5 PUNGGUNG YANG TEREKSPOS

Naraya tidak mengerti mengapa sikap tante Utari berubah 180 derajat dari dirinya yang biasanya, bahkan Ara, anak perempuan satu- satunya dan juga anak paling tua di rumah ini, bingung melihat sikap ibunya terhadap Naraya.

Karena tidak biasanya ibunya ini membelikan baju baru dan meluangkan waktu untuk merias Naraya sedemikian rupa.

"Ibu ini apa- apaan sih? Kita ini mau kemana?" Sergah Ara saat ia berhasil menarik ibunya keluar dari kamar Naraya.

Ara merupakan mahasiswi jurusan bisnis semester 6 yang berusia 23 tahun dengan watak yang tidak jauh berbeda dengan ibunya.

"Kamu diam saja! Kamu dandan saja yang cantik, kita mau pergi ke rumah keluarga Prihadi." Ucap ibunya dengan antusias.

Dua hari yang lalu Rafael datang dengan menawarkan perjanjian seharga 2 milyar untuk menikahkan Naraya dengan Liam.

Di perjanjian itu disebutkan, dikarenakan Naraya masih berada di bawah umur untuk pernikahan, maka di butuhkan persetujuan dari wali atau keluarga untuk melegalkan pernikahan tersebut di mata hukum.

Dan dalam hal ini, Utari lah yang menjadi wali Naraya setelah suaminya tiada.

Antara percaya dan tidak percaya akan mendapatkan 2 Milyar, Utari menandatangani kontrak tersebut tanpa pikir panjang, walaupun banyak pertanyaan yang menggelayuti benaknya.

Mengapa keluarga Prihadi bersikukuh menjadikan Naraya sebagai menantu mereka? Tidak tahukah mereka akan 'kekurangan' Naraya? Lalu bagaimana bisa Naraya memiliki hubungan dengan keluarga Prihadi sementara anak itu saja tidak mengenali mereka?

"Keluarga Prihadi itu siapa?" Ara menggaruk kepalanya, dia tidak mengingat ada keluarga, kerabat ataupun teman ibunya yang bernama Prihadi.

Walaupun Ara berkuliah di jurusan bisnis, tapi ia sama sekali tidak memahami bidangnya, ia hanya berkuliah karena gengsi dan titel saja. Bahkan tokoh pebisnis negeri ini sekelas keluarga Prihadi saja tidak dia kenal.

"Duh! Kamu tuh, kuliah apa saja sih yang di pelajari!?" Omel Utari kesal pada putrinya ini. "Cepat ganti baju yang benar!"

Sambil memberengut, Ara tidak bertanya apa- apa lagi dan kemudian berjalan masuk ke kamarnya untuk berganti baju.

Rumah ini tidaklah terlalu besar dengan ukuran 90 x 70 meter mereka hidup hanya hidup berempat sepeninggal suami Utari. Sementara kebutuhan hidup sehari- hari di dapatkan Utari dari menjalankan bisnis konveksi peninggalan Suaminya, yang kini mandek karena Utari tidak memahami bidang ini.

Ditengah kemarau ekonomi seperti ini, tentu saja uang 2 Milyar merupakan angin segar bagi Utari, belum lagi kemarin Rafael sudah mengirimkan 500 juta ke rekening Utari dan akan mengirimkan sisanya sehari setelah akad pernikahan berlangsung.

Hari ini Rafael menghubunginya dan bertanya apakah Utari dan Naraya bisa datang ke kediaman Prihadi untuk perkenalan keluarga. Tentu saja undangan tersebut disambut hangat oleh Utari yang langsung mengiyakan tanpa pikir panjang lagi.

Dan ternyata mendapatkan 500 juta, membuat sikap Utari berubah terhadap Naraya.

Bila Naraya menjadi menantu keluarga sekaya Prihadi, maka bukan hanya 2 Milyar, Utari bisa mendapatkan lebih dengan memanfaatkan keponakannya yang bodoh ini.

Pikiran- pikiran menyenangkan yang menggelayuti otak Utari membuat langkahnya jauh lebih ringan dan senyumnya semakin sering, bahkan ia bisa merasakan cinta yang tumbuh, untuk Naraya, di dalam hatinya.

Sementara itu, Naraya juga tidak jauh kebingungan seperti Ara. Ia tidak tahu apa yang merasuki tante Utari sehingga ia bisa bersikap semanis ini padanya.

Walaupun Naraya tidak bisa melihat pakaian apa yang telah tante Utari berikan padanya, tapi ia dapat merasakan bahannya yang halus dan lembut.

Tipe baju yang hanya boleh di kenakan oleh Ara di rumah ini dan teramat tidak mungkin tante Utari akan membelikannya untuk Naraya.

Tapi, kenyataannya Naraya mengenakannya sekarang.

Ia menjadi sedikit cemas.

"Mbok Minah?" Naraya berjalan keluarga kamar dan menuju dapur untuk mencari pembantu yang telah bekerja di rumah ini lebih dari 7 tahun. "Mbok Minah?" Ia kembali memanggilnya.

"Iya, Naraya ada apa?" Tanya Mbok Minah sambil keluar dari kamar mandi.

"Mbok Minah, tolong jelaskan dong, aku ini pakai baju apa?" Tanya Naraya cemas.

Tante Utari tadi memaksanya untuk memakai dress ini dengan tidak sabar, sehingga Naraya belum sempat mengecek potongan baju yang ia kenakan, apakah cocok untuk dirinya atau tidak.

Walaupun Naraya tidak peduli dengan penampilan dan tidak bisa melihat penampilannya sendiri, tapi sikap aneh Utari membuatnya curiga dan menjadi was- was mengenai baju yang ia berikan.

Tante Utari tidak mungkin berbaik hati padanya dengan Cuma- Cuma, tanpa ada hal yang bisa menguntungkannya. Tapi, apa yang membuat tante Utari diuntungkan dari membelikannya baju mahal seperti ini?

"Bagus sekali Naraya, cantik! Si mbok sampai pangling! Kok, tumben kamu pakai baju seperti ini?" Mbok Minah memuji dengan tulus.

Untuk apa mbok Minah berbohong kalau yang ia lihat sesuai dengan apa yang ia katakan.

Naraya mengenakan baju terusan berwarna putih dengan detail brokat bunga- bunga kecil yang panjang sampai ke lututnya sementara lengannya tertutup sampai ke siku. Rambut Naraya yang sepanjang pinggang dan bergelombang di biarkan terurai menutupi bagian belakang baju tersebut yang sedikit terbuka dan menunjukkan tulang belikatnya.

Tante Utari sudah memintanya untuk mengikat rambutnya sehingga detail bagian belakang baju tersebut dapat terlihat, namun Naraya merasa tidak nyaman karena ia dapat merasakan angin yang menyapu punggungnya yang terbuka.

Dengan sedikit pulasan bedak dan lipstick berwarna natural, Naraya terlihat anggun dan manis. Orang- orang yang melihatnya akan melupakan 'kekurangannya' karena mereka akan terpukau dengan apa yang mereka lihat dari Naraya saat ini.

"Yang benar mbok?" Tanya Naraya, masih belum percaya akan perkataan mbok Minah. Naraya tidak perlu di puji cantik, karena ia bahkan tidak tahu wajahnya seperti apa. Bayangan dirinya saat ia berusia tujuh tahun sudah lama memudar dari ingatan Naraya bersamaan dengan wajah ayah serta ibunya.

"Masa si mbok bohong?" Ucap mbok Minah meyakinkan. "Mau kemana? Kok tumben Naraya diajak? Terus dibelikan baju baru segala pula."

Mbok Minah bukanlah orang asing lagi dan ia satu- satunya saksi betapa tidak adil Naraya diperlakukan di rumah ini.

"Katanya mau kerumah Prihadi, tapi Prihadi itu siapa ya?" Naraya bergumam, perasaannya tidak enak.

Namun suara panggilann dari tante Utari untuk segera keluar, karena taksi yang dipesan sudah datang, memutuskan obrolan mereka berdua.

Mbok Minah membantu Naraya berjalan kedepan supaya ia tidak kena omel karena membuat mereka menunggu lama.

Tapi, pada saat Naraya sudah berada di hadapan tante Utari, ia justru mendapat omelan karena membiarkan rambutnya tergerai dan menutupi punggungnya yang terbuka.

"Kan sudah tante bilang untuk mengikat rambutnya!" Utari kemudian menarik rambut Naraya dengan kasar dan membuat satu cepolan sederhana di atas kepalanya.

Dengan gaya rambut seperti ini, leher serta punggung Naraya dapat terlihat oleh siapa saja.

avataravatar
Next chapter