37 PANIK

Ini adalah kali pertama bagi Angga untuk memperhatikan Naraya, karena sejak pertama kali Naraya menginjakkan kakinya di rumah ini, dia hanya lah seoran anak berumur 12 tahun yang masih sangat kecil dan kurus bagi anak seumurannya.

Belum lagi karena kekurangan fisik Naraya yang tidak dapat melihat, tentu saja hal ini membuat Angga tidak memperhatikan bagaimana Naraya tumbuh menjadi wanita yang cantik di balik kekurangannya.

Dan saat ini Angga menyadari hal tersebut.

Atau… pengaruh alcohol yang dia minumlah yang membuatnya melihat Naraya dengan pandangan yang berbeda.

Sebelum ini, Angga hanya melihat Naraya sebagai benalu di rumahnya, seorang anak yang mengganggu dan memalukan karena kebutaan dirinya.

Tapi, saat ini, dengan tubuh Naraya yang molek dan berisi di bagian- bagian yang tepat, ada sesuatu dalam diri Angga yang bangkit.

Terutama saat Angga melihat kaki Naraya yang ramping dan sisi wajahnya yang tidak tertutup oleh rambutnya yang panjang dan hitam, selegam malam.

Cantik, bisa dibilang sangat cantik. Wajah Naraya yang polos sungguh menarik, terutama saat dia tidak sadarkan diri seperti saat ini.

Angga mengerjapkan matanya beberapa kali untuk menyadarkan dirinya sebelum dia berjalan dengan sedikit limbung mendekati Naraya.

Untuk pertama kalinya Angga menatap Naraya dari jarak yang sangat dekat.

Angga kemudian mengulurkan tangannya untuk mengusap lembut pipi Naraya, menyingkirkan helaian rambut Naraya dari wajahnya yang pulas dengan sangat hati- hati sambil tersenyum penuh kebengisan.

Dia kemudian mendekatkan wajahnya dan mencium pundak Naraya sampai kebagian tengkuk lehernya.

Ketika tangan Angga menjalar dari sisi wajah Naraya menuju lekuk pinggangnya, Naraya terkesiap dan dengan tiba- tiba membuka matanya.

Karena terbangun secara tiba- tiba, jantung Naraya berdegup sangat cepat.

Dalam mimpinya, Naraya merasa ada seseorang yang hendak menggerayangi tubuhnya, tapi ketika matanya telah terbuka, yang menyapa Naraya hanyalahh kegelapan.

Oleh karena itu, Naraya sedikit bingung, apakah dia sudahh terbangun ataukah dia masih berjalan di dalam mimpi?

Sampai pada akhirnya Naraya menyadari ada orang di dekat dirinya. Nafas orang tersebut berhembus dengan hangat di tengkuk lehernya, sementara tangannya menelusuri lekuk tubuh Naraya yang masih berbalut seragam sekolah.

Karena Naraya tiba- tiba terbangun, dia membutuhkan waktu beberapa saat untuk menyesuaikan diri dengan keadaan di sekitarnya, pikirannya masih di awang- awang.

Tapi, ketika dia merasakan ada tangan yang dingin menyentuh daerah perutnya, mata Naraya seketika itu juga membelalak terbuka.

Tubuh Naraya kemudian bereaksi dengan cepat, dia menepis tangan yang menyentuh tubuhnya dan segera bangun dari ranjang.

Karena gerakannya yang terlalu cepat, dan tidak memperhatikan sekitar, pinggul Naraya menabrak ujung meja di kaki ranjangnya dengan suara yang keras.

Naraya mengerang sambil mengatupkan rahangnya untuk menahan rasa sakit dari benturan tersebut.

Tapi, Naraya tidak punya waktu berlama- lama sampai rasa sakit di pinggulnya mereda karena detik berikutnya ada sepasang tangan yang mencengkram lengan Naraya dan membanting tubuhnya kembali ke atas ranjang.

Kepala Naraya yang menghantam kepala ranjang, yang terbuat dari kayu tersebut, terasa sakit dan rasanya seperti akan pecah menjadi dua.

Tapi, bersamaan dengan itu, rasa takut yang menjalar di hatinya tidak sebanding dengan rasa sakit yang Naraya rasakan.

Siapa orang ini?! Kenapa dia bisa ada disini!?

Pria tersebut tidak mengeluarkan suara sama sekali, tapi bau minuman keras yang menguar dari mulutnya menyakinkan Naraya kalau pria ini sedang mabuk.

Naraya berteriak, berusaha menendang dan mendorong tubuh pria diatasnya sementara tangan pria tersebut berusaha menjamah bagian tubuh Naraya yang bisa dia sentuh dan hal ini membuat Naraya muak.

Karena lengkingan suara Naraya yang cukup keras, pria tersebut harus membekapkan tangannya ke mulut Naraya, memaksanya agar diam lalu dia menindih tubuh Naraya agar gadis di bawahnya ini berhenti bergerak, sementara tangannya yang lain meraba paha Naraya yang seperti pualam.

Tubuh Naraya gemetar ketakutan dan air matanya jatuh dengan deras ke ranjang.

Usaha Naraya untuk menjauhkan pria tersebut dari dirinya tidak membuahkan hasil dan tangisnya semakin deras sementara tangannya bergerak semakin liar, memukul bagian tubuh pria tersebut ketika dia berusaha melepaskan baju seragam yang Naraya kenakan.

Di saat yang bersamaan, pria tersebut menurunkan kepalanya dan mencium leher Naraya, mengigit kulitnya dengan menyakitkan.

Tanpa berpikir lagi, Naraya meraih rambut pria tersebut dan menjambaknya dengan sekuat tenaga hingga pria tersebut menggerung kesakitan dan jatuh dari ranjang.

Merasakan beban yang menghimpit tubuhnya telah hilang, detik itu juga Naraya melompat berdiri dan berlari serabutan ke arah pintu kamarnya, menabrak meja di kaki ranjangnya lagi sebelum dia akhirnya berhasil meraih gagang pintu dan berlari keluar dari kamarnya.

Naraya menabrak apapun yang dia lewati, dalam keadaan panik, dia sudah tidak mempedulikan lagi kalau dia harus menghancurkan koleksi keramik dan barang- barang pecah belah milik tante Utari, selama dia bisa keluar dari rumah tersebut dengan segera.

Pecahan kaca tersebut menancap di kaki dan lengannya, tapi rasa takut Naraya mengalahkan rasa sakitnya.

Ketika akhirnya Naraya berhasil keluar dari rumah, dia tidak berhenti. Naraya terus berlari walaupun dia tidak tahu arah mana yang di tuju.

Naraya berusaha berlari ke arah suara bising kendaraan bermotor, yang mana pasti ada banyak orang berlalu lalang, berarti dia tidak akan sendiri dan pria yang menyerangnya tadi tidak akan mungkin melanjutkan aksinya tersebut di depan orang banyak.

TIINNN!!!

Suara bunyi klakson mobil dan bunyi ban yang berdecit memekakkan telinga, menghentikan langkah Naraya seketika.

"GA PUNYA MATA APA LOE!?" Teriak pengendara mobil yang hampir menabrak Naraya.

Dan sebelum Naraya dapat bereaksi, dia sudah pergi, melajukan mobilnya kembali sambil mengumpat dengan kesal.

Naraya mundur perlahan, menyadari kalau dirinya sekarang berada di tepi trotoar di jalan besar. Tatapan mata orang- orang di sekitarnya dan langkah kaki mereka membuat jantung Naraya yang bergemuruh hebat menjadi sedikit lebih terkendali.

Naraya berjalan mundur sampai kaki belakangnya menabrak sesuatu.

Membungkuk, Naraya menemukan bangku yang biasa berada di pinggir jalan untuk para pejalan kaki agar mereka dapat beristirahat sejenak.

Dengan tubuh gemetar, Naraya duduk di atas bangku tersebut, mengatur nafasnya dan menghapus airmatanya.

Masih dalam keadaan terguncang, Naraya berusaha mendengar sekitarnya dengan lebih baik, takut kalau- kalu pria tersebut benar- benar gila dan mengejarnya kesini.

Bingung, akan apa yang harus dia lakukan, Naraya memeluk tubuhnya sendiri dan menangis tertahan.

Di saat itulah dia menemukan ponsel kecil pemberian Liam di saku bajunya, kemudian tanpa berpikir lagi, Naraya menekan tombol panggilan cepat ke nomor Raka.

Beruntung bagi Naraya, karena dalam dering kedua, Raka sudah mengangkat teleponnya.

Suara Raka yang familiar dan lembut membuat Naraya kembali menangis lebih kencang hingga membuat Raka panik dan memburunya dengan pertanyaan.

"Naraya ada apa? Kamu dimana sekarang? Kenapa kamu menangis seperti itu?" Pertanyaan bertubi- tubi di lontarkan oleh Raka pada Naraya.

Tapi, Naraya tidak bisa mengatakannya, air matanya semakin deras saat ia harus mengingat kejadian itu kembali.

Kejadian itu sungguh mengerikan. Dengan hanya mengingatnya saja, Naraya dapat merasakan tangan pria tersebut menggerayangi tubuhnya dan nafasnya yang menguarkan bau alcohol yang memuakkan.

Dan dengan ini, tangis Naraya kembali pecah.

"Naraya, katakan sesuatu… kamu dimana sekarang?" Bujuk Raka, dia tidak tahu lagi apa yang harus dia lakukan saat mendengar Naraya menangis dengan pilu.

Sesuatu pasti terjadi padanya, tapi apa? Dan dimana dia sekarang?

"Tolong… tolong aku…" Hanya kata- kata itu yang mampu Naraya ucapkan, karena dia tidak bisa menjelaskan apa yang baru saja dia alami.

"Iya, Naraya… tapi, kamu harus memberitahukan saya, kamu saat ini sedang berada dimana?" Tanya Raka dengan frustasi.

Naraya kemudian menggeleng. "Aku… aku tidak tahu…"

"Cobalah bertanya pada orang yang lewat, dimana kamu berada saat ini." Bujuk Raka. Dia dapat mendengar suara motor dan mobil yang berlalu- lalang, itu berarti Naraya sedang berada di tempat umum.

Bertanya pada orang asing? Pikiran ini membuat Naraya ketakutan.

"Apakah kamu berlari jauh dari rumah?" Terdengar pertanyaan lain dari sambungan teleponnya dan suara itu bukan suara Raka, melainkan Liam.

avataravatar
Next chapter