1 Prolog

Seorang gadis mencak-mencak di dalam kamar mandi sekolah barunya, karena baru saja habis terpeleset di koridor sekolah. Coba kalian bayangkan, betapa malunya ia?

Ia menatap dirinya sendiri dari pantulan cermin, dengan wajah sebalnya. Setelah 15 menit di dalam kamar mandi untuk mencuci muka juga membersihkan rok abu-abunya setelah kejadian sial yang menimpanya tadi pagi. Ia pun keluar dari kamar mandi tersebut menuju kelasnya dan langsung duduk di bangkunya.

"Bumi. Pagi-pagi mukanya udah di tekuk aja," seorang gadis dengan rambut yang di berikan jedai atau bahasa lumrahnya jepitan badai. Duduk di bangku sebelah gadis yang ia panggil Bumi.

"Arkhh!! Gue apes banget Reni tadi pagi" kesalnya mengacak-acak rambutnya frustasi.

"Emang lo kenapa Bum?" tanya Reni.

"Gue tadi kepleset, mana ada Langit lagi!!" ucapnya menunduk lesu.

Langit Pratama, sesuai namanya. Ia laki-laki yang tinggi akan jabatan, sang ketua OSIS dengan otak yang cerdas juga wajah yang di atas rata-rata hingga kekayaan keluarganya juga tak perlu di ragukan lagi. Mempunyai banyak fans, namun sifatnya datar dan dingin. Bumi Anggraini. Juga salah, satunya. Dia lah yang selama satu tahun penuh ini mengejar-ngejar Langit.

Tanpa lelah, dan absen sedikit pun untuk tidak menempel pada Langit, setiap di sekolah. Tak perduli dengan penolakan Langit yang terang-terangan. Seolah menutup telinga juga matanya. Bumi, benar-benar bucin!

"Terus? Si Langit nolongin lo nggak?" tanya Reni.

Bumi pun mendongakkan kepalanya lalu menoleh pada Reni dengan menyengir Pepsodent, "Nggak."

Reni yang melihat itu hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya, tak habis fikir dengan pola pikir Bumi. Yang masih mementingkan imagenya di hadapan Langit.

"Bucin banget lo jadi cewek!" ujar Reni memutar bola matanya malas.

"Biasanya yang bilang bucin itu mau ngebucin tapi nggak punya objeknya," ucap Bumi, membuat Reni mendelik.

Hell!

Reni berkomat-kamit dengan mengabsen seluruh nama biantang untuk Bulan, untung sahabat. Pikirnya.

"Udah ah, gue mau ke kantin dulu!" Bumi bangkit dari tempat duduknya.

"Udah mau bel," ucap Reni. Cari aman.

"Yaelah Ren, takut amat lo!" ujar Bumi lalu pergi keluar kelas menuju kantin.

Sesampainya di kantin, Bumi melihat Langit dengan Rio. Sang sahabat Langit. Sedang duduk di bagian meja pojok kantin.

Bumi pun berjalan menuju mereka berdua, benar kan? Bumi itu tidak pernah absen untuk menempeli Langit di sekolah maupun dimana ia menemui Langit.

"Hai langit!" sapa Bumi yang tak di indahkan oleh Langit, fokus Langit tetap pada handphonenya.

Merasa perkataanya tak di indahkan oleh Langit, sedangkan Langit sendiri lebih fokus kepada layar handphonenya. Membuat Bumi kepo sendiri.

"IH LANGIT! KOK BUMI DI KACANGIN?!" protesnya Bumi dengan suara cemprengnya, membuat ia juga Langit dan Rio menjadi pusat perhatian pagi ini. Di kantin.

"Bisa diem?" ucap Langit datar, sedatarnya kepada Bumi.

Bumi menampilkan senyum khasnya, yaitu senyum Pepsodentnya! Yang membuat Langit mendengus. Sedangkan Rio mengulum senyumnya, "Gak bisa."

"Gue mau ke kelas, lo mau di sini terus Yo?" tanya Langit, kepada Rio.

"Gue ikut lo Men," ucap Rio lalu bangkit dari duduknya, begitu juga Langit.

Bumi yang melihat itu pun menahan lengan Langit, membuat Langit mengangkat sebelah alisnya seolah bertanya Kenapa?

"Temenin Bumi ya?!" dan dengan gamblangnya Bumi berkata seperti itu.

"Lo cewek, dan gak sepantasnya kayak gini. Apalagi sama cowok," setelah mengatakan perkataan pedas nan menusuk ala Langit, Langit dan Rio pun meninggalkan area kantin dengan Bumi yang mematung.

"Bumi kayak gitu karena cinta sama Langit," ujar bathin Bumi.

avataravatar