35 NARAYA TERSENYUM GETIR

"Rachel." Ucap Liam.

"Hmm? Apa?" Naraya tidak mengerti maksud perkataan Liam yang begitu singkat.

"'Perempuan di telpon tadi' bernama Rachel." Jawab Liam santai, dia berjalan menuju kursi, lalu duduk dengan santai, membiarkan Naraya berdiri di atas high heelnya yang tidak nyaman.

Di hadapan Liam, Naraya mengertakkan giginya dengan kesal, bahkan Liam tidak membiarkan Naraya menyebut pacarnya tersebut dengan sebutan 'perempuan itu'.

"Rachel." Naraya menyebut nama tersebut dan merasa seperti dia baru saja menelan pasir. "Apakah dia yang akan kamu bawa… pulang?" Tanya Naraya hati- hati.

Kalau Naraya harus memiliki pernikahan seperti ini, maka dia harus mempersiapkan hatinya dan terus mengingatkan hatinya kalau semua ini hanya akan berjalan selama satu tahun, setelah itu dia akan bebas melakukan apa yang dia suka.

Tidak perlu memasukkan ke hati apa yang Liam akan lakukan nanti. Anggap saja dia adalah orang asing.

Dengan tekad barunya ini, Naraya berusaha memahami situasi dan mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri.

Walaupun Naraya masih sangatlah muda, namun pengalaman hidup yang dia jalani telah membentuk dirinya yang seperti ini.

Tapi juga, dikarenakan usia yang masih dini, keputusan Naraya masih di pengaruhi oleh suasana hati nya yang terkadang berubah- ubah.

Untuk sesaat, Naraya bisa terlihat dewasa dan menganalisis situasi dengan baik, namun beberapa saat kemudian dia akan bersikap malu- malu sambil menundukkan kepala dengan wajah memerah.

"Mungkin, kalau aku masih berhubungan dengannya." Jawab Liam sambil melirik jam tangannya, waktu sudah menunjukkan pukul 4.56 sore.

"Bukankah dia…" Naraya berhenti, memikirkan istilah yang tepat untuk Rachel. "… pacarmu?"

Liam tertawa mendengar kata- kata Naraya. "Mereka ada hanya untuk melayani kebutuhan ranjangku Naraya." Jawabnya sambil mengamati wajah Naraya yang kembali merona atas perkataannya yang terdengar vulgar.

Naraya terlihat tidak nyaman mendengar keterusterangan Liam dalam menjawabnya, tapi justru hal ini membuat Liam semakin ingin membuatnya tidak nyaman. "Mereka ada untuk memuaskan ku semata, aku bisa mengganti mereka kapan saja."

Naraya menelan ludah dengan susah payah, dia kembali menggigit bibirnya sambil berusaha menjaga ekspressi wajahnya agar tidak menunjukkan emosi yang tengah ia rasakan.

"Ada berapa banyak?" Naraya bertanya, kemudian memperjelas kalimat pertanyaannya. "Ada berapa banyak perempuan seperti Rachel?"

Liam menaikkan alisnya. "Aku tidak memiliki dua wanita di saat bersamaan. Aku akan meninggalkan yang lama setelah aku bosan dan mendapatkan yang baru."

"Dan berapa lama rentang kebosananmu itu?" Tanya Naraya lagi, seraya membuat catatan dalam hatinya kalau Liam merupakan pria paling brengsek yang pernah dia temui.

"Lima hari… seminggu…" Liam mengangkat bahunya dengan tidak peduli. "Sekitar itu."

"Okey." Naraya mengangguk, mengerti, dan ini membuat Liam tertarik bagaimana Naraya akan memperbaharui perjanjian mereka setelah dia mengetahui akan hal ini. "Aku tidak peduli berapa banyak perempuan yang akan keluar masuk kamarmu, tapi aku ingin memiliki kamarku sendiri, aku tidak ingin tidur di atas ranjang yang sama, yang kamu gunakan untuk meniduri pacar- pacarmu itu." Suara Naraya terdengar sengit dan tegas saat mengajukan persyaratannya.

"Deal." Jawab Liam dengan enteng. Dia pun tidak ingin berada di kamar yang sama dengan Naraya saat dia ingin menghabiskan malam yang panas dengan wanitanya, itu hanya akan menjadi turn off baginya.

"Dan satu lagi." Naraya menambahkan. Seketika ekspressi wajahnya berubah serius, karena ini merupakan bagian penting yang harus dia sampaikan dan Liam harus setuju dengan ini. "Aku tidak ingin kamu menyentuhku."

"Maksudmu, aku tidak boleh menidurimu?" Sebuah senyum terkulum di bibir Liam saat dia melihat dengan jelas bagaimana kata- katanya membuat Naraya merasa sangat tidak nyaman.

"Iya." Jawab Naraya dengan susah payah. Dia tidak pernah berbicara mengenai sex ataupun hal- hal yang menyinggung topik tersebut dengan orang lain.

Namun, ketika dia membicarakan hal ini dengan Liam, walaupun dia masih merasa tidak nyaman, tapi hal ini tidak sememalukan yang Naraya pikirkan.

Perbincangan ini mengalir begitu saja, seolah ini merupakan topik biasa.

"Kamu tidak mau berhubungan sex denganku walaupun kamu isteriku?" Liam memprovokasi, menempatkan Naraya di posisi penerima kesalahan.

"Kamu berhubungan sex dengan wanita manapun yang kamu mau, walaupun kamu suamiku." Jawab Naraya, membalikkan statement Liam dan membuatnya tak berkutik. "Maka jawabanku adalah, tidak. Aku tidak ingin berhubungan sex denganmu."

Kali ini Liam lah terlihat terkejut dengan jawaban Naraya. Dia tahu tindakannya adalah salah, dan walaupun mereka tidak membahas ini, tidak mungkin Liam akan melakukan hal itu kalau Naraya tidak ingin.

Dia memang brengsek, tapi dia tidak akan memaksakan kebutuhan ranjangnya pada wanita yang tidak menginginkan hal yang sama.

"Baiklah." Liam setuju dengan mudah. Dia tidak akan menyentuh Naraya. "Lalu apa yang aku dapatkan dari semua ini?"

Liam sudah mengabulkan semua permintaan Naraya, jadi adalah wajar kalau dia mendapatkan sesuatu sebagai balasannya, bukan?

"Apa yang kamu mau?" Tanya Naraya dengan suara yang dingin dan kaku, apapun yang Liam inginkan pasti tidak akan baik untuk Naraya pada akhirnya.

Liam memikirkan hal yang dia inginkan sambil mengusap dagunya, tapi dia belum bisa menemukan sesuatu yang benar- benar dia inginkan dari Naraya.

Oleh karena itu dia berkata, "Aku akan memberitahumu saat aku mengetahui apa yang ku inginkan dari dirimu." Jawab liam dengan santai, kemudian menambahkan dengan serius. "Tapi, satu hal yang pasti harus kamu ingat adalah; aku tidak ingin melihatmu memperlakukan nenek Asha dengan tidak hormat, apapun itu alasannya." Itu merupakan sebuah peringatan dari Liam.

"Aku mengerti." Naraya mengangguk, menyetujuinya tanpa berpikir dua kali. "Nenek Asha sangat baik padaku." Jadi tidak mungkin Naraya dengan sengaja memancing kemarahan nenek Asha.

"Bagus kalau begitu." Liam berdiri dari kursinya dan berjalan menuju Naraya sambil menepuk pundaknya dengan pelan. "Mari kita lewati satu tahun ke depan dengan tenang dan tidak mencampuri urusan masing- masing."

# # #

Matahari sudah lama terbenam dan lampu- lampu jalanan di ibukota sudah menyala dengan benderang, menyinari sudut- sudut gelap keramaian kota.

Di jalan yang ramai dan lancar, sebuah mobil mewah melaju dengan kecepatan sedang, menyusuri arteri jalan sebelum keluar menuju daerah padat penduduk sebelum akhirnya berhenti di depan sebuah rumah yang tidak terlalu mewah namun cukup nyaman untuk ditempati.

"Terimakasih ya nek." Naraya mengucapkan terimakasihnya pada nenek Asha sembari memeluk wanita tua tersebut, hal ini tentu saja membuat nenek Asha senang dan balas memeluknya.

"Nenek yang harus berterimakasih pada kamu." Nenek Asha mencium kening Naraya, walaupun ini merupakan pertemuan pertama mereka, dia merasakan ikatan batin yang kuat pada Naraya. "Nenek berharap pernikahan kalian bertahan hingga maut memisahkan."

Mendengar hal ini, Naraya tersenyum getir.

avataravatar
Next chapter