50 ENTAH APA YANG MERASUKINYA

Di dalam ruangan tersebut, kelima pria yang hanya mengenakan handuk yang melilit di sekitar pinggang mereka, menatap Angga dengan sorot mata yang penuh naffsu.

Seperti seekor leopard yang menatap mangsa buruannya.

"Itu kameranya sudah, siap?" Tanya bodyguard yang menggiring Angga masuk ke dalam ruangan tersebut, dia dengan kasar menghempas tubuh Angga yang jauh lebih kecil dari tubuhnya ke atas kasur.

Dengan tangan dan kaki yang masih terikat, tentu saja Angga tidak bisa melarikan diri, dia hanya mampu berteriak, memohon ampun, meminta tolong, menyerrapah, tapi tetap saja tidak ada yang bisa dia lakukan dalam kondisinya yang seperti ini.

"Semua sudah siap bos." Salah satu dari pria itu menjawabnya, wajahnya menyeringai.

"Ya sudah, nikkmati saja dia." Sang bodyguard mengangguk pada Angga yang berusaha melepaskan diri dari cengkeraman salah satu pria.

Sebagai seorang pria normal, sebetulnya bodyguard tersebut mengasihani Angga, namun mengingat apa yang telah ia lakukan pada calon lady boss nya, tentu saja setitik rasa iba itu lenyap ke udara. Pria seperti Angga ini memang pantas di beri pelajaran.

"Okay." Jawab salah satu dari mereka sambil mejjilat bibirnya.

# # #

Jam sudah menunjukkan pukul 11.54 malam saat Liam duduk di seat belakang mobilnya dengan Raka yang menyetir menuju apartmentnya.

Liam menatap layar kaya ponsel tersebut yang menampilkan apa yang telah direkam oleh Angga. Liam dapat melihat dengan jelas bagaimana takutnya Naraya pada saat Angga mulai menjelajahi tubuhnya, dan bagaimana dia berusaha untuk lepas dari cengkeraman pria itu.

Tapi, hal itu tentu saja sulit untuk dilakukan, mengingat Angga adalah seorang pria.

Giginya mengertak dengan kencang saat ia melihat Naraya menangis dengan Angga yang mellumat sisi leher Naraya, meninggalkan bekas yang saat itu Liam lihat.

Mata Liam menggelap saat ia melihat Naraya yang berhasil menyingkirkan Angga dari atas tubuhnya dan menabrak meja, itu pasti bekas biru yang Liam obati pada malam itu.

Saat video selesai, Liam masih menatap layarnya dengan tatapan seperti akann membunuh seseorang.

Liam bukanlah pria yang bermoral, tidak, Liam sendiri mencap dirinya sebagai manusia amoral, tapi dia juga memiliki batasan.

Dan tindakan ini merupakan hal yang tidak dapat di tolerir oleh Liam. Karena hal inilah yang di alami oleh Ibunya.

Mengapa ibunya bisa mengandung tanpa menikah, adalah hasil perbuatan amoral Narendra. Liam mengetahui hal ini saat ibunya telah meninggal.

Informasi ini tentu saja menjadi pupuk subur untuk kebencian yang Liam tanam bagi keluarga Prihadi.

Oleh karena itu, Liam begitu peduli akan Naraya setelah kejadian ini. Dia tahu bahwa Amira akan mengulangi trik yang sama, lagi dan lagi.

Wanita tua itu terkadang sangat mudah di tebak dalam plot yang dilancarkannya.

Itu adalah salah satu alasan juga bagi Liam untuk membuat Naraya menjalani program homeschooling, setidaknya dengan begitu, gadis itu akan selalu berada di bawah pengawasannya.

Paling tidak untuk setahun ini. Selama Naraya menjadi isterinya, maka dia adalah tanggung jawabnya, terlepas Liam mencintai gadis itu atau tidak, itu bukanlah masalah utama, karena mereka berdua telah membuat kesepakatan.

"Hancurkan ponsel ini berikut data- data didalamnya." Ucap Liam yang kemudian membuang ponsel tersebut kesudut mobil, seketika itu juga merasa jjijik karena harus menyentuhnya.

"Baik, pak." Jawab Raka tanpa banyak bertanya.

Raka menurunkan Liam di lobby apartmentnya dan langsung pergi karena tidak ada perintah lebih lanjut untuk dirinya.

Sebetulnya, Raka ingin menanyakan bagaimana keadaan Naraya, namun ia merasa tidak pantas untuk menanyakan hal tersebut melihat betapa pedulinya Liam pada gadis itu, dia pasti baik- baik saja.

Sementara itu, keheningan malam tanpa suara lah yang menyambut Liam ketika dia membuka pintu apartmentnya.

Naraya pasti telah tidur saat ini.

Liam membuka sepatunya dan masuk kedalam rumah, menyampirkan jaket kulit di atas bangku sebelum ia melangkah dengan lelah ke dalam kamar.

Biasanya, Liam hanya akan tinggal di apartment apabila ada pekerjaan menumpuk yang harus dia selesaikan dan jadwal meeting yang padat, karean gedung apartment ini sangat dekat dengan Prihadi Tower.

Ekspektasi Liam saat membuka pintu kamarnya adalah melihat Naraya yang tengah tertidur pulas di atas ranjang, namun bukan pemandangan itu yang dia lihat.

Ranjangnya sangat rapih tidak tersentuh dan tidak ada Naraya dimanapun.

Dahi Liam berkerut. Kemana lagi gadis itu? Bukankah pintu depan sudah dia kunci? Naraya tidak mungkin keluar rumah, lagipula untuk apa?

"Naraya?" Liam memanggil nama gadis itu. "Naraya!" Dia menaikkan sedikit volume suaranya, tapi tetap tidak ada jawaban.

Liam segera memeriksa kamar mandi, dapur, ruang tamu dan ruang tengah, tapi nihil.

Dan ruang terakhir yang belum Liam periksa adalah kamar kedua. Dia segera bergegas kesana.

Ruangan itu tidak pernah Liam pakai dan hanya dijadikan sebagai tempat penyimpanan barang- barang yang sudah tidak ia perlukan.

Begitu Liam membuka pintu tersebut, dia mendapati Naraya, tengah tertidur pulas di samping lemari dengan hanya beralaskan selimut.

Sebuah bantal mengganjal kepalanya dan selebihnya dia hanya menekuk tubuhnya dalam posisi fetal.

Melihat sosok Naraya yang begitu rapuh saat ini, akan membuat siapa saja ingin melindunginya, tentu saja Liam pun merasa seperti itu.

Biar bagaimanapun dia adalah pria, dan itu merupakan nalurinya.

Sosok terakhir yang Liam berusaha lindungi dan gagal adalah ibunya, dan kini Naraya membangkitkan perasaan itu lagi.

Dengan hati- hati Liam melangkah mendekat dan berjongkok tepat di samping Naraya. Perlahan, ia menyusupkan tangannya ke bawah tubuh Naraya yang masih berbalut selimut. Menggendongnya menuju kamar utama.

Mungkin karena terlalu pulas atau karena Naraya merasa aman di dekat Liam, dia sama sekali tidak terbangun, bahkan saat Liam meletakkannya di atas ranjang dan menyelimutinya kembali, Naraya masih tertidur dengan pulas.

Terdengar jelas suara dengkurnya yang halus dengan bibirr yang sedikit terbuka.

Entah kenapa, melihat pemandangan ini membuat Liam tersenyum sambil geleng- geleng kepala.

Setelah itu Liam mengambil kaos dan celana boxernya untuk membersihkan diri terlebih dahulu, mandi kilat dan kembali ketempat tidur.

Liam mencharge ponselnya yang memang lowbat sambil mengecek beberapa email yang masuk, setelah itu barulah ia mematikan lampu dan menarik selimut untuk tidur.

Namun, walaupun waktu sudah menunjukkan pukul 1 dini hari, Liam masih belum terbuai kea lam mimpi.

Rasanya aneh, ada orang lain di kasurnya sementara mereka tidak melakukan apa- apa. Seorang perempuan yang rasanya sangat salah kalau ia sentuh.

Seolah realita aneh ini belum cukup bagi Liam, Naraya merapatkan tubuhnya kesisi tubuh Liam. Mugkin karena suhu AC yang terlalu dingin dan tubuh Liam yang hangat sehingga membuat Naraya merasa nyaman tanpa dia sadari.

Mendapati tubuh Naraya yang begitu dekat dengannya dan wajah gadis itu yang menempel di pundaknya, membuat Liam merentangkan tangannya dan memeluk Naraya, yang sedikit menggigil, kearahnya sambil merapikan selimut di sekitar gadis ini.

Dibawah cahaya temaram, wajah Naraya begitu dekat dan bibirrnya yang sedikit terbuka begitu mennggoda.

Entah apa yang Liam pikirkan ketika dia menunduk dan menciium bibirr mungil milik Naraya dengan lembut.

avataravatar
Next chapter