12 SESUATU YANG PALING SETIA

Karena keterkejutan atas apa yang Liam lakukan padanya, Naraya terdiam. Otaknya berhenti bekerja sementara dia membiarkan pria tersebut melumat bibirnya dengan lembut dan Naraya tidak membiarkan reaksi apapun.

Hati Naraya berdesir saat Liam menggigit bibir Naraya dan mengakhiri ciuman pertama mereka yang singkat tersebut.

"Akh!" Naraya kemudian menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya setelah menyadari apa yang baru saja terjadi.

Naraya ingin mengumpat dan mengeluarkan kata- kata kotor seperti yang Ara selalu lakukan kalau situasi yang ia hadapi berjalan tidak sesuai dengan keinginan hatinya, namun Naraya tidak bisa, karena dia tidak memiliki kebiasaan itu.

Jadi dia hanya bisa menutup mulutnya rapat- rapat, takut kalau kalau Liam akan menciumnya kembali dengan tiba- tiba seperti tadi, memanfaatkan dirinya yang tidak bisa melihat hal tersebut.

"Ternyata cara ini ampuh untuk menutup mulutmu." Liam mencemooh. Ia mengelap bibirnya dengan punggung tangannya, kalau saja Naraya dapat melihat Liam melakukan itu, mungkin Naraya akan tercengang, karena Liam begitu menggoda ketika melakukan gerakan tersebut.

Setelah apa yang dia lakukan pada Naraya, intonasi suara Liam sama sekali tidak berubah, seolah dia tidak melakukan hal yang salah.

"Kedua." Liam melanjutkan kata- katannya. "Aku tidak suka kalau ada orang yang mencampuri urusan pribadiku dan ketiga jangan meminta tolong padaku kalau kamu tidak mempunyai hal yang bisa kamu tawarkan."

Liam kemudian mengelus kepala Naraya yang lalu di tepis olehnya dengan kasar, tapi ia tetap menutup mulutnya dan tidak membalas perkataan Liam seperti sebelumnya.

"Kita akan bertemu lagi nanti untuk membahas masalah ini lebih dalam." Liam tersenyum saat melihat perlawanan Naraya yang sia- sia, senyum yang sama sekali tidak meraih matanya, karena disana hanya ada kekosongan seperti jiwanya. "Untuk hari ini, cukup sampai disini perkenalan kita."

Setelah mengatakan semua itu, beberapa saat kemudian Naraya dapat mendengar suara pintu ruangan itu tertutup, menandakan Liam sudah pergi dari ruangan tersebut dan kini Naraya sendirian.

Dia menurunkan tangannya yang menutup mulutnya secara perlahan.

Otak Naraya berputar dengan keras sambil mengingat kembali kejadian barusan. Bagaimana Liam telah menciumnya dengan paksa dan tanpa persetujuannya.

Ciuman pertama Naraya…

Naraya tidak berharap dia mendapatkan ciuman pertamanya dengan cara yang romantis, dia tahu itu adalah hal yang mustahil. Mengingat kondisinya saat ini, dia pesimis kalau ada lelaki yang akan meliriknya.

Namun, tetap saja Naraya tidak berpikir untuk mendapatkan ciuman pertama dengan cara seperti itu dan dengan orang yang sangat arogan dan licik seperti Liam.

Naraya buru- buru menghapus bekas- bekas bibir Liam di bibirnya, namun tak peduli seberapa keras ia mencoba untuk menghilangkan jejak tersebut, hatinya kembali mengingat bagaimana rasanya sentuhan bibir Liam pada bibirnya.

Perasaan aneh tersebut membuat Naraya menggigit bibirnya sendiri.

Sementara itu, di luar sana, di balik pintu yang tertutup, Liam berdiri termenung untuk beberapa saat.

Dia tidak menyangka akan bertindak sangat impulsive dengan mencium Naraya secara tiba- tiba. Liam memang akan 'mengganggunya' tapi, ciuman tidak termasuk dalam rencananya.

Walaupun begitu, Liam tidak menyesalinya.

Dia tertawa kecil saat beranjak pergi menyusuri koridor di lantai tersebut dan menekan pintu lift yang membawanya langsung ke parkiran.

Mungkin karena Liam sudah terlalu mudah mendapatkan wanita yang dia inginkan tanpa harus berusaha, wanita akan datang padanya dan menggodanya lebih dulu dan Liam hanya tinggal menggerakkan jarinya untuk mendapatkan wanita paling cantik yang dapat membuat siapapun iri.

Maka dari itu, saat dia melihat perlawanan Naraya yang sia- sia dalam usahanya untuk menolak Liam, Liam justru merasa tertantang dan tertarik untuk menundukkannya.

Tapi, itu semua hanyalah hiburan kecil yang tidak berarti di mata Liam.

Untuk saat ini, setelah semua kepenatan dan kericuhan yang terjadi, dia butuh hiburan yang sesungguhnya.

Sambil menyalakan mesin mobilnya, Liam menelepon wanita yang belum lama ini dia kencani.

Hanya butuh dua kali nada dering, telepon darinya diangkat dan sebuah suara wanita terdengar. "Iya sayang?" Tanya wanita itu tanpa 'halo'.

"Di hotel biasa dan di kamar yang sama." Ucap Liam singkat.

Dia tidak perlu menjelaskan panjang lebar ataupun membalas sapaan manis dari Rachel, wanitanya saat ini, karena tidak perduli seberapapun dinginnya sikap Liam, wanita seperti Rachel tidak akan mengeluarkan kata- kata protes selama dia bisa menikmati uang yang Liam berikan.

"Oke sayang…" Jawab Rachel dengan suara yang menggoda.

Tapi, Liam sudah mematikan sambungan telepon tersebut dan melajukan mobilnya ke tempat pertemuan yang telah di janjikan tadi, membuat Rachel mengerutkan dahinya dengan sebal di ujung lain telepon.

# # #

Cahaya matahari sore menelisik masuk dari celah- celah jendela hotel yang tertutup filtrase, jatuh dengan lembut di wajah pria yang memiliki ketampanan nyaris sempurna dengan mata dingin yang seolah dapat menggali rahasia terdalam manusia.

Disampingnya, seorang wanita cantik sedang tertidur pulas akibat kelelahan yang menderanya, yang diakibatkan oleh sang pria tersebut.

Rambutnya yang ikal dan panjang tergerai, kusut masai di dada bidang Liam, sementara tangan dan kakinya membelit tubuh Liam seperti gurita.

Liam baru saja terbangun karena Rachel menempelkan tubuhnya terlalu erat padanya dan Liam tidak suka akan hal ini.

Selain di momen saat mereka mengejar kenikmatan masing- masing, Liam tidak suka dipeluk atau memeluk siapapun.

Oleh karena itu, sikap tidur Rachel sangat mengganggunya.

Menggerutu, Liam melepaskan dirinya dari belitan Rachel dan mengambil celana boxer yang tergelatak begitu saja diatas lantai.

Setelah menutupi bagian private dirinya, Liam mengambil rokok dan berjalan kearah balkon sambil menyalakan penghangat kecil yang terselip diantara jarinya tersebut.

Sebatang rokok yang selalu lebih setia dari perempuan manapun yang pernah ia temui.

Sebenarnya setiap dosa yang ia lakukan bersama wanita- wanita di ranjangnya hanya membuat hatinya menjadi lebih dingin.

Kepulan asap putih tipis itu membumbung tinggi lalu hilang dalam polusi ibukota yang luar biasa, sebelum kepulan asap lain menyusulnya, lagi dan lagi…

Sampai bara kecil itu membakar filter dan mengirimkan rasa panas pada jemari yang menggenggamnya, barulah Liam mematikan rokoknya lalu berjalan kembali ke kamar.

Rachel masih tertidur dengan posisi yang sama, sepertinya dia tidak akan bangun sampai berjam- jam lagi.

Tanpa melirik wanita yang telah ia tiduri, Liam mengambil ponselnya dan mengecek pesan yang masuk ke ponselnya yang hampir semuanya mengenai bisnis.

Namun ada satu pesan dari nenek Asha yang mengatakan bahwa hari pernikahan Liam telah ditentukan, yaitu satu bulan dari sekarang.

Pasti Amira yang telah meminta pernikahan ini untuk dipercepat. Tapi, Liam tidak perduli, bahkan kalau dia harus menikah besok.

Setelah membaca pesan tersebut, Liam membuat panggilan telepon ke sekretaris pribadinya, Raka.

"Buatkan saya surat kontrak." Liam segera memberikan perintah begitu panggilan teleponnya terangkat.

avataravatar
Next chapter