18 RENCANA PERSELINGKUHAN

Liam kembali mengerutkan alisnya. "Sepertinya aku sudah bersikap sangat lunak padamu sehingga membuatmu berpikir kalau kamu bisa meminta apa saja dariku."

Mendengar hal ini, Naraya buru- buru melambaikan tangannya dengan panik. "Bukan, aku tidak bermaksud seperti itu…" Suaranya mengecil karena merasa tidak enak hati. "Aku hanya ingin meminta agar mbak Minah bisa ikut denganku. Beliau yang selama ini selalu menjagaku, jadi…"

"Tidak!" Tolak Liam dengan tegas, dia berdiri ketika menyadari ini sudah saatnya ia hadir di ruang meeting.

"Tapi…" Sebelum Naraya dapat menyelesaikan kalimatnya, dia dapat mendengar suara langkah kaki Liam yang menghampirinya dengan cepat.

Tanpa disadari oleh Naraya, tubuhnya bereaksi dengan menjauh dari Liam, takut. walaupun dia tahu, dia tidak akan mungkin melarikan diri dari Liam.

"Dengar." Liam mencengkram wajah Naraya supaya menghadapnya, membuat gadis itu terdiam ketakutan. "Kamu pikir aku mengabulkan permintaan pertamamu secara gratis?"

Tidak ada yang gratis di dunia ini. Itulah hal utama yang diajarkan keluarga Prihadi padanya. Jangan melakukan sesuatu kalau itu tidak membawa keuntungan atau kenikmatan.

"Apa maksudmu?" Naraya mengerutkan keningnya. Apakah dia harus membayar sendiri uang sekolahnya?

"Aku tidak memintamu untuk membayar uang sekolahmu sendiri." Liam menjawab pertanyaan yang tidak terkatakan dan membuat Naraya mengatupkan bibirnya dengan rapat.

Bagaimana dia bisa tahu apa yang aku pikirkan? Batin Naraya.

Tentu saja itu adalah hal mudah bagi Liam untuk menebak pikiran Naraya yang polos dan sangat sederhana, perempuan ini tidak mungkin dapat membayangkan apa yang Liam akan minta darinya sebagai ganti kebebasannya untuk bersekolah.

"Lalu… apa?" Suara Naraya bergetar, menunjukkan perasaan tidak nyaman yang dia rasakan saat ini dengan perlakuan yang dia terima dari Liam.

"Mudah saja." Liam tersenyum mengerikan melihat Naraya terlihat ketakutan dan bingung. "Setelah kita menikah, kita akan tinggal bersama dan aku ingin apapun yang terjadi di dalam rumah itu hanya cukup sampai disitu. Tidak ada orang lain yang tahu mengenai apapun yang terjadi disana. Mengerti?"

Naraya sedikit lega mendengar hal tersebut.

Tidak membiarkan orang luar untuk mengetahui apa yang terjadi di dalam rumah, bukanlah suatu perkara berat bagi Naraya.

Apalagi dia telah melakukan hal ini hampir selama dia tinggal dengan tante Utari.

Hanya mbak Minah saja yang tahu mengenai penyiksaan yang harus dia hadapi setiap harinya. Bahkan tetangganya sendiripun tidak mengetahui akan hal ini.

Tapi, anehnya justru Raka berhasil mendapatkan informasi detail mengenai perlakuan Utari pada Naraya.

"Mengerti." Jawab Naraya dengan hati lebih ringan.

Tapi, tentu saja permintaan Liam tidak akan mungkin sesederhana seperti yang terdengar. Hal itu Liam buktikan ketika menambahkan kata- katanya.

"Termasuk apabila aku membawa wanita lain ke dalam rumah." Ucap Liam dengan sinis, menikmati ekspressi wajah Naraya yang seketika berubah.

"Apa?" Suara Naraya tercekat di tenggorokan ketika dia akan mengkonfirmasi kata- kata Liam baru saja. "Apa katamu?"

Naraya menepis tangan Liam dari wajahnya, namun tangan besar dan kuat itu tidak bergeming, justru cengkramannya semakin erat di wajah Naraya.

"Kenapa? Tidak setuju?" Liam merasakan kepuasan tersendiri saat ia melihat mata Naraya yang kosong tergenang air mata.

Liam sangat membenci Amira, dan karena Naraya merupakan perempuan yang telah dipilih oleh Amira, maka Liam berpikir dengan menyakiti Naraya, setidaknya sedikit rasa benci yang menggerogoti dadanya dapat tersalurkan.

Walaupun Liam tahu, Naraya sama sekali tidak tahu menahu mengenai dendam ataupun konflik diantara Liam dan Amira, tapi dia tidak dapat menahan diri untuk tidak menyakiti Naraya yang secara tidak langsung terlibat dengan Amira.

"Kenapa? Tidak suka?" Tanya Liam dengan nada mencemooh. Dia kesal melihat kekeraskepalaan Naraya untuk tidak menangis.

Liam ingin melihat Naraya menangis dan tersakiti.

Terdengar gila memang, tapi ini membawa kepuasan tersendiri untuk Liam.

Walaupun di permukaan Liam terlihat tenang mengenai pernikahannya, namun sebenarnya Liam sangat murka dengan keadaan ini.

Keadaan yang memposisikan dirinya harus kalah langkah dari Amira dan menikahi gadis buta pilihannya.

"Apa kamu pikir aku akan menyentuhmu?" Tanya Liam, mengindikasikan kegiatan yang akan mereka lakukan nanti. "Kamu tidak berpikir aku akan melakukan itu denganmu, bukan?"

Walaupun Naraya sangat marah saat mendengar hal tersebut, Liam kembali merendahkannya, namun selain itu Naraya juga sangat malu saat mendengar kata- kata Liam yang vulgar.

"Apa kamu ingin aku sentuh? Tertarik untuk mengetahui lebih jauh apa yang bisa kulakukan selain menciummu?" Tanya Liam.

Naraya tidak tahan lagi, dia memukul dan mendorong Liam menjauh dari dirinya, dan kali ini Liam mengalah dengan melepaskannya.

Setelah terbebas dari Liam, Naraya berdiri dan menghadap ke arah yang dia perkirakan Liam berada.

"Bawa saja! Kamu pikir aku peduli!?" Naraya berkata dengan marah. "Aku sama sekali tidak peduli apa yang akan kamu lakukan pada perempuan- perempuan itu!" Teriak Naraya penuh emosi.

Naraya tidak berpikir Liam akan menjadi suami yang setia nantinya setelah pernikahan mereka, tapi setidaknya dia dapat melakukan hal tersebut di luar sana dan tidak memberitahukan Naraya secara gamblang seperti ini, apalagi berkata akan membawa perempuan- perempuan itu kerumahnya.

Setidaknya Liam dapat membiarkan Naraya berpikir kalau dia, setidaknya walaupun hanya dalam kurun waktu satu tahun, memiliki rumah tangga yang normal, dan sempat menjadi isteri seseorang.

Karena setelah ini, siapa lagi yang akan tulus menikahi gadis buta seperti Naraya dengan status janda?

Setidaknya Liam dapat melakukan itu bukan? Dan apabila dia tidak pulang nantinya, untuk mencari kehangatan di luar sana, Naraya akan berpura- pura berpikir kalau Liam sibuk di kantor. Itu akan lebih mudah bagi Naraya untuk melewati pernikahan ini bukan?

Tapi, Liam sama sekali tidak ingin membuat hal ini mudah bagi Naraya.

"Bagus. Kita sudah setuju mengenai ini kalau begitu." Liam menatap Naraya dengan pongah. "Aku masih memiliki hal penting untuk diurus."

Kemudian Liam menyerahkan lembar- lembar MOU tersebut ke tangan Naraya.

"Raka bisa membacakannya untukmu kalau kamu tidak mau membacanya dalam versi Braille." Ucap Liam tanpa nada, seolah dia tidak sabar untuk mengakhiri pertemuan ini dengan Naraya.

Naraya terdiam, ia berusaha agar airmatanya tidak jatuh menanggapi sikap dingin Liam. "Tidak perlu." Sergahnya. "Aku akan langsung menandatanganinya."

Apalagi yang harus Naraya ketahui? Liam tidak akan mungkin begitu rendah sampai menipu gadis buta seperti dirinya.

Naraya akan menikah dengan Liam untuk waktu satu tahun, setelah itu mereka akan bercerai dan Naraya mendapatkan alimony yang mampu membuatnya bertahan hidup seorang diri tanpa bergantung pada siapapun.

Dan… dia harus menahan diri untuk tidak mengatakan apapun mengenai perselingkuhan Liam nanti yang akan terjadi tepat di rumah yang akan dia tinggali bersama Liam setelah pernikahan mereka.

Liam sendiri yang mengatakan hal tersebut.

avataravatar
Next chapter