29 KAMU TIDAK AKAN MENJADI SATU-SATUNYA WANITA DI HIDUPKU

Di kejauhan Rachel mencondongkan tubuhnya dengan bertumpu di pembatas besi sambil mengerutkan dahinya saat dia menatap Naraya dan Liam yang tengah duduk di restaurant yang terletak satu lantai di bawahnya.

'Kamu akan menikahi anak kecil itu?' Rachel bertanya dengan nada tidak percaya. 'Dia masih mengenakan seragam, sayang…' Menyadari seragam yang di kenakan Naraya membuat Rachel tertawa geli.

Rachel sudah mengetahui mengenai perjodohan Liam dengan Naraya, beberapa hari lalu Liam mengatakannya sambil lalu setelah mereka menghabiskan waktu bersama, berdua saja, di kamar hotel yang biasa.

Tapi, Rachel tidak mengetahui kondisi fisik Naraya yang sebenarnya.

"Tidak ada bedanya bagiku, karena di malam dia menjadi isteriku, dia tidak akan mengenakan apa- apa." Liam menyantap ikan bakar di hadapannya dengan santai, walaupun dia menyadari kalau Naraya dapat mendengar perbincangannya dengan Rachel, tapi dia sama sekali tidak berusaha untuk menutupinya.

Naraya harus menggigit bibirnya untuk menahan rasa terhina atas apa yang Liam katakan pada perempuan di telepon tersebut.

Semua rasa hangat yang Naraya rasakan saat Liam memperlakukannya dengan baik tadi, hilang, sirna dalam seketika dan ucapan terimakasih yang hendak Naraya sampaikan tercekat di tenggorokannya, tidak mampu melewati bibirnya, atau… setelah mendengar hal ini, Naraya tidak akan pernah mengatakannya.

Benar dugaan Naraya kalau Liam memperlakukannya dengan baik hanya karena kehadiran nenek Asha saja, namun setelah nenek Asha tidak ada, Liam kembali menjadi pribadinya yang brengsek.

'You are an a**h***.' Balas Rachel, dia tertawa kecil saat mendengar hal itu. 'Aku tidak yakin dia dapat memuaskanmu…' Suara Rachel berubah menjadi sebuah bisikan yang sensual.

Rachel mengingat bagaimana mereka berdua menghabiskan waktu mereka di atas ranjang, mencari kepuasan di dalam diri masing- masing, dan Liam seperti tidak akan pernah terpuaskan.

Rachel pun mengingat bagaimana Liam akan menjadi sangat liar ketika dia merasa frustasi dan apabila ada sesuatu yang mengganggunya, seperti masalahnya dengan Amira, maka pada saat itu, Liam akan melampiaskannya pada Rachel dengan melewati malam yang penuh dengan gairah.

Satu- satunya pelampiasan yang Liam sukai adalah membuat Rachel memohon padanya untuk berhenti sementara dirinya masih jauh dari kata selesai.

Pria seperti itulah Liam.

Tapi, Rachel menikmati setiap detik waktu yang dia habiskan dengan Liam. Oleh karena itu, dia tidak yakin, perempuan sepolos Naraya dapat membuat Liam terpuaskan.

"Ada banyak perempuan di luar sana yang dapat memuaskanku kalau dia tidak bisa." Liam melirik Naraya, memastikan kalau gadis muda itu mendengar setiap patah kata yang keluar dari bibirnya.

Liam juga menyaksikan bagaimana ekspressi wajah Naraya berubah dan bagaimana dia berusaha untuk tidak menangis, ekspressi yang sama yang dia tunjukkan ketika mereka bertemu pertama kali di hotel, saat Utari menamparnya.

Di saat itu juga, Naraya dengan keras kepala menolak untuk menumpahkan air matanya.

'Hei! Aku masih di sini! Kenapa kamu mau mencari yang lain sayang?' Protes Rachel dalam suara manjanya yang dapat meluluhkan hati pria manapun, namun tidak dengan Liam.

Tatapan mata Liam berubah saat dia menatap Rachel di kejauhan, dia menyipitkan matanya dengan berbahaya sebelum mematikan sambungan telepon tanpa berkata apapun lagi.

Seharusnya Rachel mengetahui kalau Liam sangat tidak suka apabila wanita- wanita yang dia kencani mulai menunjukkan sikap posesif mereka terhadap dirinya.

Liam tidak suka di kekang dan apa yang ada di antara Liam dan wanita- wanita itu adalah hanya ikatan nafsu belaka.

Selama bersama Liam, mereka akan mendapatkan apa yang mereka mau, terutama uang yang tidak sedikit, selama mereka memenuhi semua keinginan Liam.

Oleh karena itu, saat Liam memutuskan untuk mengakhiri hubungan timbal balik tersebut, Liam tidak berhutang apapun. Mereka melakukannya atas kesadaran penuh dan wanita- wanita itu tahu kalau mereka hanya lah sekelumit perempuan yang hadir di atas ranjang Liam, tidak lebih dari itu.

Rachel yang menyadari kesalahannya segera menghubungi Liam kembali namun, ponsel Liam sudah tidak aktif.

Dia hanya dapat menggigit bibirnya yang merah dan sensual sambil menatap gugup pada Liam dan Naraya di kejauhan.

"Sebentar lagi nenek kembali. Hapus air matamu, jangan sampai beliau melihatmu seperti ini, aku tidak ingin menjawab pertanyaan yang tidak perlu." Ucap Liam dengan datar sambil menghabiskan minumannya.

"Aku tidak menangis!" Suara Naraya terdengar aneh karena tenggorokannya yang tercekat.

Tapi, sepertinya tubuhnya sendiri mengkhianati dirinya saat sebuah air mata mengalir turun dari sudut mata indah Naraya.

Naraya buru- buru menyeka wajahnya, berharap kalau Liam tidak melihat hal tersebut, tentu saja itu hanyalah harapan kosong semata.

"Aku sudah memperingatkanmu dari awal." Liam berkata sambil menopang dagunya sementara sikunya bertumpu pada meja di hadapannya. "Kamu tidak akan menjadi satu- satunya wanita di hidupku bahkan setelah pernikahan kita."

Tentu saja Naraya mengingat hal menyakitkan tersebut dengan sangat jelas. Dia benar- benar bodoh sampai melupakan hal tersebut, hanya karena perlakuan Liam tadi.

"Kamu tidak benar- benar berpikir aku akan menyaupi mu sepanjang pernikahan kita bukan? Kamu tidak sebodoh itu dan pasti sudah menebak kalau semua kulakukan hanya karena keberadaan nenek Asha saja." Liam melirik Naraya yang telah mengusap air matanya yang jatuh dengan kasar hingga wajahnya memerah.

"Tidak perlu kamu ingatkan!" Naraya berkata sambil mengertakkan giginya. Dia sungguh merasa bodoh karena pikiran tersebut sempat terlintas dalam benaknya walaupun hanya sesaat.

"Bagus kalau begitu, lagipula kita sudah mencapai kata sepakat." Liam mengusap kepala Naraya dengan lembut. "Jangan sampai kamu jatuh cinta padaku ya, karena itu hanya akan menyakiti dirimu sendiri."

Naraya benar- benar merasa kesal pada Liam, setidaknya dia sedikit menghargai dirinya. Kalau dia memang tidak menginginkan pernikahan ini, kenapa tidak menolak secara langsung? Bukankah hal itu lebih baik?

Namun kemudian pertanyaan yang sama Naraya berikan pada dirinya sendiri; kalau dia tidak menginginkan pernikahan ini, kenapa tidak ia tolak dan katakan secara langsung pada nenek Asha? Sepertinya beliau bisa menolongnya… tapi, Naraya memilih bertahan dengan kontrak yang sudah dia tanda tangani dengan Liam.

Karena hanya dengan pernikahan inilah, Naraya bisa terbebas dari Utari dan kedua anaknya. Dan juga memiliki kehidupan yang layak setelah perceraian mereka.

"Aku tidak akan sebodoh itu!" Naraya menggeram sambil menepis tangan Liam dengan sangat kasar dari kepalanya.

Tapi, bukan suara marah yang Naraya dengar dari Liam saat dia melakukan itu, Liam justru tertawa dengan merdu.

Reaksi Liam ini tentu saja membingungkan Naraya sampai ia mendengar suara nenek Asha menegur mereka berdua.

"Liam. Nenek sudah bilang jangan mengganggu Naraya! Kamu itu, belum apa- apa sudah pegang- pegang!" Nenek Asha memukul lembut bahu cucunya yang masih tertawa.

"Dia lucu nek." Jawab Liam dengan senyum yang merekah di wajahnya.

avataravatar
Next chapter