18 dave.pov

"dave, aku mau sepeda!" seru clara begitu ia pulang dari joging, benar-benar membuatku kesal, dia benar-benar berisik.

"sepeda apaan?" tanyaku, walaupun kesal entah mengapa aku tidak bisa mengabaikannya begitu saja.

"sepeda gunung...., aku pengen naik sepeda ke hutan" jelasnya.

"ngapain pake sepeda? biasanya juga lari" ujarku. bukannya tidak punya uang untuk membelikannya sepeda, tapi aku malas meladeni keinginannya.

"udah 3 hari aku joging terus tiap pagi, tau gak yang namanya titik jenuh?" ujar clara.

sudah 3 hari dia joging, itu artinya aku juga sudah 3 hari meninggalkan pekerjaanku, hanya bersantai di rumah dan selama itu juga aku selalu melihat clara melakukan hal yang sama setiap harinya, dia akan tidur beberapa saat setelah aku berbaring di sampingnya, lalu bangun sekitar jam 5 pagi dan langsung joging dengan ratih, salah satu pelayanku. lalu menungguku selesai berenang dan sarapan. setelah itu menghabiskan waktu membaca komik di taman dan tidur sampai melewatkan makan siang, lalu mandi, nonton tv dan makan malam lalu baca komik dan tidur. tidak ada kombinasi lain dalam kegiatannya, pantas dia benar-benar bosan.

"omong aja sama rosa apa siapa suruh beliin" ujarku malas. clara memasang wajah cemberut.

"kenapa selalu orang lain sih? kenapa gak kamu aja?" protesnya.

"kalo ada orang yang bisa diandelin kenapa aku harus turun tangan?" balasku.

"kamu tu tunjukin donk perhatian kamu sama aku, masa tiap butuh apa-apa aku harus bilang ke pelayan, padahal kamu ada, trus apa artinya keberadaan kamu buat aku?" ujar clara lalu berlari pergi.

arti keberadaanku untuknya, apa maksudnya? sebagai formalitas aku adalah suaminya, tapi dilihat dari tujuanku menikahinya hanyalah untuk mendapatkan apa yang kuinginkan, yaitu restoran ayahnya. kurasa itu arti keberadaanku untuknya.

setelah beberapa menit aku berenang aku keluar dari air dan memakai handukku. saat aku akan kembali ke kamar kudengar suara pecing dipukul dari arah ruang keluarga. pasti anak buahku sedang berlatih di ruangan terbuka samping ruangan keluarga itu. bodoh, apa yang mereka lakukan? sudah kukatakan selama ada clara di rumah ini, tidak boleh ada yang berlatih kecuali di rumah belakng atau ruang bawah tanah. apa mereka ingin kubunuh saat ini juga?

cepat-cepat aku menuju tempat itu. betapa terkejutnya aku ketika tidak mendapati anak buahku. yang kulihat adalah clara yang sedang menendang pecing dengan penuh emosi sementara ratih memegangi pecingnya. aku tidak pernah tau kalau clara bisa bela diri, dilihat dari kuda-kuda caranya menendang sepertinya bela diri yang ia lakukan adalah silat. mungkin dulu dia pernah mengikuti ekskul waktu sekolah. lumayan juga dia, kenapa aku baru tau kelebihannya sekarang?

"pecingnya gak salah, gak isah pake emosi ra" celetukku. clara dan ratih agak terkejut dengan kehadiranku, tapi tetap melanjitkan kegiatannya.

"kamu diem aja, gak usah komen, urusin dirimu sendiri" balas clara sambil terus menendang. sepertinya dia masih marah padaku gara-gara tadi. dasar remaja emosional.

"aku gak nyangka kamu bisa silat, tapi kayanya kamu tetep gak ada apa-apanya dibanding ratih, buktinya ratih gak bergerak sesikitpun dari tempatnya" ujarku.

"bodoh, gak usah kamu kasih tau aku juga udah tau kali, aku gak ada keinginan buat jatuhin ratih, aku cuma butuh dia buat megangin pecing karena aku cuma pengen hancurin seauatu yang ada di pecing ini" jawab clara masih dengan menendang.

"emang di pecingnya ada apaan?" tanyaku

"hah, kamu pengen tau?" tanyanya balik, lalu berhenti sejenak, mengambil nafas lalu berteriat.

"hiat...!!!" ditendangnya pecing itu dengan kekuatan penuh hingga ratih jatuh ke belakang. benar-benar mengejutkan. seorang ratih yang aku yakin lebih berpengalaman dan lebih kuat dari pada si amatir clara terjatuh karena tendangan clara. dia juga tampak shock karena dia dapat terjatuh.

"tuh kalo mau tau apa yang pengen kuhancurin" ujar clara sambil berkacak pinggang, dia terlihat sangat puas. aki melihat sesuatu yang ada di pecing dan ternyata adalah fotoku!!!

"apa maksud kamu nendang foyoku kaya gitu?!" seruku.

"habis kamu nyebelin, dari pada aku nendang muka kamu beneran aku mending nendang foto kamu kan? walaupun hancur kaya gini gak ada pengaruhnya ke kamu, mukamu tetep baik-baik aja" jelas clara, masuk akal dan dapat diterima, tapi tetap membuat pelipisku terasa berkedut. mendadak aku ingin betarung dengannya.

"kamu pengen coba nyerang aku beneran?" tanyaku.

"enggak, aku gak mau mukul kamu, ntar kamu marah" kata clara, sepertinya dia mulai ketakutan.

"aku gak akan marah, kan yang nyuruh aku" ujarku.

"gak ah, nanti kamu sakit aku pukulin" kata clara.

"kamu kira aku selemah apa sampai kesakitan kena serangan kecil kamu? ayo kita sparing" kataku sambil melepas handukku dan mendekatinya.

"gak mau, aku takut" kata clara tanpa berusaha menyembunyikan ketakutannya, benar-benar lucu.

"gak usah takut, aku cuma bakal ngasih satu serangan dalam satu ronde, selain itu aku cuma akan nangkis dan memghindar, kamu boleh nyerang aku semau kamu" kataku, tapi sepertinya clara malah menjadi lebih takut denganku, dia mundur-mundur menghindariku.

"gak mau, aku gak mau, sparing sama kamu, kamu kan cowok, gak imbang jadinya" ujar clara.

"ini cuma sparing, bukan berantem beneran" kataku.

"gak mau...!!!" teriaknya lalu terjatuh kebelakang karena tersandung kakinya sendiri. dia benar-benar ketakutan.

"aku gak bisa sparing, aku gak bisa hadapin orang beneran" ujar clara masih mencoba menolak.

"kalo gak buat hadapin orang apa gunanya latihan kaya gitu? cuma habis-habisin tenaga, kamu tau gak sih maksudnya bela diri tu apa? untuk membela diri, kalo kamu latihan bela diri tapi gak bisa buat jaga dirimu sendiri, latihanmu iti gak ada gunanya. cepetan berdiri, ini cuma sparing, aku gak nerima penolakan kamu" kataku dingin. clara memghela napaa lalu bangkit berdiri menghadapku.

"beneran kamu gak akan nyerang aku kecuali satu kali?" tanya clara memastikan.

"iya, kalo kamu tiba-tiba merasa terancam kamu bisa teriak minta berhenti" ujarku.

"ok...." kata clara.

kami ke tengah-tengah area, memosisikan diri dan memasang kuda-kuda, awalnya kami habmnya berjalan memutar tapi dengan langkah yang makon dekat.

"serang" kayaku, clara melancarkan tendangannya ke arahku, tapi aku menghindar dan kakinya hanya mengenai udara kosong.

"kurang cepet, gak ada power, kakimu harus lurus" ujarku. clara terus melanjutkan serangamnya namun tidak ada yang benar-benar mengenaiku karena aku selalu berhasil menghindar dan menagkis. lama-lama serangan clara makin kacau.

"bego kamu ya, kalo kaya gitu kakimu bisa patah" ujarku.

"aku tu capek, dari tadi nendang terus, apalagi kamu interupsi terus, makin capek aku dengernya" ujar clara.

"ini gak akan selesai kalo kamu nggak serius kaya gini. sekarang mulai serius lagi, cepetan" mendengar ucapanku sepertinya clara tambah kesal. pola serangan clara menjadi berubah, kekuatan dan kecepatannya juga bertambah. ini benar-benar seru, sudah lama aku tidak berlatih dengan orang lain kecuali diego. clara memang tidak ada apa-apanya di banding anak buahku apalagi diego. tapi jika dilatih mungkin dia bisa setara dengan anak buahku. anggap saja sparing dengan clara hanya agar aku tidak lupa cara bertarung yang baik. walaupun kalau si dunia nyata tidak ada istilah bertarung yang baik yang ada hanyalah tidak peduli dengan cara apapun yang penting menang.

"speednya mana?!" seruku saat kurasakan clara mulai melambat.

"hiat!!!" trriak clara sambil menyerangku dengan kekuatan dan kecepatan maksimalnya, namun aku tetap berhas8l menghindar, lalu kuambil kesempatan untuk membantingnya, jadi kutarik tangannya sementara satu kakiku telah mejegal salah satu kakinya hingga ia kehilangan keseimbangan dan ketika diahampir jatuh....

"jangan!" teriaknya sambil memelukku. telingaku rasanya mau pecah mendengar teriakannya.

"jangan apa?" tanyaku.

"jangan dibanting, aku takut" katanya tanpa menyembunyikan rasa takutnya sama sekali.

aku menurunkannya, lalu bruk! dia jatuh terduduk, nafasnya tidak teratur.

"nona clara!" ratih yang sedari tadi menonton kami berseru cemas saat melihat clara jatuh.

"kamu gak papa?" tanyaku. clara menggeleng, dia berusaha berdiri.

"gak, aku.... cuma...." bruk! dia jatuh lagi.

"kamu kalo sakit omong!" bentakku.

"enggak sakit.... cuma capek aja, kakiku kaya gak ada tenaga. gendong" ujarnya sambil mengulurkan kedua tangannya.

"kenapa aku harus gensong kamu?" tanyaku.

"karena ratih gak mungkin gendong aku, kan dia cewek" jawabnya. dengan terpaksa aku mengangkat tubuhnya, dan membawanya ke kamarku di lantai dua, bukan masalah besar, dia benar-benar ringan.

"kamu gak pernah makan ya? kaya gak punya berat badan" kataku. tiba-tiba saja wajahnya pucat.

"dave, bawa aku ke ruang makan sekarang" katanya, wajahnya terlihat ketakutan.

"mandi dulu baru makan, badan berkeringat kaya gini mau langsung makan"

"pokoknya aku mau makan sekarang!"serunya, entah mengapa wajahnya saat ini terlihat menakutkan. aku jadi teringat perkataan papanya waktu itu.

"kamu laper?" tanyaku.

"gak usah banyak tanya, aku mau makan sekarang!" serunya panik, mulutnya mulai bergemelutuk dan tubuhnya bergetar, aku tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi tapi aku harus membawanya ke ruang makan segera.

avataravatar
Next chapter