65 APA YANG ADA DI HATIMU

Liam sedikit mengerutkan keningnya, namun ia tidak melangkah maju untuk lebih dekat dengan gadis di hadapannya. Ada suatu rasa yang menahannya untuk melakukan itu.

"Apakah karena ciiuman malam itu, yang membuatmu jadi berpikir kalau aku menyukaimu juga?" Tanya Liam, ia menatap tajam wajah Naraya.

Sesungguhnya gadis itu tidak perlu menjawab karena seluruh kejujurannya terpampang jelas di wajahnya.

Tapi hal yang Naraya rasakan pada Liam tidaklah sesederhana itu…

Sepuluh tahun Naraya membiasakan diri hidup dalam kegelapan, bergellut dengan dirinya sendiri yang tidak bisa menerima keadaannya yang malang.

Seorang anak kecil yang harus berjibaku dengan rasa ketakutan yang teramat sangat di dalam dirinya, rasa sakit karena kehilangan kedua orang tuanya dalam waktu yang bersamaan.

Dan ketika dia sudah mulai berdamai dengan dirinya sendiri, seiring berjalannya waktu, dia harus di hadapkan dengan rasa kehilangan lain yaitu kakeknya.

Kesedihan itu pulih, namun tertoreh lagi ketika dia harus menghadapi kenyataan bahawa rasa tidak menyenangkan itu datang kembali dalam bentuk kehilangan neneknya untuk selamanya.

Dan sejak saat itu pula, seluruh kelembutan dan kasih sayang yang Naraya terima terhenti.

Naraya harus berjuang untuk bertahan hidup di bawah hiinaan dan cacci maki dari tante Utari dan putrinya, Ara.

Menahan rasa sakit saat Angga mulai mencemooh dan mengatakan bahwa ia hanyalah beban dalam keluarga. Seorang anak pemabawa siial yang menyebabkan kedua orangtua, kakek dan nenek serta ayah mereka meninggal karena menampung dirinya.

Tidak ada usapan lembut, kata- kata halus dan perhatian yang Naraya butuhkan.

Saat itu Naraya baru berumur tiga belas tahun saat ia harus melangkahkan kakinya ke dalam rumah yang seperti neraka itu.

Hanya mbak Minahlah tempatnya mengadu dan menangis. Hanya dari perempuan tua itu saja Naraya dapat mendapatkan secuil kasih sayang yang ia butuhkan untuk bertahan dalam kerasnya kehidupan di rumah tante Utari.

Maka dari itu, bisa dibayangkan saat Liam datang dan dengan seenaknya berbuat sangat baik pada Naraya, memberikan perhatian lebih dengan membuatkannya minuman, mengusap kepalanya, menggenggam tangannya, membantunya saat ia membutuhkan, mengggodanya, membuatnya tertawa, marah, senang dan sedih…

Serta menciiumnya dengan lembut… suatu hal yang baru pertama kali Naraya alami dan mampu membuatnya terjaga hingga larut.

Mempertimbangkan pilihan- pilihan apa yang ia miliki.

Namun, pada akhirnya pilihan- pilihan itu tidak akan menjadi miliknya. Naraya mencintai Liam dengan sederhana, tapi sayangnya Liam tidak sesederhana itu.

Liam merupakan sebuah metafora dari sebuah benang kusut yang sulit untuk terurai dan Naraya butuh waktu lama dan panjang untuk memahami pria ini seutuhnya.

'Jangan sampai kamu jatuh cinta padaku ya, karena itu hanya akan menyakiti dirimu sendiri.'

Itu adalah kata- kata yang Liam ucapkan pada Naraya saat ia sedang fitting baju pengantin, pertemuan kedua mereka.

Seharusnya Naraya menyadari peringatan tersebut dan bagaimana Liam telah memperlakukannya selama ini, tapi sayangnya Naraya terbawa perasaan dan berakhir dengan dirinya yang tersakiti.

"Hentikan sikap baikmu itu, karena aku tidak butuh kalau yang kamu rasakan tidak sama denganku." Ucap Naraya lirih.

Jadi begini rasanya sakit hati? Rasa yang begitu kuat dan sangat sulit untuk di enyahkan begitu saja. Naraya merasa seperti ada ribuan jarum yang menusuk hatinya, terasa sesak.

Jadi begini rasanya menyukai seseorang yang tidak memiliki perasaan yang sama? Seharusnya Naraya tahu diri.

Bagaimana mungkin seorang pria sempurna seperti Liam yang dapat mendapatkan wanita manapun yang dia inginkan dengan hanya menjentikkan jarinya saja mau bersama perempuan seperti Naraya?

Seharusnya Naraya puas hanya dengan kesepakatan kontrak pernikahan mereka yang akan berlangsung satu tahun ini, dan tidak meminta ataupun mengharapkan lebih dari Liam.

Liam menatap wajah Naraya yang tertunduk, ia tahu bahwa gadis ini sedang menahan air matanya agar tidak terjatuh. Kebiasaan yang Liam mulai hapal.

"Aku hanya ingin memberitahu mu satu hal." Liam kini berdiri tepat di hadapan Naraya dengan wajah yang tanpa ekspressi, menatap wajah perempuan yang akan di nikahinya kurang dari satu jam lagi. "Berhentilah menggunakan perasaanmu dan mulailah gunakan kepalamu untuk bertahan hidup di dunia yang tidak adil ini."

Kata- kata Liam terdengar lebih kasar dari yang ia harapkan, tapi dia tidak ingin membuatnya terdengar manis untuk Naraya, karena itu adalah kenyataan.

Kenyataan yang Liam telah pelajari dan jalani selama hidupnya.

"Aku tidak melihat kebutaanmu sebagai kekuranganmu. Tapi, yang aku lihat adalah perasaanmu mengalahkan logika, Naraya dan itu akan menjadi sangat berbahaya bagimu kedepannya."

Liam tiba- tiba memiliki dorongan untuk berhenti mengatakan kata- kata menyakitkan tersebut, tapi kenyataan akan selalu menyakitkan bukan? Dan Naraya menginginkannya untuk berhenti bersikap manis padanya.

"Mulailah berpikir dengan lebih menggunakan logika, karena dunia yang kamu akan hadapi akan lebih menakutkan daripada kegelapan yang kamu lihat setiap harinya." Ucap Liam.

"Lalu kenapa sebelumnya kamu bersikap seperti itu padaku? Apakah karena ibumu yang memilihku untuk menjadi pasanganmu sehingga kamu melihatku sebagai musuh?" Tanya Naraya. Rahangnya mengeras karena amarah yang coba ia bendung.

Ia merasa dipermainkan.

"Aku bukan musuhmu. Mungkin rasa kasihanku yang mendorongku berbuat seperti itu, tapi seharusnya kamu tahu kalau aku adalah lelaki bbrengsek. Aku sudah mengatakannya pada mu di awal, lelaki seperti apa aku ini." Liam mengingatkan. "Oleh karena itu kamu harus lebih berhati- hati denganku. Don't let your guard down."

Setelah Liam berkata semua itu, mereka berdua saling terdiam. Sibuk dengan pikirannya masing- masing.

"Awalnya kupikir kamu tidak akan menyadari kehadiranku dengan kekuranganku yang seperti ini, dan memang, kamu sudah memperingatkanku, tapi peringatanmu berbanding terbalik dengan sikap yang kamu tunjukkan padaku. Seolah kamu memberikanku harapan." Naraya akhirnya berkata setelah ia menata kembali perasaannya.

"Maka dari itu, awalnya kupikirkan kamu masih memiliki hati, sayangnya kenyataannya tidak begitu, dan kalaupun tidak… aku pikir, setidaknya kita bisa mencoba. Setidaknya kamu bisa mencoba dan kita bisa memulai sesuatu yang baru."

"Semua itu hanya ada di dalam pemikiranmu Naraya." Liam berkata tanpa nada. "Sama seperti pemikiran wanita- wanita itu, jadi berhentilah berpikir kalau kamu bisa merubah sesuatu dalam diriku."

Naraya tersenyum saat Liam berkata 'wanita- wanita itu', tentu saja Naraya tahu wanita mana yang Liam maksudkan.

"Aku memang buta, tapi sepertinya kamulah yang tidak bisa melihat." Ucap Naraya dengan dingin.

"Tidak perlu mengatakan sesuatu yang bahkan tidak kamu pahami." Wajah Liam mengeras dan tatapannya menjadi jauh lebih tajam.

"Tidak paham? Kenapa suaramu berubah? Karena aku mengatakan hal yang benar lagi?" Naraya bertanya. Dia dapat merasakan suasana hati Liam yang tiba- tiba berubah saat ia mengatakan hal tersebut.

"Kamu berpikir kalau semua wanita itu sama saja, dengan pemikiran yang dapat kamu tebak. Tapi, tidak selamanya ini mengenai apa yang ada di dalam kepalamu, terkadang semua ini mengenai apa yang ada di dalam hatimu." Ucapan Naraya kali ini lebih tegas.

avataravatar
Next chapter