13 clara.pov

jam sudah menunjukan pukul 5 sore ketika aku terbangun dari tidur siangku setelah menangis tadi pagi. memang semalam aku sudah tidur lebih dari cukup. tapi sepertinya aku tetap tidak bisa menghilangkan kebiasaan tidurku di siang atau pagi hari. begitu aku terbangun kusadari ada yang berubah di kamar ini, atau tepatnya ada yang bertambah. rak untuk komik-komikku sudah dipasang di dinding kamar ini seperti perintahku tadi pagi. wah.... apa begitu parahnya aku tidur sampai-sampai aku tidak sadar ada yang masuk kamarku dan melakukan sesuatu yang sepertinya berisik di kamrku. tapi siapa yang peduli? yang penting sekarang aku punya tempat untuk menyimpan komik-komikku. rasanya aku tidak sabar untuk segera membongkar koperku dan meletakan komik-komikku di rak baruku. tapi sebelum itu lebih baik aku mandi dulu, mukaku benar-benar kacau saat ini.

berendam dengan air hangat dengan busa melimpah beraroma strawberry sambil mendengarkan musik memang pilihan terbaik. tapi baru setengah jam aku menikmati ritual mandiku yang menyenangkan sesuatu terjadi.

"clara!" terdengar dave berseru dari kamar. dia sudah pulang ternyata.

"apa?!" seruku dari dalam kamar mandi.

cklek, dave masuk ke kamar mandi yang tidak kukunci.

"kya...! kamu apaan sih masuk kamar mandi? udah tau aku lagi mandi, masih aja masuk!" teriakku sambil menenggelamkan seluruh tubuhku ke dalam air hingga hanya kepalaku yang terlihat. untung saja busanya sangat banyak, kalau tidak pastilah dave akan melihat seluruh tubuhku.

"kamu yang apa-apaan? siapa yang ngasih ijin kamu buat pasang rak buku di situ?!" seru dave.

"lho? emang aku gak boleh naruh rak buku disitu?" tanyaku.

"gak boleh, ini kamarku, kamu gak punya hak buat itu" ujar dave, dia terlihat kesal tapi dia pikir hanya dia yang punya hak untuk itu? ini kan juga kamarku.

"kita udah nikah, ini kamar kita" kataku penuh penekanan, kesal karena dave tidak menganggapku.

"persetan sama pernikahan, pokoknya kamu..."

"aku apa? hah?!" potongku dengan kesal. dave tidak menjawab, secara mendadak wajahnya memerah. sebenarnya dia kenapa? bodoh, tanpa sadar ternyata aku sudah mengangkat tubuhku. memang tidak sampai berdiri, tapi tetap saja tubuh bagian atasku hampir kelihatan, dasar bodoh....

aku menenggelamkan tubuhku kembali, kurasakan wajahku panas, betapa malunya diriku.

"kamu gak sopan liatin cewek lagi mandi, mendingan kamu keluar sekarang, aku gak suka diliatin gini" kataku tanpa berani menatap dave, aku terlalu malu untuk itu.

dave terlihat akan berkata-kata namun ia tahan.

"argh....!" dave pun keluar dari kamar mandi.

segera kuselesaikan mandiku dan keluar dengan mengenakan handuk kimonoku. kulihat dave sedang melepas bajunya sambil menggerutu tidak jelas. aku duduk di tepi ranjang.

"om, eh, dave"panggilku, dave hanya melirikku sesaat.

"aku.... aku minta maaf" kataku, kini dave menatapku. aku menunduk sambil menggoyangkan kakiku.

"aku yang salah, harusnya aku omong dulu ke kamu sebelum pasang lemari itu, aku gak tau kalo kamu gak suka, aku gak akan ngulangi lagi" kataku menyesal. aku memang kesal karena aku tidak dianggap oleh dave, tapi aku sadar tidak semua yang kulakukan benar, berhubung aku tidak mau hubungan diantara kami jadi lebih buruk, lebih baik aku meminta maaf.

"cuma gitu doank?" tanya dave.

"apa?" tanyaku balik sambil memandangnya.

"cuma gitu cara kamu minta maaf?" ujarnya dengan pandangan merendahkan.

"terus aku harus apa? kamu mau aku berlutut dan minta maaf?" tanyaku, mengingat bagaimana kami pertama kali bertemu, dan itu membuatku kesal.

"lepas handuk kamu" kata dave.

"apa?" aku menatapnya tidak percaya, bisa-bisanya dia memintaku melakukan itu, okelah kami sudah berstatus suami dan istri, tapi apa itu tidak keterlaluan? kenapa hal itu dijadikan cara untuk meminta maaf? apa tidak ada hal lain yang bisa dilakukan?

"lepas handuk kamu sekarang dan aku akan maafin kamu" kata dave.

"daripada itu aku lebih milih berlutut di depan kamu" tataku tanpa menatapnya.

"kalo gitu cepet lakuin" kata dave tanpa. aku mengepalkan tanganku memahan emosi, lalu berjalan mendekati dave dan berlutut di depannya. hah, hanya karena hal kecil dia membuatku melakukan hal memalukan seperti ini. dasar sialan.

"aku minta maaf" kataku setengah hati.

dave jongkok di depanku dan memasang senyum sinisnya.

"kenapa kamu milih lakuin hal memalukan kaya gini dari pada lepas handuk kamu? seharusnya gak jadi masalah kalo kamu lakuin itu karena kita udah nikah. bukannya ayah kamu berpesan biar kamu jadi istri yang baik buat aku? kamu gak berniat hancurin harapan papamu kan?" tanya dave, aku menggenggam tanganku makin erat, antara marah pada dave dan diriku sendiri. sebenarnya apa tujuan dave menikahiku? apa untuk balas dendam karena kejadian waktu itu? kalau iya apa tidak berlebihan?

"aku gak ada niat buat itu, aku cuma belum siap" ujarku apa adanya. dave berdiri.

"yah.... terserah kamu mau mewujudkan harapan papamu atau gak. tapi jangan berharap banyak dariku clara. mau sebaik apapun usaha kamu, gak akan ada yang berubah di antara kita. gak ada yang namanya cinta clara" kata dave menusuk.

"kalo emang segitu bencinya kamu sama aku dan se nggak percayanya kamu sama cinta, kenapa kamu nikahin aku? bukannya lebih baik kalo kita gak ketemu lagi? hidup di jalan masing-masing tanpa saling mengganggu?" tanyaku.

"kamu gak perlu tau alasannya clara, kamu cukup jadi istri yang penurut gitu aja dan itu udah yang terbaik buat kamu" kata dave lalu meninggalkanku ke kamar mandi.

aku menggigit bibirku menahan tangis, tidak habis pikir ada orang seperti dave dan tidak mengira orang seperti itu jadi suamiku. apa dosaku dulu terlalu banyak hingga mendapat hukuman seperti ini? tapi mengingat kata-kata papaku aku merasa tidak bisa menyerah begitu saja. aku telah bertekad memenuhi harapan papaku apapun yang terjadi. kita lihat saja seberapa kuat diriku menjalani kehidupan rumah tangga ini.

avataravatar
Next chapter