71 HONEYMOON (4)

She had been broken that many times she never thought she would love again, until you took her in your arms and made her feel safe, right then she knew what love felt like.

-angel_london-

***

Sebelum Naraya dapat bereaksi, Liam sudah menarik dirinya, itu hanyalah sebuah kecupann. Tapi, mampu membuat Naraya merasa seolah dunia berputar di sekelilingnya dan dia adalah porosnya.

"Sorry." Bisik Liam sambil mengusap bibir Naraya dengan lembut, dengan ibu jarinya.

Naraya masih tidak habis pikir mengenai apa yang baru saja Liam lakukan padanya, bahkan pada saat ia melepaskan pengaman di tubuhnya, Naraya seolah terhipnotis dan diam saja, membiarkan Liam mengurus dirinya.

Apa maksud dari ciiuaman Liam ini? Apakah dia hanya iseng? Seperti apa yang dia lakukan sebelumnya?

Tapi, Naraya pun tidak yakin mengapa Liam menccium dirinya sebelumnya dan apa alasan Liam melakukan itu.

Naraya bahkan bisa merasakan Liam memperlakukannya dengan perasaan, bukan hanya sekedar bersikap manis pada dirinya, tapi, apakah benar begitu?

Naraya juga tidak yakin akan hal ini.

Di sisi lain, kebingungan Naraya bukan hanya miliknya sendiri, tapi juga apa yang Liam alami saat ini.

Jika Liam ditanya apakah arti dari ciiuman yang dia berikan barusan, maka Liam pun tidak memiliki alasan yang cukup jelas dan memadai untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan jujur.

Liam bahkan tidak menyadari saat ia melakukannya, semua terjadi begitu saja.

Mungkin karena Naraya terlihat sangat cantik di bawah sinar matahari hingga membutakan matanya? Sepertinya tidak mungkin, karena Liam sudah pernah melihat wanita yang jauh lebih cantik dan sekksi daripada Naraya.

Atau karena dia begitu menarik dengan senyum yang merekah di bibirnya yang mungil? Sepertinya bukan juga, karena Liam sudah pernah melihat seorang wanita yang jauh lebih menarik dengan bibir yang sensuall, dan hubungan mereka hanya bertahan selama seminggu sebelum Liam beranjak ke wanita lain.

Lalu apa yang membuat Liam melakukan itu?

Kalau jawabannya hanya karena iseng, alasan tersebut tidak bisa menjelaskan rasa yang bergemuruh di dadanya saat ia menciium Naraya.

Saat ia menatap senyumnya dan merasa dunianya menjadi jauh lebih baik.

Liam kemudian menggelengkan kepalanya keras- keras. Dia tidak mau memikirkan hal tersebut dan terlebih lagi, dia tidak ingin membuat melibatkan hatinya dalam menganalisa hal ini.

Liam sudah menutupnya dan dia tidak ingin ada orang lain yang masuk dan menyakitinya seperti apa yang telah Gayatri lakukan padanya dulu.

"Ayo kita pergi." Setelah selesai merapikan rambut Naraya dan melepaskan seluruh pengaman di tubuhnya, Liam menarik tangan Naraya sambil berbincang singkat dengan seorang pria di sana.

"The picture will be sent to your cottage, sir." Ucap staff yang bekerja disana.

Liam hanya tersenyum dan mengangguk setelah itu dia pergi dengan Naraya. Berjalan menyusuri bibir pantai tanpa mengucapkan sepatah katapun.

Sepertinya tidak ada di antara mereka berdua yang ingin memulai pembicaraan karena kejadian 'kecil' barusan.

Tapi, kesunyian di antara mereka berdua sangatlah menenangkan dan baik Liam maupun Naraya tidak memiliki keinginan untuk memecahkan hal yang menentramkan ini.

Setelah kegiatan ekstrem tersebut Liam mengajak Naraya untuk membeli cemilan karena hari masih terlalu sore untuk makan malam dan mereka telah menyelesaikan makan siangnya.

"Kamu cukup berani untuk seorang gadis yang baru pertama kali mencoba skydiving." Ucap Liam. Dia tidak berniat memuji Naraya, tapi entah kenapa itu terdengar sama.

"Kalau aku penakut, aku tidak mungkin hidup saat ini." Ucap Naraya sambil membuka tutup ice cream yang di belinya.

"Maksudnya?" Tanya Liam, yang sudah menghabiskan ice cream miliknya dalam tiga kali suapan besar.

"Coba bayangkan kalau kamu tidak bisa melihat apa yang ada di depanmu, tidak bisa melihat apa yang ada di sekitarmu dan tidak bisa melihat apa yang orang lain lakukan, karena kamu memang tidak bisa melihatnya." Naraya berkata.

Sepertinya dia kesulitan membuka tutup ice cream miliknya, maka dari itu Liam mengambil ice cream ini tanpa berkata apa- apa lalu memberikannya kembali kepada Naraya setelah dia membukanya.

"Makasih." Jawab Naraya. "Aku hidup seperti itu setiap harinya selama kurang lebih sepuluh tahun, jadi aku rasa tingkat toleransi untuk rasa takutku lumayan tinggi."

Liam tidak tahu menanggapi apa akan kata- kata Naraya. Dia benar, bahkan untuk dirinya, itu akan sangat mengerikan apabila dia bahkan tidak bisa melihat ekspressi dari lawan bicaranya.

"Nanti akan ada foto yang di kirim ke cottage?" Tanya Naraya sambil memakan ice cream coklat.

Mereka duduk bangku, di tepi pantai, di bawah naungan teduh payung yang bayangannya mampu menjaga mereka berdua dari sengatan matahari sore.

"Iya." Jawab Liam sambil menumpukan tangannya di belakang kepalanya dan menutup matanya.

"Foto seperti apa?" Narays bertanya lagi.

"Foto yang mereka ambil saat kita terjun." Jawab Liam.

"Benarkah?" Wajah Naraya kembali berbinar dengan kebahagiaan sederhana dari perkataan Liam. Gadis itu tertarik untuk mengetahui akan seperti apa jadinya foto saat mereka berdua melayang di udara.

"Hm." Liam bergumam sebagai jawaban.

"Aku berharap aku bisa melihatnya juga." Naraya bergumam sambil menghabiskan suapan terakhir ice creamnya tersebut.

Di saat Liam mendengar hal itu, ia membuka mata dan melihat langit yang biru dengan awan yang beriringan membentuk kapas putih dengan lautan yang berbinar di bawah cahaya terik.

Pemandangan di hadapannya merupakan pemandangan yang indah yang bahkan tidak Liam sadari kalau saja Naraya tidak berkomentar seperti itu.

Liam terlalu menganggap sepele hal- hal kecil seperti ini dan tidak menyadari betapa beruntungnya dia akan hidup yang dia miliki.

'Melihat' suatu kegiatan yang bahkan tidak membutuhkan usaha bagi Liam, merupakan suatu hal yang tidak bisa Naraya nikmati.

Terdengar sederhana memang, tapi… ini merupakan suatu hal yang krusial.

Liam kembali menutup matanya.

Gelap.

Dia membayangkan seperti inilah yang Naraya alami kini. Hanya gelap.

Apabila dirinya yang mengalami hal ini, Liam tidak yakin dia akan mampu tersenyum begitu cemerlang seperti yang Naraya lakukan.

Hanya membayangkan hal ini saja membuat Liam mengerutkan dahinya dengan tidak suka, bagaimana mungkin dia dapat hidup selama sepuluh tahun tanpa cahaya?

Mungkin hal ini yang membuat Liam secara tidak sadar memandang Naraya dengan berbeda.

Gadis ini memang berbeda dari wanita- wanita yang pernah bersamanya. Tidak. Naraya bahkan tidak bisa dibandingkan dengan mereka. Suatu perbandingan yang tidak sesuai menurut Liam.

Naraya menarik dengan caranya sendiri.

"Tidak pernahkah kamu berpikir untuk memeriksakan matamu? Ada beberapa kasus kebutaan yang bisa di sembuhkan." Tanya Liam. Dia sudah mengetahui alasan kebutaan Naraya dari data yang ia minta Raka untuk kumpulkan mengenai gadis ini.

Naraya kemudian menumpukan dagunya di atas lutut sambil memeluk kakinya. "Entahlah. Kakek dan nenekku tidak pernah punya cukup uang untuk ini." Jawab Naraya. "Dan tante Utari…" Gadis itu mengendikkan bahunya dan tertawa kecil. "Kalau bukan karena aku masih berguna untuk di suruh- suruh, mungkin sudah lama aku berkeliaran di jalan."

Liam mengerutkan keningnya saat mendengar komentar sinis Naraya yang terakhir.

avataravatar
Next chapter