51 SUASANA HATI YANG TIDAK MENENTU

Awalnya itu hanyalah sebuah keccupan, Liam menatap gadis di dalam pelukannya dengan sorot mata yang penuh dengan emosi yang sulit untuk di jelaskan.

Sesaat kemudian, Liam kembali mencciumnya, kali ini lebih lama seraya ia merasakan bibirr Naraya yang lembut di bibirrnya, terasa begitu aneh dan asing tapi Liam menyukainya, walaupun tidak ada respon dari pemilik bibrr canndu ini.

Ini merupakan kali pertama bagi Liam merasakan dirinya bertingkah sangat bodoh seperti ini, tapi dia tidak sanggup berhenti. Tidak. Dia tidak mau berhenti.

Bibirr Naraya begitu manis dan memabukkkan bagi Liam, seolah ini adalah segelas wiine dengan hasil sulingan terbaik.

Hanya pada saat alis Naraya sedikit berkerut dan dia mulai merasa tidak nyaman karena sulit bernafas, barulah Liam melepaskannya.

Saat ini, Liam merasa menjadi pria paling brrengsek karena mengambil kesempatan dari Naraya di saat dia sedang tidur.

Tapi, bukankah ini bukan cciuman pertama mereka? Liam telah menccium Naraya sebelumnya, disaat mereka pertama kali bertemu, tapi kali ini terasa berbeda.

Mungkin karena malam yang membuat pertahanan Liam sedikit hilang. Mungkin juga karena suasana temaram yang membuat jiwanya sedikit tentram hingga ia ingin membagi rasa ini pada perempuan di sampingnya.

Entahlah, Liam sendiri tidak mengerti mengapa dia melakukan hal itu dan memilih untuk menyalahkan suasana hatinya yang sedang tidak menentu.

Kemudian dia menarik Naraya lebih dekat, mengistirahatkan dagunya di atas kepala Naraya sambil memeluknya seperti sebuah guling.

Liam mencoba untuk tidur dan melupakan kejadian barusan.

# # #

Keesokan paginya, Naraya bangun lebih pagi dengan tujuan membuat minuman untuk Liam, karena di rumah tante Utari, Naraya sudah terbiasa melakukan hal ini.

Dan karena Liam sudah memberitahukan Naraya di mana letak dapur dan perabotannya, dia berniat membuat, paling tidak, segelas kopi yang dapat mengutarakan rasa terimakasih Naraya pada Liam.

Walaupun semalam mereka sempat bersitegang karena permasalahan sekolah, Naraya merasa tidak ada baiknya bertengkar dengan Liam.

Pria seperti itu memang tidak bisa di bantah dan hasil akhirnya hanya akan menjadi sia- sia.

Naraya menghibur diri dengan berpikir; hanya satu tahun, setelah itu dia akan bebas berkumpul dengan teman- temannya. Memiliki uang yang cukup untuk pergi kemanapun yang dia suka. Hanya satu yang Naraya sayangkan… dia tidak bisa melihat pemandangan di sekitarnya, kemanapun dia pergi.

Tapi, semua hal itu bisa menunggu, karena hal pertama yang Naraya sadari ketika ia terbangun adalah dirinya yang berada di atas ranjang.

Naraya menepuk- nepuk sekitarnya, memastikan kalau yang ia tiduri adalah ranjang di kamar utama. Tapi, bagaimana bisa Naraya tidur di atas kasur Liam?

Naraya mengingat dengan jelas bahwa ia tertidur di kamar lain dengan hanya membawa bantal dan selimut tebal sebagai alasnya.

Karena dia tidak ingin kalau harus tidur di kasur yang sama dengan Liam, tapi bagaimana dia bisa berakhir di atas kasur ini lagi?

Kemudian pikirannya tertuju pada Liam. "Liam?" Panggil Naraya dengan lirih, sambil merraba bagian ranjang di sekitarnya, tapi dia tidak menemukan pria itu.

Naraya mencoba mendengar suara air di kamar mandi, tapi tidak ada suara juga.

Lalu dimana Liam? Tidak mungkinkan kalau Naraya berjalan sambil tidur dan menuju ke kamar ini? Naraya tidak mempunyai kebiasaan itu.

Perlahan, Naraya turun dari ranjang lalu menuju ke arah pintu dan karena Naraya belum begitu hapal letak barang di dalam kamar ini, maka ia sempat bebeapa kali menabrak sesuatu dalam prosesnya berjalan keluar.

Naraya melewati koridor yang menghubungkan antara ruang tengah dan dapur untuk menuju kesana, setelah mendengar suara mesin kopi yang berdesing, menandakan Liam tengah membuat kopi kesukaannya.

Naraya sedikit kecewa karena Liam sudah terbangun lebih dulu dan membuat kopi untuk dirinya sendiri. Besok Naraya harus bangun lebih pagi lagi kalau begitu.

"Pagi…" Sapa Naraya begitu membuka pintu dapur.

Tidak ada jawaban.

Apakah ini merupakan kebiasaan Liam untuk tidak menjawab orang lain walaupun ini hanya sekedar sapaan? Apa salahnya menjawabnya?

Tapi, ya sudahlah…

Naraya tidak mau berdebat, hari masih pagi dan Naraya mulai mengerti sifat pria ini. Tidak ada untungnya mempermasalahkan hal sepele.

Di lain sisi, Liam hanya menatap Naraya saat gadis itu perlahan masuk kedalam dapur dan berjalan ke arahnya, dia mengambil cangkir dari rak dan mencoba mengambil sesuatu dari laci counter.

Liam menyadari kalau daya ingat geografis Naraya lumayan bagus, setelah sekali mengajaknya berkeliling, dia sudah memahami letak- letak ruang di apartment ini dan posisi barang yang perlu ia cari.

Naraya mencari susu dan setelah mendapatkannya ia dengan cekatan menungkannya ke dalam gelas beberapa sendok sebelum menyeduhnya dengan air panas.

Semua ia lakukan sendiri tanpa meminta bantuan Liam sama sekali dan hasilnya bersih, tidak ada bubuk susu yang tumpah, tidak ada air yang menetes juga.

"Besok- besok, biarkan aku yang membuat kopi. Aku akan bangun lebih pagi." Naraya kemudian duduk di kursi bar, yang kemarin ia duduki sambil menikmati segelas susu di tangannya.

"Tidak perlu, aku terbiasa membuat minumanku sendiri." Tolak Liam dengan segera.

"Bagaimana kalau kubuatkan sarapan?" Tanya Naraya dengan antusias, dia ingin melakukan sesuatu untuk Liam sebagai ucapan terimakasih.

Walaupun sikap Liam kasar dan seenaknya, tapi dia salah satu orang yang memperlakukan Naraya dengan baik selain Mbak Minah, oh dan juga nenek Asha…

"Bisa masak apa kamu?" Liam bertanya dengan nada datar sambil menuangkan kopinya yang menguarkan aroma khas. Dia berjalan kemudian duduk di samping Naraya, posisi yang sama seperti kemarin, sambil membuka laptopnya.

"Nasi goreng, ceplok telor." Jawab Naraya.

"Itu saja?" Liam mulai memeriksa email yang masuk sambil sesekali menyeruput kopinya.

"Nasi goreng pakai ceplok telor." Jawaban Naraya membuat Liam menoleh menatapnya yang disambut dengan cengiran oleh gadis itu.

Liam menatapnya untuk beberapa saat lebih lama sebelum ia kembali fokus pada pekerjaannya. "Tidak usah, aku tidak terbiasa sarapan."

"Harusnya kamu sarapan sebelum bekerja." Gumam Naraya pelan kemudian menandaskan susunya.

"Nanti akan ada orang catering yang mengantarkan makanan untukmu jam 12 siang, aku meminta mereka meletakkannya saja di depan pintu, jadi nanti ketika jam 12 siang kamu keluar dan cek makananmu, seharusnya mereka sudah mengantarnya sebelum itu."

Kemarin Liam sudah menyuruh Raka untuk mencarikan makanan catering untuk Naraya, karena Liam tidak mungkin pulang pergi di setiap jamnya dan dia tidak ingin ada orang lain yang melihat keberadaan Naraya di apartmentnya, terutama bawahannya.

Oleh karena itu dia tidak meminta makanan tersebut di antarkan langsung pada Naraya.

"Bagaimana aku tahu kalau sudah jam 12 siang atau belum?" Naraya bermain- main dengan gelas kosong di tangannya. "Aku ini buta tahu."

Liam menghembuskan nafasnya. Lagi- lagi kalimat itu…

Naraya pasti mengatakan itu untuk membuat Liam merasa tidak enak. Gadis ini terlalu cerdik hanya untuk tersinggung mengenai hal sepele.

"Aku akan meneleponmu untuk mengingatkan." Jawab Liam sekenanya.

"Kalau begitu, berapa nomor teleponmu?" Naraya bertanya langsung dengan senyum yang sumringah.

Pada saat Raka memberikannya ponsel, dia tidak menyertakan nomor Liam, jadi saat ini merupakan waktu dan alasan yang tepat untuk mendapatkan nomor pria itu, bukan?

avataravatar
Next chapter