44 SOSOK YANG TIDAK MEMILIKI HATI

Setelah kejadian tadi pagi, Liam benar- benar harus segera pergi ke kantornya, dia terlambat dua jam untuk meeting pagi dengan seluruh kepala department.

Ini merupakan kali pertama dia terlelap tanpa menyadari hari telah pagi dan mengabaikan puluhan panggilan telepon dari Raka yang berusaha untuk menghubunginya karena Liam tidak kunjung muncul di ruang rapat.

Beruntungnya, meeting pagi ini hanyalah internal meeting untuk membahas pembukaan kantor cabang baru di Singapore dan Raka telah menanganinya dengan baik.

Kini Liam hanya butuh melihat laporan hasil rapat tadi pagi.

Walaupun hal ini bukanlah suatu masalah besar, tapi kejadian seperti ini merupakan hal di luar kebiasaan Liam yang perfectionist, apalagi untuk terlambat datang ke kantor.

Entahlah, kenapa Liam bisa tertidur sangat lelap. Mungkin dia hanya terlalu lelah memikirkan masalah yang dia tengah hadapi dan juga masalah yang belum berhenti dari masa lalunya yang terus membayangi hari- harinya kini.

Untuk suatu hal, semakin dekat hari pernikahan Liam dengan Naraya, semakin jelas wajah Gayatri terpatri di pelupuk matanya.

Bagaimana mungkin setelah sepuluh tahun berlalu wajah perempuan itu tetap menjadi momok di hatinya? Bukankah sepuluh tahun merupakan waktu yang sangat lama bagi Liam untuk mebakar semua kenangan itu?

Liam menggelengkan kepalanya dengan gusar sambil menyetir mobilnya melewati jalan protocol ibukota untuk sampai ke kantornya.

Jam menunjukkan pukul 10.21 siang saat Liam akhirnya sampai di ruang kerjanya dengan Raka mengikuti dari belakang, melaporkan semua hasil meeting dan meletakkan dokumen- dokumen yang Liam harus segera tanda tangani.

Ekspresi kesal dapat terlihat di wajah Liam, walaupun Raka tidak mengerti apa yang membuat bos nya ini begitu terganggu.

Setelah Raka melaporkan seluruh hasil rapat dan beberapa informasi yang harus Liam ketahui, dia mundur diri, karena sepertinya Liam sedang tidak dalam mood untuk di ganggu dengan urusan lain.

Tapi, kemudian Raka teringat akan sesuatu.

Untuk sesaat pria jangkung tersebut ragu- ragu untuk memberitahukan hal ini pada Liam, tapi kemudian dia membalikkan badannya dan berjalan kembali menghampiri penerus keluarga Prihadi tersebut.

"Tadi pagi Ibu Amira menelepon untuk mengatakan kalau beliau akan membuat acara makan malam di rumah dan meminta Pak Liam untuk membawa serta Nona Naraya untuk acara tersebut." Lapor Raka.

Sebuah dengusan sinis terdengar begitu Raka menyelesaikan laporannya.

Raka memberanikan diri untuk melirik Liam yang tengah tertawa kecil, namun tidak ada tanda- tanda kalau dia merasa senang dengan laporan yang Raka berikan barusan.

Justru, dia malah terlihat semakin menakutkan.

"Wanita ini…" Geram Liam. Tawanya seketika surut digantikan dengan tatapan penuh amarah. "Bagaimana investigasimu mengenai Angga?"

Sebetulnya Raka ingin memberitahukan informasi ini kepada Liam, tapi karena Liam sedang tidak berada dalam mood yang baik, dia sedikit menundanya.

Raka tidak menyangka Liam akan menanyakan mengenai Angga secepat ini…

Kemudian tanpa bertele- tele, Raka menyampaikan informasi umum mengenai Angga sebelum pada akhirnya dia memberitahukan Liam mengenai hasil yang diminta. "Seperti yang Pak Liam sudah duga, Angga memang di bayar oleh ibu Amira untuk melakukan hal tersebut kepada Nona Naraya. Saya mendapatkan copy bank hasil penerimaan uang yang cukup besar ke rekening Angga semalam."

Liam terdiam saat mendengar hal tersebut, jarinya bertaut sambil menumpukan dagunya.

"Apakah kita harus lapor polisi mengenai hal ini?" Tanya Raka hati- hati setelah 2 menit berlalu tanpa instruksi apapun dari Liam.

Alis Liam bertaut saat mendengar ide Raka, tapi kemudian dia menggelengkan kepalanya dan mengulurkan tangannya untuk meminta ponsel Raka.

Dengan sigap Raka menyerahkan ponselnya yang kemudian Liam gunakan untuk menelepon Amira. Raka sangat tidak sudi untuk menyimpan nomor perempuan itu dan setiap kali, Amira lah yang akan meneleponnya, bukan sebaliknya seperti ini.

Dalam deringan ketiga telepon di angkat dan suara Amira yang munafik terdengar.

"Ada apa Raka? Kamu sudah sampaikan pesan saya?" Tanya Amira segera, berpikir kalau orang yang meneleponnya adalah Asisstant pribadi Liam.

"Jangan khawatir Ibu. Saya akan datang dengan calon menantumu." Jawab Liam dengan sinis.

Untuk beberapa saat tidak terdengar suara dari ujung lain panggilan tersebut, sebelum akhirnya Amira kembali berbicara dengan tawa yang dipaksakan.

"Wah, ada apa nih? Bisa- bisanya orang sesibuk dirimu menelepon saya?" Tanya Amira dalam tawanya yang menyakitkan telinga.

"Tindakan yang kamu lakukan semalam sangat tidak bermoral Amira." Liam berkata tanpa menyembunyikan perasaan muak dalam suaranya.

Namun Amira hanya tertawa. "Oh, jadi kamu sudah tahu kalau itu saya?" Terdengar gumaman di ujung lain sambungan telepon. "Lalu kamu mau apa? Melaporkan pada polisi?"

"Lapor polisi?" Liam menaikkan alis matanya seolah tidak percaya dengan apa yang Amira sarankan. "Tentu saja tidak, untuk apa?"

Kali ini Amira terdiam seraya berkata tidak peduli. "Apapun yang akan kamu lakukan, tidak akan ada hubungannya dengan ku."

Liam bukan pria suci, tidak, dia jauh dari kata tersebut, tapi dia sangat menentang tindakan tidak bermoral seperti percobaan pemerkosaan yang Amira lancarkan pada Naraya.

Karena semua wanita yang selama ini bersama Liam adalah wanita- wanita yang rela bersamanya tanpa paksaan, dan hubungan Liam dengan mereka merupakan hubungan timbal balik yang hanya berfokus pada kepuasan semata.

Tapi, Naraya berbeda…

Gadis muda itu hanya secara tidak beruntung harus terlibat di dalam kebencian dan dendam yang meliputi keluarga Prihadi, terutama antara Liam dan Amira.

"Hm. Kamu benar." Jawab Liam. "Aku meneleponmu hanya untuk mengatakan; aku tidak peduli metode apa yang akan kamu lakukan untuk menjatuhkanku, tapi kalau kamu mencoba melakukan hal seperti itu pada Naraya sekali lagi, kamu tidak akan mampu menanggung konsekuensinya nanti Amira."

Nada suara Liam kali ini sangat menusuk telinga dan sungguh menakutkan, bahkan Raka yang berdiri tidak jauh dari Liam pun dapat merasakan kemarahan pria 31 tahun tersebut.

Amira mungkin lupa, setelah Liam berdiam diri terlalu lama di belakang meja dan di dalam ruangan mewah kantornya, bukan berarti jiwa Liam yang dulu telah berubah.

Liam merupakan remaja liar dengan banyak koneksi di dunia gelap di luar sana sebelum dia menduduki kursi di perusahaan Prihadi ini.

Dan sampai saat ini Liam masih berhubungan baik dengan koneksi- koneksinya di dunia seperti itu, Raka yang sudah mengikuti Liam selama bertahun- tahun, mengetahui dengan pasti apa yang mampu Liam lakukan, apabila Liam benar- benar menginginkan sesuatu untuk terjadi.

Tanpa menunggu jawaban dari Amira, Liam menutup sambungan telepon lalu berkata dengan suara yang dalam.

"Ringkus Angga." Ucapnya pada Raka. "Bawa dia ke tempat biasa, dan saya akan temui dia disana."

Melihat tatapan berapi- api di mata Liam, Raka mengetahui bahwa Angga akan menemui kesengsaraan yang tidak akan mampu untuk dijabarkan segera.

Biar bagaimanapun juga, di mata banyak orang, Liam merupakan sosok yang tidak memiliki hati.

avataravatar
Next chapter