62 JANJI UNTUK INGKAR

Don't underestimate someone's pain,

Until you have had your heart broken.

***

Terdengar suara decakan lembut dari ujung sambungan telepon yang membuat Liam tersenyum, ia hampir dapat bisa membayangkan wajah Naraya yang sebal dengan sikap arogannya dan juga senyum malu- malu gadis itu setelahnya.

"Ada apa?" Tanya Liam dengan lembut. "Kamu membutuhkan sesuatu?"

Terdengar gumaman.

"Apa nanti kamu akan pulang? Tadi pagi kamu pergi sangat pagi…" Naraya berkata hati- hati, tidak ingin terdengar berharap, tapi tentu saja Naraya bukanlah Liam yang pandai menyembunyikan perasaannya.

Naraya kurang berpengalaman untuk hal tersebut.

Ia akan terlihat senang, saat hatinya senang dan akan tersenyum apabila ia menyukai sesuatu dan akan menunjukkan perasaannya yang kesal atau marah dari ekspressi wajahnya.

Sangat mudah sebetulnya membaca suasana hati Naraya, karena ia bukanlah sosok yang rumit, yang mengharuskan Liam berpikir dalam menghadapinya, tidak seperti orang- orang penting di sekitarnya yang akan menikam dia ketika dia lengah.

Mungkin karena Naraya terlalu mudah ditebak dan tidak membutuhkan usaha lebih untuk Liam berada di dekatnya, maka dari itu Liam tidak menganggap Naraya secara serius, tapi di saat bersamaan ia juga merasa nyaman dengan berada di sekitar gadis ini.

Liam dapat mengistirahatkan otaknya yang sakit walaupun hanya sesaat…

Terkadang, hati memang hal yang paling sulit untuk di selami…

"Aku tidak pergi pagi- pagi, aku pergi semalam ketika kamu sudah tidur." Liam berkata, menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi.

"Oh…" Naraya bergumam, tapi hatinya sangat senang… berarti Liam memeriksa keadaannya terlebih dahulu sebelum ia pergi semalam. Apakah itu suatu bentuk dari perhatiannya?

"Kamu sudah makan?" Tanya Liam dengan lembut.

"Hm, sudah." Naraya memainkan rambutnya dengan gugup, karena tidak tahu apa yang ingin dia katakan, tapi di saat bersamaan ia ingin terus mengobrol dengan Liam. "Kalau kamu?" Ia melempar pertanyaan.

"Aku juga sudah." Jawab Liam dengan nada datar yang sama.

Setelah itu ada keheningan yang canggung diantara mereka berdua. Sementara Naraya tidak tahu apa yang ingin ia katakan, Liam di lain sisi justru menikmati moment ini, dimana ia membuat Naraya menjadi salah tingkah.

Sangat mudah sekali menggodanya…

"Hmm… ya sudah kalau begitu…" Ucap Naraya dengan sedikit kecewa karena harus mengakhiri panggilan telepon ini. "Aku tutup dulu ya…"

Walaupun itu yang Naraya katakan, tapi dia tidak segera menutup teleponnya, dia justru menunggu jawaban Liam terlebih dahulu yang sebenarnya tidak perlu.

"Naraya." Panggil Liam akhirnya.

"Ya?" Seru Naraya, terdengar senang karena dia memiliki alasan untuk tidak mengakhiri panggilan tersebut. "Ada apa?"

"Jangan makan malam dulu, aku akan memesan makan malam untuk kita berdua, nanti kita makan bersama." Ucap Liam tanpa berpikir.

Ide itu terlintas begitu saja dalam otaknya dan terlontar tanpa terpikir oleh Liam. Ia baru menyadari apa yang telah ia katakan setelah mendengar ucapan setuju Naraya yang terdengar sangat riang, sampai Liam seolah dapat melihat gadis itu melompat- lompat senang.

Biar bagaimanapun juga Naraya hanyalah seorang gadis remaja yang baru kali merasakan perhatian dari lawan jenisnya setelah semua hal pahit yang harus dia kecap di dalam hidupnya yang gelap.

Begitu telepon terputus dengan suara Naraya yang renyah, menjanjikan akan membuatkan secangkir kopi untuk dirinya, Liam tersadar apa yang telah dia janjikan.

Liam terdiam.

Bukan itu rencananya kan? Dia bahkan memiliki meeting sore ini dan entah jam berapa akan selesai. Tapi, biar bagaimanapun juga, dia harus memesankan makan malam untuk Naraya, walaupun Liam mungkin tidak bisa memenuhi janjinya untuk makan malam bersama, setidaknya dia menepati janjinya yang lain.

Dengan segera Liam menelepon sekretrisnya dan memintanya untuk memesankan makanan mewah dari restaurant mahal untuk di antarkan ke apartmentnya.

Di saat yang sama, di apartment milik Liam, Naraya tengah berguling- guling di atas kasur sambil memeluk bantal.

Ia senang! Luar biasa senang! Liam akan datang untuk makan malam dengannya! Bukankah itu adalah hal yang luar biasa?

Naraya tidak sabar menunggu malam…

# # #

Keheningan yang panjang…

Hanya suara desau angin yang menghantam kaca yang menemani Naraya bersama dengan meja penuh makanan di hadapannya.

Entah ini sudah jam berapa…

Tapi, yang di tunggu tak kunjung datang.

Naraya mulai merebahkan keningnya di atas counter dapur dan menatap nanar ke kegelapan, karena hanya itu saja yang bisa dia lihat.

Hingga saat ini, Liam masih belum datang…

Apa Liam lupa pada janjinya? Lalu bagaimana dengan makanan ini?

Perut Naraya bercicit meminta makan tapi si pemilik tubuh begitu enggan untuk menyentuh apapun di hadapannya.

Liam berkata kalau dia akan pulang dan mereka akan makan bersama.

Dia akan pulang dan mereka akan makan bersama…

Kata- kata itu terngiang kembali di telinga Naraya, seperti sebuah melodi sumbang, karena kini si pemberi janji masih juga belum pulang.

Bagaimana ini? Makanannya akan semakin dingin dan Naraya tidak tahu bagaimana cara menghangatkannya.

Kalau makanannya dingin maka tidak akan enak lagi untuk di makan, bukan?

Sebetulnya, memakan makanan dingin tidaklah masalah bagi Naraya, dia terbiasa memakan apapun yang bisa dimakan, tapi bagaimana dengan Liam?

Naraya ingin menelepon Liam tapi, takut kalau ia sedang sibuk dan Naraya hanya mengganggu saja.

Naraya tidak mau mengganggu Liam. Naraya hanya ingin berada di dekatnya saja…

Dengan penuh pertimbangan, Naraya menelepon nomor Raka, dia menekan panggilan cepat nomor dua di keypad ponselnya.

Cukup lama Raka tidak mengangkat panggilan teleponnya, tapi di dering terakhir, akhirnya ia mengangkatnya.

"Ya, Naraya?" Suara Raka terdengar dan ini membuat Naraya kembali sedikit bersemangat.

"Maaf, kalau aku mengganggu…" Ucap Naraya dengan malu dan sungkan.

"Tidak apa- apa… ada apa?" Tanya Raka lagi, kali ini suaranya melembut seperti seorang kakak yang tengah berbicara pada adiknya.

"Hm… aku ingin bertanya… apakah Liam masih di kantor?" Tanya Naraya hati- hati. "Dia berjanji akan makan malam denganku."

Di ujung sambungan telepon Raka tidak segera menjawab pertanyaan Naraya. Dia terdiam.

"Halo?" Naraya memanggil Raka karena dia pikir sambungan tersebut telah terputus.

"Pak Liam masih ada meeting, sepertinya masih agak lama." Jawab Raka dengan nada yang berbeda.

"Oh, masih meeting…" Naraya bernafas lega, dia sudah memikirkan hal- hal yang tidak- tidak. "Tidak apa- apa, aku akan menunggunya."

"Naraya." Panggil Raka. "Sebaiknya kamu makan lebih dulu, karena sepertinya meeting kali ini akan berlangsung sangat lama."

"Tidak apa- apa." Tolak Naraya. "Aku akan menunggu Liam, terimakasih Pak Raka."

Sebelum Raka dapat mengatakan sesuatu sambungan telepon sudah di putus oleh Naraya, meninggalkan Raka tidak bisa berkata apa- apa.

Sebetulnya Raka sedang berada di dalam mobil dan meeting yang ia sebutkan tadi sudah selesai satu jam lalu, tapi Liam justru memerintahkannya untuk mengantarkan dia dan wanita barunya ke hotel yang biasa.

Dari kaca spion tengah, Raka dapat melihat Liam tengah memaggut bibir wanita yang berada dalam pelukannya, bukan Rachel, tapi wanita lain lagi.

avataravatar
Next chapter