarnya seorang pria paruh baya.

"Apa dia selamat?" Gumam Roey

Kilas balik ingatannya soal seseorang yang dibawa dengan brankar tadi, raut gadis itu seperti dalam keadaan vegetatif. Keadaan vegetatif yaitu kondisi disfungsi otak kronis ketika seseorang tidak menunjukkan tanda-tanda kesadaran, tapi itu masih presepsinya sendiri.

"Padahal dia masih sangat muda" gumamnya lagi.

Selang beberapa waktu, seseorang yang di tunggu keluar dari ruangan tersebut dengan mata sembab dan hidung yang dipenuhi dengan ingus.

"Papa?" Panggilnya

Pria yang dipanggil papa itu langsung menoleh kesumber suara. Emblem yang ia pakai bertuliskan 'Dr. Samuel".

"Roey?"

Dr. Sam langsung mengusap air matanya ketika menyadari bahwa yang ada di depannya kini adalah putranya sendiri. Mau bagaimanapun seorang ayah tidak boleh lemah dihadapan anaknya.

"Jadi kau menerima syarat yang papa berikan?" Tanya Dr. Sam

"Apapun itu asal ducati milikku tidak tergores" jawab Roey

Dr. Sam hanya tersenyum dan mulai berjalan menjauh meninggalkan dia di lorong ini.

"Kapan kau akan mengembalikkannya?" Teriak Roey melihat sang ayah hanya memunggunginya tanpa ada niatan untuk menjawab.

Mau tak mau Roey mengekor dibelakang beliau. Dia sudah hafal dengan cara ayahnya. Berteriak sekeras apapun ayahnya tidak akan merespon, dan itu hanya akan membuang buang tenaga.

* * * * *

Roey hanya duduk diam dan memandangi secangkir kopi dihadapannya. Ia tidak tahu harus melakukan apa mengingat ia masih dalam 'perang dingin' bersama ayahnya.

Jam dinding terasa bergerak sangat lambat hari ini. Matahari tak kunjung terbenam seperti biasa. Disudut ruangan, Dr Sam tengah mengerjakan laporan sehingga hanya terdengar kertas yang dibolak balik saja.

"Minumlah, aku tidak akan meracunimu" sahut pria tua itu

"Kapan kau akan mengembalikkan Ducati milikku?" Tanya Roey masih dengan pertanyaan yang sama.

Sebenarnya alasan Roey mau bekerja disini karena beberapa saat lalu ayahnya menyita Ducati miliknya hanya karena beberapa masalah kecil. Sebagai syarat penebusannya, sang ayah meminta agar Roey menggantikan dirinya.

"Kalau kau sudah paham dengan apa yang kau lakukan disini. Maka saat itu juga Ducati milikmu akan kembali" kata Dr Sam

"Maksud papa?"

"Kau sudah hampir 5 tahun bekerja di instansi kesehatan dan kulihat kau sekedar bermain main saja dengan pasienmu. Kau sama sekali belum mendalami peranmu. . .. . . . Saat kau bekerja disini nanti, ku harap kau akan merasakan betapa berharganya pasien yang kita miliki, nak" sahut Dr Sam

Roey hanya menyeritkan dahi. 'Memang hubungan dokter dan pasien itu harus seperti apa?' Pikirnya.

avataravatar
Next chapter