1 CALON ISTRI UNTUK LIAM

Seorang wanita berjalan dengan langkah anggun melewati pintu kaca sebuah perusahaan terkemuka di Negeri ini, dagunya terangkat dengan angkuh sementara bibirnya yang memerah terkatup rapat.

Setiap orang yang melihatnya akan menundukkan kepala dengan hormat atau menyapanya tanpa dibalas.

Ia adalah Amira, istri dari Narendra Prihadi, pemilik dari perusahaan tersebut. Saat ini, ia sedang berjalan menuju ke ruangan pribadi Liam.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa Liam adalah anak angkat dari keluarga Prihadi yang mereka urus sejak sepuluh tahun lalu, karena Amira dan Narendra tidak dikaruniai keturunan.

Tidak begitu jelas apa latar belakang Liam dan bagaimana ia bisa mengenal dan diangkat sebagai anak pasangan Prihadi tersebut.

Namun, melihat perkembangan perusahaan yang pesat di tangan dingin Liam, membuat mereka menutup mulut.

Narendra Prihadi memang tidak salah dalam memilih penerus.

"Ibu… Pak Liam sedang meeting." Sekretaris Liam, Diana, segera berdiri ketika ia melihat Amira hendak berjalan masuk ke dalam ruangan. Ia tidak tahu bahwa Amira akan datang.

Tanpa memperdulikan ucapan Diana, Amira mendorong pintu ruang kerja Liam terbuka.

Ruang kerja tersebut sangatlah rapih tanpa debu sedikitpun dengan di dominasi warna abu- abu dan coklat, memberikan kesan sedikit suram dan dingin, namun mewakili kepribadian Liam dengan baik.

Amira berjalan masuk dengan pongah, berhenti beberapa meter dari meja panjang di tengah ruangan yang di khususkan untuk internal meeting dengan petinggi- petinggi perusahaan seperti ini.

Ada tiga orang di meja meeting, termasuk Liam, dan semuanya manatap Amira dengan penuh tanya.

Liam segera berdiri saat melihat Amira, wajahnya yang dingin seketika menjadi sangat tidak bersahabat. Ia menatap Diana, yang mengikuti Amira di belakangnya, dengan tajam.

"Saya sedang ada meeting." Ucap Liam dingin.

"Maaf pak… tapi, ibu…" Diana menundukkan kepalanya dengan takut- takut. "Ibu memaksa masuk…"

Liam tahu, itulah yang terjadi, tapi tetap saja ini merupakan kesalahan Diana juga. Dia dipekerjakan untuk mengahalau orang- orang seperti ini.

Kenyataan bahwa Amira adalah ibu angkatnya tidak membuat Liam tidak memiliki hubungan yang baik dengannya. Semua orang tahu akan hal itu.

"Keluar." Ucap Amira dengan nada yang datar.

Walaupun Amira merupakan sosok yang cukup menakutkan di perusahaan ini, namun Liam jauh lebih menakutkan lagi. Biar bagaimanapun juga, perusahaan merupakan area kekuasaan Liam.

Mereka semua melirik pada Liam sebelum memutuskan apakah mereka harus keluar atau tidak. Melihat hal ini, tentu saja membuat Amira naik pitam.

"Keluar." Ucap Liam dengan nada datar yang sama yang digunakan Amira.

Mendapat persetujuan dari Liam, buru- buru kedua orang tersebut merapihkan berkas- berkas di atas meja yang berantakan, karena meeting baru berjalan setengah jalan, lalu keluar ruangan yang udaranya begitu menyesakkan karena ketegangan diantara Liam dan Amira, meninggalkan mereka berdua saja.

Saat terdengar suara pintu yang tertutup, Amira langsung berbicara ke inti permasalahan, tanpa sapa dan basa- basi. "Pernikahanmu sudah di tentukan."

Liam duduk kembali ke bangku kerjanya dan menyilangkan kakinya dengan sikap yang sangat arrogan. Ia sengaja melakukan itu, karena Liam tahu Amira tidak menyukainya. Tidak. Sebenarnya apapun yang Liam lakukan, Amira tidak akan pernah menyukainya.

"Cocokkan saja tanggalnya dengan Diana, jangan sampai berbenturan dengan jadwal saya yang lain." Jawab Liam tidak perduli, seolah bukan dialah yang akan menikah.

Amira mengertakkan giginya, namun sesaat kemudian ia meletakkan sebuah amplop putih di atas meja kerja Liam. "Baiklah kalau begitu, pastikan kamu melihat calon istrimu sebelum kamu menikahinya."

Dengan sebuah senyuman sinis dan ekspresi penuh kemenangan, ia berjalan meninggalkan ruangan tersebut.

Liam sedikit mengerutkan keningnya saat ia melihat pintu yang tertutup. Tidak biasanya Amira pergi secepat ini.

Di hari- hari sebelumnya, kalau dia belum melihat Liam menggebrak mejanya dengan marah, wanita itu tidak akan beranjak pergi.

Namun, hari ini sepertinya berbeda, atau mungkin ia sudah mendapatkan apa yang ia mau?

Liam melihat amplop yang di tinggalkan Amira di atas mejanya, lalu membuka amplop tersebut dan mengeluarkan dua lembar berkas biodata diri dan selembar foto ukuran 4 x 6.

Ia mengamati foto tersebut dengan seksama, lalu mendengus dengan senyum mencemooh di bibirnya.

Liam pikir Amira akan memilihkan seorang perempuan dengan paras yang dapat mempermalukannya, namun saat melihat perempuan di dalam foto, ia terkejut karena perempuan tersebut bisa dikatakan cantik.

Ternyata Amira masih memikirkan reputasi keluarga mereka.

Setelah foto, Liam melihat sebuah informasi pribadi mengenai perempuan yang kelak akan menjadi istrinya ini.

Naraya Neena Paradina (17)

"17 tahun…?" Liam sedikit mengerutkan keningnya saat mengetahui betapa muda calon istrinya ini, bagaimana mungkin Amira mengharapkan Liam menikahi seorang perempuan yang bahkan dalam hukum belum di legalkan untuk dinikahi ini?

Amira memang selalu membuat masalah untuk dirinya. Sepertinya ia tidak akan puas kalau ia belum melakukan itu.

Liam tertawa kecil, namun tawa itu tidak tercerminkan di matanya, lalu ia mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang.

Orang tersebut mengangkat di dering pertama dan langsung menyapanya dengan sopan. "Ya, pak Liam?"

"Ke ruangan saya sekarang." Perintah Liam, yang kemudian mematikan sambungan telepon tersebut tanpa menunggu jawaban.

Ia yakin assistant pribadinya tersebut akan datang, dan memang, beberapa saat kemudian ia mendengar suara pintu yang diketuk.

Saat Liam memberi izin untuk masuk, seorang pria muda dengan wajah yang tegas, masuk menghampirinya.

"Cari tahu lebih detail mengenai perempuan ini." Liam memberikan berkas yang tadi diberikan Amira padanya pada Raka.

Raka melihat foto dan biodata yang dimiliki perempuan tersebut, lalu mengangguk. "Ada lagi pak?" Tanyanya.

"Saya ingin informasi ini ada di meja saya sebelum meeting jam 6." Ucap Liam.

Liam sangat mengenal watak Amira, oleh karena itu, ia yakin kalau ada 'sesuatu' di diri perempuan bernama Naraya Neena Paradina, sehingga ia bisa menarik perhatian Amira dan menjadikannya menantu.

Raka secara tidak sadar melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul 10.10 pagi, itu berarti ia memiliki waktu kurang dari 8 jam untuk menyelesaikan tugasnya ini.

Walaupun terlihat sangat sebentar, tapi waktu itu sudah lebih dari cukup untuknya, ini bukan pertama kalinya Liam memberikan tugas seperti ini, apalagi di berkas tersebut sudah tercantum alamat rumah dan sekolah perempuan di dalam foto tersebut.

"Baik, Pak." Jawab Raka.

"Kalau begitu kamu bisa pergi sekarang." Liam melambaikan tangannya sambil menyandarkan punggungnya ke sandaran bangku kerjanya dengan agak lelah, padahal waktu masih sangat pagi.

Mendengar suara pintu yang tertutup, manyadarkan Liam kalau ia sendirian lagi di dalam ruang kerja yang sangat luas ini, menatap jendela kaca yang menampilkan pemandangan luar biasa ibukota.

Liam tidak peduli siapa yang ia nikahi, selama itu bukan 'dia', semua wanita sama saja.

Gayatri…

Satu nama yang menyisakan beribu luka di hati Liam.

avataravatar
Next chapter