60 NARAYA TIDAK MEMAHAMI KERUMITAN LIAM

Naraya mengussap wajah Liam dengan kedua tangannya, menelusuri setiap lekuk wajah pria tersebut. Saat Liam melihat Naraya telah berinisiatif untuk menyentuhnya, ia melepaskan tangan Naraya dan membiarkannya melakukan apa yang ia mau.

Perlahan, Liam menutup matanya… merasakan dengan seksama sentuhan Naraya… tangan lembut Naraya yang menelusuri garis wajah, alis, mata, hidung dan bibirnya…

Entah kenapa Liam menikmati semua itu…

Ia merasa nyaman… suatu perasaan yang sudah sangat lama tidak ia rasakan.

Perlahan, Liam membuka matanya, menatap wajah Naraya yang masih di liputi rasa penasaran, garis wajahnya yang lembut serta anak- anak rambut yang menghiasi garis dahinya.

Bibir Naraya yang mungil mengerucut lucu.

"Mmh… kurasa kamu agak tampan." Bibir Naraya bergerak saat ia berbicara, menunjukkan senyum dengan lesung pipi di sisi kiri wajahnya serta gigi kelincinya. "Agak, lho… bukan sangat."

Naraya masih tidak mau mengakui hal tersebut pada Liam dan meninggikan ego pria tersebut.

Tapi, senyum Naraya terhenti ketika ia merasakan bibir Liam menyentuh bibirnya.

Terkejut.

Untuk sesaat Naraya tidak bergerak, seluruh tubuhnya seakan tersengat listrik dan matanya membelalak.

Namun begitu Liam menggerakkan bibirnya dan mulai mengusap bagian luar bibir Naraya dengan lidahnya yang kasar, seakan meminta agar Naraya memberikan akses lebih untuknya menjelajahi dirinya, mata Naraya terpejam.

Secara Naluriah Naraya mencengkeram bagian depan baju Liam. Ada rasa takut dan penasaran yang berkelumit di dadanya.

Tapi, itu tidak sebesar dengan rasa hangat yang perlahan menjalari telinga, wajah hingga ke ujung jemarinya.

Liam membuka matanya, mata itu terlihat sayu menatap gadis muda di hadapannya. Naraya tidak melawan, ataupun menolaknya…

Fakta itulah yang mendorong Liam untuk bertindak lebih jauh.

Liam kemudian sedikit membungkukkan badannya dan meraih bagian belakang paha Naraya, mengangkat dan mendudukkannya di atas counter.

Naraya tidak menyangka akan tindakan yang dilakukan Liam. Ia terkesiap dan hal ini secara tidak langsung memberikan akses yang Liam minta.

Dihadapan Liam, Naraya segera mengalungkan tangannya ke leher pria itu untuk menjaga keseimbangan dirinya agar tidak terjatuh.

Kini, Naraya duduk di atas counter dengan Liam berdiri diantara kedua kakinya, menciium dirinya dengan lembut.

Ini merupakan perasaan yang aneh. Jantung Naraya berpacu dengan cepat hingga rasanya menyesakkan, tapi anehnya Naraya menyukai hal ini.

Naraya menyukai bagaiman Liam menakup wajahnya di antara kedua tangannya yang kasar, mengusap lembut pipinya dengan ibu jarinya dan bagaimana ia memperlakukan Naraya dengan lembut dan hati- hati.

Naraya yang masih terkejut tidak merespon apa yang Liam lakukan untuk waktu yang cukup lama, dan saat otaknya mulai bekerja dengan lambat, Naraya mulai membalas ciiuman Liam dengan kikuk.

Ia menggigit bibir Liam karena pria itu menggigit bibirnya terlebih dahulu. Menelusuri bibir pria itu dengan lidahnya karena itulah yang ia lakukan…

Naraya seperti mempelajari hal baru di bawah bimbingan Liam.

Liam tersenyum dalam ciiuman itu, menyadari kalau Naraya masih tidak terbiasa dan betapa kakunya gadis ini dalam membalasnya.

Dan saat kepalanya terasa ringan dan nafasnya seperti tercekat di tenggorokan, Liam mengakhiri ciiuman mereka yang manis. Sambil mengusap bibir Naraya, ia berkata ke telinganya. "Hei, bernafas…"

Naraya yang mendengar ucapan tersebut seketika itu juga menyadari kalau ia sudah sejak tadi menahan nafasnya…

Pantas saja kepalanya agak pusing.

"Aku tidak mau kamu pingsan disini." Liam berkata dengan ringan sambil merapikan rambut Naraya.

Komentar Liam mendapatkan pukulan keras di dadanya dari Naraya, tapi hal ini justru membuatnya tertawa lepas tanpa beban.

Sudah lama sekali Liam tidak merasa se rileks ini.

"Jangan katakan padaku kalau ini ciiuman pertamamu." Liam berkata sambil mengulum senyum melihat wajah Naraya yang cemberut karena malu.

"Tidak, ini kedua." Jawab Naraya dengan cepat.

"Kalau mau berbohong jangan terlalu kentara." Kritik Liam sambil menurunkan Naraya dari counter dan memberikan gelas susu yang tadi dia buat.

"Kenapa aku harus bohong?" Tanya Naraya dengan ekspressi wajah yang datar, ia mengambil gelas susu tersebut dan meneguknya, menyembunyikan perasaan malu yang tadi ia rasakan, berusaha bersikap biasa walaupun hal ini tidak bisa mengelabui mata Liam.

"Kedua?" Liam menaikkan alisnya, sambil menatap Naraya mencari indikasi kalau ia hanya mengada- ada. "Lalu bagaimana dengan yang pertama?"

"Kan kamu menciiumku pertama kali di hotel itu." Naraya menjawab. "Jadi ini yang kedua." Lanjutnya sambil meneguk kembali minumannya.

Jawaban Naraya tentu saja membuat Liam tertawa dan tidak habis pikir sebenarnya apa yang ada di dalam pikiran gadis muda di hadapannya ini.

Hal ini terdengar absurd, tapi juga lucu.

Kalau saja Naraya tahu kalau ini bukanlah yang kedua, tapi yang ketiga…

"Kembali ke kamar mu dan tidur." Liam mengusap kepala Naraya sebelum ia beranjak ke balik laptopnya, melanjutkan pekerjaan yang tertunda dengan hati yang lebih ringan.

# # #

Di dalam kamar, Naraya sedang tertegun, menyentuh bibirnya dengan jemarinya… membayangkan apa yang baru saja terjadi…

Liam mencciumnya…

Apakah Liam menyukainya? Naraya menggigit bibirnya untuk menahan senyum saat pikiran ini terlintas di benaknya.

Tapi, kemungkinan itu ada kan? Bisa saja…

Bisa saja Liam perlahan menyukainya…

Dan bagaimana dengan Naraya? Ini adalah kali pertama Naraya memikirkan seorang pria. Apakah ini salah?

Tapi, Liam akan menjadi suaminya dalam kurun waktu tiga hari lagi… jadi, tidak mungkin ini merupakan kesalahan bukan? Lagipula Naraya memikirkan calon suaminya…

Bagaimana dengan kontrak pernikahan di antara mereka?

Kalau seandainya mereka mulai menyukai satu sama lain, maka kontrak pernikahan itu tidak akan valid lagi bukan? Mereka bisa hidup selayaknya suami isteri normal…

Mungkin…

Naraya bisa memiliki seseorang yang akhirnya bisa ia sebut sebagai keluarga…

Kalau seandainya Liam menyukainya… kalau saja benar…

Naraya tersenyum sendiri, entah kenapa ia merasa bahagia. Ini merupakan perasaan pertama yang Naraya rasakan terhadap seorang pria.

Mungkinkah Naraya menyukai Liam juga? Mencintainya… tapi, itu terlalu cepat bukan?

Hati Naraya yang selalu terlalu polos untuk menerima kebaikan orang lain, bergetar ketika ia mengingat bagaimana Liam mencciumnya dengan lembut…

Ia menggigit bibirnya dengan wajah memerah.

Naraya malu untuk menghadapi Liam lagi, tapi juga ingin bertemu dengannya…

Akirnya sebelum pikiran Naraya mengembara terlalu liar dengan segala kemungkinan- kemungkinan yang akan terjadi di masa depan, yang silih berganti menghiasi kepalanya, Naraya memilih untuk tidur.

Ia menyelimuti tubuhnya dengan selimut hingga sebatas dagu. Bahkan dalam tidurnyapun ia tersenyum.

Tanpa Naraya ketahui, urusan hati adalah urusan yang rumit dan tidak sesederhana pemikirannya yang masih belum matang.

Banyak hal yang harus ia alami dan rasakan untuk dapat menyimpulkan tindakan yang dilakukan Liam padanya.

Seharusnya Naraya menyadari, kalau Liam dapat dengan mudah berhubugan badan dengan banyak wanita dan berganti- ganti pasangan dengan mudah, semudah ia membeli jam tangan, maka hanya sebuah ciiuman yang di balas dengan kikuk oleh Naraya dan usapan lembut dikepalanya, tidak bisa di artikan sebagai cinta.

Liam adalah pria yang rumit dan Naraya masih belum dapat memahami kerumitan pria itu.

Sayangnya, dengan polosnya, Naraya terlalu berharap…

avataravatar
Next chapter