75 HONEYMOON (8)

Liam hanya tersenyum sambil berkata. "Nek, kami akan berangkat sebentar lagi, nanti Liam telepon kembali setelah kami sudah sampai di hotel." Ucap Liam, mengakhiri topik yang di angkat oleh nenek Asha.

Sebelum nenek Asha dapat mengatakan hal lain lagi, Liam sudah mengakhiri panggilan tersebut, dia tahu betul kalau nenek Asha akan berusaha mengejar topik ini hingga beliau mendapatkan jawaban yang pasti dari Liam dan Naraya.

Namun, melihat situasi hubungan mereka, saat ini bukanlah waktu yang tepat dalam membahas hal tersebut.

Setelah menutup telepon dari nenek Asha, Liam menatap gadis di sebelahnya yang sejak tadi berusaha untuk bersikap acuh tak acuh atas komentar nenek Asha, walaupun rona merah di wajahnya tidak bisa memungkiri dan membantunya berbohong.

Tapi, kali ini Liam tengah berbaik hati dan tidak meledeknya, dia hanya mengacak- acak rambut Naraya dan berkata. "Bersiap- siaplah. Sebentar lagi kita akan berangkat."

# # #

Di butuhkan dua puluh menit dengan menggunakan speed boat untuk sampai ke Male dan butuh sepuluh menit lagi untuk sampai ke hotel yang Liam sudah booking sebelumnya.

Liam ada janji untuk bertemu dengan seseorang dan memutuskan untuk menemuinya di restaurant hotel tersebut.

"Siapa yang akan kamu temui?" Tanya Naraya ketika mereka akan mengambil kunci kamar.

"Seorang teman." Jawab Liam singkat sambil menerima kunci dari staff hotel dan menggandeng tangan Naraya untuk ikut dengannya.

"Oh," Gumam Naraya.

Sebetulnya Naraya tidak puas dengan jawaban Liam. Dia masih ingin menanyakan apakah temannya itu laki- laki atau perempuan dan ada keperluan apa sehingga Liam begitu ingin bertemu dengannya secara mendadak, bahkan sampai memundurkan jadwal kepulangan mereka.

Mereka kemudian menaiki lift menuju lantai delapan dan memasuki kamar dengan nomor 8043 yang memiliki pemandangan kota Male.

Namun, sebelum mereka berdua masuk ke dalam kamar mereka, seseorang menegur Liam. Suaranya terdengar berat dan tidak menyenangkan bagi Naraya. Seorang pria.

"Liam?!" Ucap pria tersebut. "Ini Liam kan?"

Liam mengenali suara tersebut bahkan walaupun tanpa melihat wajah dari si pemilik suara. Dia mengatupkan rahangnya dengan kesal.

Kenapa dia harus bertemu dengan orang ini disini!? Gerutu Liam.

Tapi, Liam tidak langsung membalikkan badannya untuk menjawab pertanyaan pria tersebut. Liam justru segera membuka pintu kamar dan mendorong pelan Naraya untuk masuk terlebih dahulu.

"Tunggu aku di dalam. Jangan keluar." Ucapnya dengan nada yang rendah, yang hanya bisa di dengar oleh Naraya. Dia tidak ingin keberadaan Naraya di ketahui.

Ada raut bingung dan ingin bertanya lebih lanjut di wajah Naraya, tapi dia mengangguk menyetujui kata- kata Liam.

Setelah itu Liam menutup kembali pintu kamar tersebut dan membuat porter yang membawa koper mereka menatap Liam dengan bingung.

"Where should I put this, Sir?" Sang porter bertanya sambil memandang pintu yang tertutup.

"Just put them here." Jawab Liam dengan dingin setelah itu ia mengeluarkan beberapa lembar uang sebagai tips kepada porter tersebut.

"Jadi? Cewek baru?" Tanya pria tersebut sambil melirik nakal ke arah pintu kamar Liam yang tertutup. "Jauh sekali kamu mencari wanita sampai ke Maladewa?" Dia tersenyum dengan penuh maksud.

"Fatur." Ucap Liam singkat sebagai kalimat sapaan dan juga peringatan agar pria di hadapannya ini menjaga perkataannya.

"Suatu kebetulan bukan? Kita berdua ada di sini dan bahkan menempati kamar yang berseberangan." Senyum Fatur yang tidak menyenangkan untuk di lihat membuat Liam muak.

"Aku rasa tidak ada yang kebetulan di dunia ini." Jawab Liam dengan dingin. Dia melipat tangan di depan dadanya sambil menatap tajam pada pria di hadapannya.

Fatur Adhyastha merupakan rekan bisnis perusahaan Prihadi, bisa dikatakan kedua keluarga sudah memiliki kerjasama bisnis sejak mereka sama- sama merintis.

Dan pada saat kedua perusahaan tersebut jatuh kepada penerusnya masing- masing yang tidak lain dan tidak bukan adalah Liam untuk keluarga Prihadi dan Fatur sebagai penerus keluarga Adhyastha.

Kedua pria tersebut tidak memiliki kesamaan sama sekali dan seringkali pandangan bisnis mereka berbenturan.

Di luar dari urusan bisnis pun, mereka tidak sejalan di karenakan kepribadian mereka yang saling bertolak belakang.

Dan belum lama ini, Liam membuat suatu gebrakan dalam perusahaan Prihadi. Dia memutus semua kontrak kerjasama dengan keluarga Adhyastha, mengakhiri puluhan tahun kerjasama dua keluarga dan kedua perusahaan begitu saja.

Hanya karena Liam tidak suka dengan etika bekerja Fatur.

Banyak yang pesimis mengenai keputusan Liam ini, tapi tentu saja Liam membungkam mereka semua dengan omset yang naik drastis selepas Prihadi melepaskan diri dari Adhyastha.

Dan kini, perselisihan di antara kedua penerus perusahaan tersebut seperti tanpa ujung.

"Oh… Liam… loe pikir gue ngikutin loe?" Tanya Fatur sambil mengangkat alisnya.

"Bagus kalau bukan. Akan sangat tidak menyenangkan memiliki penguntit pria." Jawab Liam dengan nada datar yang sama.

Dan karena dia merasa tidak ada lagi yang harus di katakan, Liam berniat membuka pintu kamarnya ketika Fatur kembali membuka mulutnya yang tidak memiliki tutur yang baik itu.

"Gue rasa cewek di dalam itu terlalu muda untuk selera loe Liam." Ucap Fatur, dia sendiri sudah memiliki tiga wanita yang menunggunya di kamar.

Tapi, melihat wanita yang bersama Liam baru saja, Fatur tidak bisa menahan diri untuk tidak berkomentar.

Bukankah Liam menyukai wanita yang hampir seumuran dengannya? Dengan rambut ikal sebahu?

Hampir semua wanita yang Liam kencani dan tiduri memiliki cirri yang sama.

Fatur pernah mendengar sebuah rumor mengenai cinta pertama Liam yang memiliki tampilan fisik seperti itu dan membuat Liam obsess.

"Jangan bicara seolah kita dekat. Itu terdengar menjjijikkan." Ucap Liam tanpa menoleh sedikitpun untuk menatap Fatur saat ia mengatakan hal tersebut.

Liam membuka pintu kamarnya dan memasukkan ke dua koper miliknya dan Naraya dan menutup pintu tepat di hadapan Fatur, meninggalkan pria itu terpaku sendirian.

Karena sikap Liam yang seperti inilah yang membuat Fatur ingin lebih tahu lebih dalam lagi mengenai kehidupan pribadi Liam.

Sama seperti para pebisnis lainnya, Liam juga memiliki kehidupan pribadi yang sangat tertutup hingga menimbulkan rumor- rumor tentang dirinya.

Entah rumor tersebut salah atau benar, yang pasti Liam tidak pernah menanggapinya dan membiarkannya menghilang dengan sendirinya.

Ada beberapa rumor yang tenggelam, tapi ada beberapa rumor juga yang tetap lekat di ingatan.

Di dalam kamar Liam mendapati Naraya tengah tertidur di atas ranjang yang empuk dengan pakaian yang masih lengkap.

Liam kemudian menarik selimut dan menutupi tubuh Naraya agar dia tetap merasa hangat.

Di saat yang hampir bersamaan, ponsel Liam berdering dan di dering kedua Liam mengangkatnya dengan mata yang menunjukkan sinar yang tidak biasanya.

"Dirga." Sapa Liam. "… gue kesana sekarang." Jawabnya setelah mendengarkan perkataan seseorang di ujung lain panggilan.

Liam baru saja akan bergegas untuk pergi ketika dia menyadari Naraya masih tertidur. Dia tidak ingin membangunkannya oleh karena itu, Liam pergi begitu saja setelah menggecup lembut kening Naraya.

avataravatar
Next chapter