11 CARA LIAM MEMBUNGKAM NARAYA DAN KEJUJURAN DI BALIK KATA-KATANYA

Naraya dapat merasakan nafas Liam yang hangat menyapu lehernya sehingga bulu halus di kulitnya meremang.

Tangan Liam yang dingin masih berada di punggung Naraya yang telanjang sementara tangannya yang lain menahan tubuh Naraya sehingga ia tidak bisa kemana- mana.

"Lepas!" Pekik Naraya dengan marah, wajahnya terasa sakit saat ia berteriak akibat dua tamparan Ara tadi.

"Kenapa?" Tanya Liam tanpa dosa, seolah dia tidak mengerti apa yang tengah ia lakukan. Wajahnya menyeringai seperti serigala yang mendapatkan mangsanya. "Bukankah kamu berpakaian seperti ini untukku?"

"Bukan!" Sergahnya sambil menepis tangan Liam dari tubuhnya, tapi tentu saja Liam jauh lebih kuat darinya dan memiliki kuasa penuh atas dirinya.

Pria itu dengan mudahnya menangkap kedua pergelangan Naraya dan menggenggamnya dengan satu tangan tanpa bergeming, tidak peduli seberapa kuatnya Naraya meronta.

Liam bukannya tidak tahu kalau tidak mungkin Naraya sendiri yang memilih baju seperti itu untuk dia pakai ke acara yang dia sendiri tidak tahu apa tujuannya, apalagi dengan melihat bagaimana ia merasa tidak nyaman dengan pakaiannya tersebut.

Sudah pasti tantenyalah yang telah memberikan pakaian ini untuk dipakai Naraya.

Tapi, tentu saja mengetahui hal itu tidak menghentikan Liam, dia justru mengelus pundak Naraya dan menyusuri jemarinya ke leher Naraya yang putih. Cantik.

Tapi, Gayatri jauh lebih menarik…

Liam seketika itu tersentak karena pikirannya sendiri, bagaimana bisa nama Gayatri kembali menelusup kedalam benaknya? Bahkan disaat dia tidak memikirkan perempuan itu?

Liam merasa ia sudah tidak waras lagi. Otaknya sudah diracuni oleh bayangan perempuan brengsek itu!

"Kamu mau apa!? Lepas!" Naraya mendesis marah, matanya yang buta menatap Liam dengan nanar, walaupun mata indah berwarna coklat tua itu tidak menunjukkan fokus pada objek yang ia tatap, tapi dari cara ia melihat ke arah Liam, Liam tahu kalau Naraya sangat marah saat ini.

Tapi, walaupun Naraya murka sekalipun, apa yang bisa dia lakukan?

Ingatan Liam yang mengembara ke sosok Gayatri membuat moodnya berubah, dia tidak lagi ingin menggoda Naraya dan melihat sampai sejauh mana dia dapat membuat perempuan buta ini menangis ketakutan.

Sangat beruntung…

Ucap Liam dalam hati, karena dia adalah orang yang akan menyelesaikan apapun yang telah ia mulai dan mendapatkan apapun yang hatinya inginkan.

Kalau Liam sudah berniat untuk membuat Naraya menangis dengan sengsara dan ketakutan, maka ia akan membuat Naraya melihat kalau semua perbuatan Utari pada Naraya selama ini adalah tindakan kasih sayang.

Semua itu Liam lakukan hanya untuk memenuhi keinginan hatinya saja. Itu pun kalau ia masih memiliki hati.

Pernah suatu ketika, Liam memberikan hatinya pada seorang wanita, tapi dia pergi secara tiba- tiba tanpa mengembalikannya.

Jadi Liam ragu kalau saat ini dia masih memiliki hati.

Dengan perasaan kesal, Liam melepaskan genggaman tangannya yang menahan Naraya dan menarik kembali tangannya yang menggoda punggung Naraya yang terbuka.

"Aku akan bilang pada tantemu untuk tidak memukul bagian wajah." Ucap Liam seraya berdiri dan membetulkan jas dan dasinya. "Aku tidak mau memiliki pengantin dengan wajah penuh luka dan sembab. Kamu beruntung tidak bisa melihatnya, tapi tidak semua orang memiliki kekurangan sepertimu."

Liam mengatakan kata- kata itu dengan nada datar dan pelan

Bukan intonasi yang pria itu gunakan yang membuat Naraya merasa ada seseorang yang telah menghujamkan belati berkarat tepat ke jantungnya.

Tetapi, kata- kata yang dia gunakanlah yang membuat Naraya merasakan luka tidak berdarah tersebut. Kata- katanya sangat tajam dan menyakitkan untuk di dengar.

Naraya tidak tahu dengan pasti dimana Liam berdiri, tapi dia tidak perduli, karena dimanapun dia berada, kalau Naraya berkata dengan suara keras, pria itu pasti masih mendengarnya.

Dan Naraya yakin kalau Liam masih berada di ruangan tersebut.

"Ya, tidak semua orang memiliki kekurangan seperti saya. Tapi, setidaknya aku tidak akan merendahkan diriku ke titik dimana aku akan mengejek perempuan di bawah umur yang buta dan tersenyum bangga akan hal itu." Suara Naraya bergetar karena amarah yang ia redam.

Mendengar kata- kata Naraya, dalam hitungan detik, senyum kesombongan Liam memudar berganti dengan rahangnya yang mengeras.

Belum pernah ada orang yang berkata setajam itu padanya, karena biasanya dialah yang berada diposisi tersebut dan membuat lawan bicaranya bungkam seribu bahasa.

Namun, tidak sampai disitu saja, Naraya mengatakan kalimat terakhirnya dengan nada mengejek yang sama seperti yang Liam gunakan tadi.

"Kamu beruntung karena tidak memiliki hati, maka dari itu kamu tidak akan merasa malu dengan kata- kataku tadi, tapi tidak semua orang memiliki kekurangan seperti dirimu." Naraya mengakhiri kata- katanya dengan sebuah senyum mengejek terkulum di bibirnya yang mungil.

Untuk sesaat Liam terpana akan kata- kata Naraya yang dengan luwesnya dapat membalikkan keadaan mereka.

Perlu Liam akui kalau dia sedikit merasa malu karena menyadari apa yang Naraya katakan adalah benar.

Dia, yang merupakan pengusaha muda berprestasi yang ditakuti di dunia bisnis dan di elu- elukan kawan serta di kuatirkan lawan, baru saja mengejek perempuan yang bahkan belum lulus sekolah menengah atas dan memiliki kekurangan fisik.

Bukankah itu suatu tindakan yang memalukan kalau sampai ada orang lain yang mendengarnya?

Liam berjalan mendekati Naraya kembali dan membungkukkan tubuhnya untuk mensejajarkan mata mereka.

Menyadari kalau Liam berada sangat dekat dengannya membuat Naraya secara refleks berusaha menghindarinya.

Namun, seharusnya Naraya belajar dari pengalaman pertama dan menyadari kalau ia tidak mungkin menghindari Liam, entah bagaimanapun kondisinya.

Tiba- tiba Naraya merasakan cengkraman tangan Liam di belakang kepalanya dan di sekitar rahang wajahnya.

Tangan Liam yang besar menahan kepalanya agar ia tidak bisa bergerak, lalu dengan paksa membuat Naraya mendongakkan kepalanya, agar ia menatap Liam secara langsung walaupun yang ia lihat hanya gelap.

"Pertama." Desis Liam, senyum mengerikan tersungging di sudut bibirnya. "Aku tidak suka ada yang membantah ataupun menjawab perkataanku tanpa seizinku."

"Kenapa? Karena perkataanku benar dan kamu merasa malu?" Jawab Naraya dengan lebih berani, di dalam pikirannya, dia tidak akan rugi apapun dengan memprovokasi pria ini.

Kalaupun dia akan membatalkan perjodohan tidak masuk akal ini, maka Naraya dengan senang hati menerimanya.

Ataupun kalau Liam mau memukulnya.

Tidak jadi masalah karena dia sudah sering menerima pukulan dari tante Utari dan Ara, mungkin pukulan dari Liam akan lebih sakit karena dia adalah laki- laki dan, berdasarkan cara Liam menahan dirinya, dia sangat kuat.

"Mulutmu benar- benar harus diajari agar tahu mana kata- kata yang harus diucapkan dan mana yang tidak." Ucap Liam dengan suaranya yang dalam.

Namun sebelum Naraya dapat menjawab Liam dan membuatnya lebih marah lagi, sesuatu yang hangat dan basah menyentuh bibirnya, membungkam mulutnya dan membuat Naraya menelan kembali komentar pedas yang tersumbat di tenggorokkannya.

Liam mencium Naraya tepat di bibirnya.

avataravatar
Next chapter