72 HONEYMOON (5)

Falling in love is like the rain, its unpredictable, but there are always signs, before it completely falls.

***

Di hari kedua mereka disana, seseorang mengetuk pintu cottage yang Naraya tempati, tapi karena Liam sedang tidak ada, jadi Naraya lah yang membukakan pintu tersebut.

"Iya, ada yang bisa di bantu?" Tanya Naraya, dia hanya mengeluarkan kepalanya dari balik pintu.

"I am staff from SKYTRACK, I come to deliver this to Mr. Prhihadi." Dia berkata dengan logat yang lucu.

"Oh, I will take it." Naraya mengulurkan tangannya. Dia yakin itu adalah foto yang Liam tempo hari katakan akan di kirimkan ke cottage mereka, foto dimana mereka sedang sky diving.

"May I know who you are ma'am?" Orang tersebut bertanya lagi dan sedikit mengerutkan keningnya ketika dia melihat tangan Naraya terulur kea rah yang salah.

Kemudian dia menatap mata Naraya dan barulah menyadari kalau mata indah itu tidak memiliki cahaya sama sekali, seolah mati.

Pandangan gadis itu nanar dan kedua bola matanya yang berwarna cokelat menatap nanar, seolah dia sedang melamun dan memandang suatu titik yang jauh.

Tanpa dia sadari, pemuda itu sudah mengangkat tangannya karena rasa penasaran yang menyelimuti hatinya, tidak berpikir lagi kalau tindakannya tersebut adalah termasuk tindakan yang tidak pantas.

Pemuda itu kemudian melambaikan tangannya di wajah Naraya, memastikan kalau gadis tersebut benar- benar tidak bisa melihatnya.

"She is my wife."

Suara dalam dan tegas tiba- tiba terdengar dari arah belakang sang pegawai SKYTRACK dan otomatis membuatnya terkejut, dia segera menarik kembali tangannya dan membalik badannya ke arah suara tersebut berasal.

Tapi, sebelum dia dapat berkata apa- apa, pria yang terlihat sangat tampan dengan tatapan mata tajam yang tadi berbicara dengan sangat tegas itu sudah mengambil paket yang ada dalam genggaman pemuda tersebut dan menandatangani tanda terima yang ia pegang.

Setelah itu tanpa berkata apa- apa lagi dia berjalan masuk dan membanting pintu tepat di hadapan pemuda itu, membuatnya lebih terkejut lagi.

Tanpa pikir panjang pegawai muda itu langsung pergi dari cottage ini dengan jantung yang berdegup kencang.

Dia belum pernah bertemu seseorang yang begitu menakutkan seperti Mr. Prihadi. Pria itu mampu membuatnya gemetar hanya dengan tatapan matanya.

Di dalam cottage.

Pria menakutkan itu tengah menatap tajam isterinya yang sepertinya sama sekali tidak terganggu dengan apa yang baru saja terjadi.

Gadis ini malah sedang merengek untuk membuka paket yang Liam pegang.

"Ayo, cepat buka!" Katanya dengan antusias, berusaha meraba dimana Liam menyembunyikan paket tersebut. "Jangan disembunyikan."

Liam tidak benar- benar menyembunyikannya, Naraya berpikir seperti itu hanya karena dia tidak dapat melihatnya saja.

Dan hal ini berakhir dengan Naraya yang menggerayyangi tubuh Liam. Tentu saja hal ini membuat tenggorokkan pria tersebut tiba- tiba menjadi kering.

"Hentikan." Liam menangkap tangan Naraya dan memaksanya berhenti. Dia menghela nafas dalam sebelum berkata. "Lain kali jangan membuka pintu sembarangan." Liam memperingatkan.

"Kamu tidak ada, dan ada orang yang mengetuk pintu." Naraya berdalih.

"Itu bisa saja orang yang memiliki niat tidak baik." Sergah Liam.

"Baiklah… baiklah…" Naraya sedang tidak ingin berdebat dengan Liam dan terlebih lagi dia ingin cepat- cepat membuka paket tersebut walaupun dia tidak dapat melihatnya, tapi kan Liam bisa. "Mana paketnya."

Memandang Naraya yang terlihat berbinar saat meminta paket tersebut membuat Liam mengalah dan memberikan paket kecil di tangannya ke tangan Naraya.

"Memangnya kamu bisa melihatnya? Kenapa begitu antusias?" Liam tidak habis pikir dan berakhir menyuarakan keanehannya akan sikap Naraya.

"Aku memang tidak bisa, tapi kan kamu bisa." Naraya tersenyum sangat lebar dan menarik tangan Liam untuk duduk di sofa yang tidak jauh dari tempat mereka berdiri.

Kini mereka berdua telah duduk di sana dengan Naraya yang sibuk membuka paket kecil di tangannya, dia bahkan menolak bantuan Liam dan ingin membukanya sendiri.

Setelah Naraya berhasil membukanya dia memeriksa ada berapa lembar foto di tangannya. Total foto di tangannya ternyata ada sepuluh lembar dan satu yang di berikan bingkai kecil.

"Katakan padaku foto apa saja ini?" Naraya menyerahkan kesepuluh lembar foto pada Liam dan memegang foto yang berpigura.

Liam menerima kesepuluh lembar foto tersebut dan mulai menyebutkannya satu persatu. "Dua foto saat kita berada di kabin pesawat, lima foto saat kita ada udara, tiga foto saat kita mendarat." Jawab Liam.

Mendengar penjelasan Liam, Naraya tidak senang, dia mengerucutkan bibirnya. "Apa begitu caramu mendeskripsikan sesuatu? Bukankah kamu CEO perusahaan terkenal?"

"CEO tidak memberikan deskripsi, aku memberi perintah." Jawab Liam lugas yang mendapatkan ekspresi tidak percaya dari wajah Naraya.

Entah kenapa Liam suka melihatnya kehabisan kata- kata seperti ini. Terdengar seperti anak kecil dan tidak dewasa memang, tapi ada kesenangan tersendiri bagi Liam kalau ia bisa mengggodanya Naraya.

"Ugh! Gak bisakah kamu mendeskripsikan dengan lebih baik? Aku ingin tahu ekspressi apa yang aku buat." Naraya merajuk.

"Ekspressi mu di sini jelek semua." Ucap Liam tanpa berpikir lagi.

"Apa?" Naraya merasa malu dan mengambil kesepuluh lembar foto tersebut dari tangan Liam. "Jangan di lihat kalau begitu."

"Ada foto dimana mulutmu terbuka sangat lebar, rambut berantakan, mata yang membelalak terbuka dan ekspressi- ekspressi aneh lainnya." Jawab Liam dengan lugas, seolah yang dia katakan adalah hal yang benar.

"Jangan dilihat!" Naraya cemberut sambil menyingkirkan foto- foto itu kebelakang tubuhnya. "Lalu bagaimana dengan ini?" Dia menunjukkkan foto berbingkai di tangannya. "Kenapa hanya ini yang diberikan bingkai?"

"Karena itu yang paling jelek." Jawab Liam dengan nada yang sama.

Kalau saja Naraya mendengarkan dengan seksama, maka dia akan mendengar tawa dalam kata- kata Liam, tapi sayangnya dia sudah terlanjur kesal dan menggerutu.

"Kenapa juga mereka mengambil foto yang tidak bagus?" Sungut Naraya kemudian beranjak dari sofa.

"Mau kamu kemanakan foto- foto itu?" Liam tersenyum lebar melihat reaksi Naraya. Dia selalu merasa lebih ringan dan tanpa beban setiap kali dia berhasil meledek gadis ini.

Tidak seperti saat dia harus menghadapi orang- orang di luar sana yang terus menerus mencoba untuk menjatuhkannya. Liam harus selalu berhati- hati dan memutar otaknya untuk mengetahui motif mereka sebenarnya dan berpikir lebih keras untuk berada tiga langkah di depan mereka.

Hal yang melelahkan, tapi itulah yang harus Liam lakukan untuk mencapai posisinya kini.

"Mau kusembunyikan supaya tidak ada yang lihat!" Jawab Naraya, berjalan dengan kesal kea rah kopernya.

Sebuah senyum menghiasi bibir Liam saat ia melihat Naraya menjejalkan foto- foto tersebut.

Sebenarnya, foto di dalam pigura itu adalah foto saat Liam menccium Naraya, berlatar belakang pegunungan dan lautan yang luas.

Foto yang paling jelek? Tentu saja Liam berbohong. Dia menyukai foto tersebut. Dia menyukai ekspressi terkejut yang Naraya buat pada saat itu dan perasaan yang ia rasakan tergambar jelas dan terabadikan dalam satu moment tersebut.

Liam sudah berniat untuk meminta satu lagi set foto- foto yang kini disembunyikan Naraya.

"Aku lapar." Keluh Naraya sambil berjalan mendekati Liam.

avataravatar
Next chapter