20 ANCAMAN HALUS

Raka mengantarkan Naraya sampai ke depan pintu rumahnya dan menekan bel untuk memberitahukan kedatangan mereka pada mbak Minah agar membukakan pintu untuk Naraya.

Namun di saat yang bersamaan, sebuah taksi berhenti tepat di sebelah mobil yang tadi Raka kendarai, dan dari dalam taksi yang berhenti keluarlah tante Utari dan putrinya, Ara, menenteng banyak sekali kantong belanjaan di tangannya.

Tapi, itu belum termasuk kantong- kantong mahal dari brand ber merk terkenal hasil dari shopping spree mereka yang masih tertinggal di jok belakang taksi.

Ara adalah orang pertama yang melihat Naraya dengan Raka, masih berdiri di depan pintu pagar, sementara dari dalam, mbak Minah baru saja keluar sambil membawa kunci gembok.

"Ada apa ini? Siapa orang ini?" Ara berjalan mendekati mereka berdua dengan wajah tidak suka saat dia melihat Naraya berdiri berdekatan dengan pria setampan Raka.

Ara tidak mengetahui kalau Raka adalah assistant pribadi Liam, karena saat pertemuan mereka di hotel tempo hari, Raka tidak ada disana.

Namun, itu tidak membuat kekesalan Ara mereda sedikitpun.

Kenapa Naraya bisa dengan mudah berdekatan dengan lelaki seperti Liam dan Pria tampan ini? Sungguh sangat menyebalkan!

Mata Ara yang sinis terarah pada saudara sepupunya sementara bibirnya terulas senyum yang dipaksakan karena ada orang lain disana dan Ara tidak mau bertindak brutal di hadapan pria tampan sepertinya.

Dari cara berpakaian dan pembawaannya, Ara dapat menebak kalau kehadiran pria ini pasti ada hubungannya dengan keluarga Prihadi, karena biar bagaimanapun juga, tidak mungkin orang seperti ini mau menemui Naraya. Kenal darimana mereka?

"Oh, ada tamu, silahkan masuk." Tante Utari yang baru saja menyadari kehadiran Raka segera bersikap manis, sepertinya dia memiliki pemikiran yang sama dengan putrinya.

Pria ini pasti ada sangkut pautnya dengan keluarga Prihadi.

"Naraya, kenapa kamu juga ada di luar? Ada tamu kenapa tidak dipersilahkan masuk?" Ucap Ara dengan nada suara kurang menyenangkan.

Bersamaan dengan itu, mbok Minah datang lalu membuka kunci gembok pagar rumah.

"Kamu habis pergi?" Tanya Ara lagi begitu menyadari situasi yang sebenarnya, tanpa member kesempatan Naraya untuk menjawab pertanyaan pertamanya lebih dulu.

"Kamu habis pergi keluar rumah dengan orang yang tidak dikenal?" Sergah tante Utari menimpali.

Raka menghela nafas, tidak menduga bahwa kedua ibu dan anak ini lebih buruk sikapnya daripada yang dia bayangkan. Tidak memiliki sopan santun sama sekali.

"Maaf saya belum memperkenalkan diri." Raka memotong ocehan Utari dengan memperkenalkan dirinya. "Saya Raka, assistant pribadi Pak Liam, saya di utus datang kesini untuk menjemput Naraya untuk makan siang bersama dengan pak Liam." Jawab Raka, separuh berbohong, separuh jujur.

Setelah bertemu dengan Liam, Raka memang mengajaknya makan siang, tapi tidak dengan Liam juga, karena setelah melihat Naraya menandatangi kontrak tersebut, Liam segera pergi untuk menghadiri meeting pentingnya.

"Oh, assistant pribadi pak Liam…" Tante Utari ber- oh ria sambil mengangguk- anggukkan kepalanya, senyum yang jauh lebih ceria kembali mengulasi bibirnya, tapi cara dia memandang Naraya tetap tidak berubah. "Seharusnya kamu memberitahu tante kalau kamu mau pergi, supaya tante tidak cemas!" Sergah Utari, mengomeli Naraya.

Naraya benar- benar ingin memukul kepalanya sendiri mendengar komentar tante Utari yang tidak masuk akal, bagaimana caranya Naraya dapat menghubungi tante Utari kalau nomor teleponnya saja dia tidak tahu?

Utari memang senang bercanda sepertinya.

Namun, biar bagaimanapun juga akan lebih aman bagi Naraya untuk mengiyakannya saja atau diam.

Dari balik pintu pagar, mbok Minah tersenyum pada Raka dan segera membantu Utari dan Ara membawakan kantong- kantong belanjaan yang terlihat berat dari tangan mereka.

Tanpa pusing, Ara segera memberikan seluruh belanjaannya itu pada mbok Minah dan melangkah lebih dulu ke arah rumah dengan mempersilahkan Raka.

"Tidak apa- apa, saya bisa sendiri." Ucap Naraya, menolak dengan halus bantuan yang ditawarkan Raka untuk menuntunnya masuk ke dalam rumah.

Raka hanya tersenyum ramah, walaupun Naraya tidak mau di bantu olehnya, tapi Raka tetap memperlambat langkahnya untuk berjalan beriringan dengan Naraya, memastikan kalau dia tidak tersandung apapun yang membuatnya terluka.

Ara yang melihat hal ini tentu saja sudah di kuasai dengan kekesalan yang memuncak. Dia tidak terima Naraya mendapatkan perlakuan jauh lebih baik daripada dirinya.

Di saat mereka semua sudah masuk ke dalam rumah, Raka duduk di sofa ruang tamu yang tadi siang ia tempati dengan di temani oleh Ara dan Utari sementara mbak Minah membuatkan minuman dingin untuk mereka dan Naraya kembali ke kamarnya.

"Boleh saya tahu apa tujuan pak Raka kemari?" Tanya Utari dengan sopan. Kalau pak Rafael yang datang, dia dapat menebak kalau Amira Prihadi pasti menginginkan sesuatu darinya, tapi kalau assistant pribadi Liam yang datang, Utari tidak dapat menebak apa alasan kedatangannya.

"Tidak ada yang terlalu penting." Jawab Raka sambil tersenyum dengan tenang. Karena Raka lah orang yang telah mencari informasi lebih jauh mengenai Naraya, sudah pasti dia tahu mengenai perlakuan tidak adil yang dilakukan keluarga ini pada gadis tersebut.

Kebetulan Utari dan Ara ada disini, jadi Raka akan sekaligus memperingatkan mereka, walaupun Liam tidak menyuruhnya untuk melakukan ini.

"Pak Liam hanya ingin mengobrol lebih jauh dengan calon isterinya." Raka sengaja mempertegas kata- kata 'calon isteri' di dalam kalimatnya, agar mereka tahu dengan siapa mereka akan berurusan apabila nekat melakukan tindak kekerasan lagi.

"Oh, begitu. Saya senang kalau akhirnya pak Liam bisa menerima keponakan saya." Utari berkata dengan kaku walaupun senyum menghiasi bibirnya, namun kelegaan yang sama tidak meraih matanya yang dingin.

Hal yang sama terjadi pada Ara yang sudah di liputi perasaan cemburu.

"Ada yang ingin saya tanyakan." Raka memulai. "Ini juga merupakan pertanyaan pak Liam." Sebenarnya Liam tidak pernah menanyakan hal ini. "Saya ingin tahu asal muasal dari memar- memar di tubuh Nona Naraya."

Seperti kejatuhan bom atom, dalam seketika itu juga ekspressi wajah Utari dan Ara berubah. Senyum manis di bibir mereka tidak lagi nampak dan digantikan dengan raut wajah yang terkejut.

Mereka tidak berpikir kalau Liam akan meminta untuk bertemu dengan Naraya dan tidak juga berpikir ada orang yang akan memusingkan luka memar, yang hampir pudar, di wajah Naraya akibat amukan Ara terakhir kali.

Sementara itu, menyaksikan air muka ibu dan anak di hadapannya berubah, Raka tersenyum dalam hati. Tebakannya benar, itu pasti ulah mereka.

"Saya hanya ingin mengingatkan saja, kalau pernikahan Nona Naraya dan Pak Liam akan di adakan kurang dari sebulan, jadi tolong beri tahu Nona Naraya untuk menghindari luka- luka seperti itu, karena keluarga Prihadi akan bertanya- tanya mengenai luka- luka tersebut dan menyelidiki hal ini."

Ucapan Raka secara tidak langsung merupakan ancaman bagi Utari dan Ara.

avataravatar
Next chapter