67 AKU BELUM MAKAN

Liam memperhatikan Naraya sambil bersandar pada pintu yang tertutup. Ekspresi wajahnya tidak menunjukkan apapun saat Naraya berdiri dengan hanya mengenakan dalamannya saja dan berganti mengenakan piyama yang ia telah berikan tadi.

"Liam…?" Dahi Naraya berkerut karena ia merasa ada seseorang yang tengah memperhatikannya, tapi ia sendiri tidak yakin. "Liam? Kamu masih disini?"

Naraya bertanya dengan suara yang ragu- ragu. Sangat aneh baginya karena berbicara sendiri.

Oleh karena itu, setelah tidak ada jawaban apapun dari Liam, Naraya memutuskan kalau itu hanya perasaannya saja. Mungkin karena dia berada di tempat yang baru maka dari itu dia masih merasa asing.

Setelah itu, Naraya naik ke atas kasur dan menarik selimut hingga ke dagunya.

Sementara itu, Liam mengerutkan dahinya, dia tidak mengerti mengapa ia memilih melakukan tindakan bodoh ini dan tetap berdiam diri disana.

Sungguh sangat tidak masuk akal apabila di katakan kalau ia sedang mengintip gadis ini, karena pada dasarnya ia sama sekali tidak mengintip, Liam melihat Naraya secara terang- terangan.

Seharusnya itupun bukan sebuah alasan bagi Liam untuk melakukan hal tidak masuk akal ini...

Liam berdiri diam untuk waktu yang cukup lama, baru setelah ia mendengar dengkuran halus yang sayup terdengar di dalam kamar yang tenang ini, Liam berjalan menghampiri Naraya.

Gadis itu tertidur dengan pulasnya tanpa memikirkan dunia. Mungkin karena ia terlalu lelah dengan acara hari ini.

Walaupun itu hanya sebuah pesta kecil, tapi bagi Naraya yang tidak terbiasa dikelilingi oleh banyak orang, maka tentu saja hal ini membuatnya gugup.

Liam berkali- kali mendapati Naraya menggenggam tangannya sendiri untuk menenangkan kegugupannya, tapi gadis ini sama sekali tidak complain atau mengeluhkan hal tersebut pada Liam.

Dia dengan tenang menghadapi semuanya.

Perlahan, Liam mengulurkan tangannya untuk merapihkan anak- anak rambut di sekitar wajah Naraya dan duduk di samping ranjang Naraya untuk waktu yang cukup lama.

Hingga malam semakin larut, barulah Liam beranjak pergi, meninggalkan Naraya sendiri…

# # #

Naraya terbangun ketika ia merasakan seseorang mengguncang bahunya dengan lembut untuk membangunkannya.

"Non Naraya… bangun…" Ucap sebuah suara wanita dengan lembut. "Sudah pagi Non… pak Liam sudah menunggu untuk sarapan."

"Hm?" Naraya bergumam, membuka matanya perlahan, tapi tentu saja entah matanya terbuka ataupun tertutup tidak akan ada bedanya untuk Naraya. "Jam berapa ini…?" Dia bertanya dengan suaranya yang serak.

"Ini baru jam 6 pagi Non, tapi hari ini kan Non Naraya kan akan pergi berbulan madu dengan Pak Liam." Ucap wanita itu lagi.

Walaupun Naraya masih mengantuk, dia bisa mendengar nada menggodda dari wanita ini dan Naraya sedikit tidak suka akan hal itu.

"Nama mbak siapa?" Tanya Naraya sambil mengucek matanya dan menguap. Dia merasa sangat lelah.

"Nama saya Ratihayati, panggil mbak Ratih saja. Nanti saya yang di tugaskan untuk menjaga Non Naraya." Ucap Ratih dengan sopan.

Sebetulnya Naraya ingin berkata kalau dia tidak perlu di jaga karena dia bukan anak kecil, tapi Naraya mengurungkan niatnya dan membiarkannya saja.

"Mbak Ratih." Sapa Naraya yang kemudian duduk dan turun dari ranjang.

"Iya, Non Naraya mau kemana?" Tanya Ratih. "Mau cuci muka dulu ya?"

"Iya," Jawab Naraya singkat.

Begitu melihat Naraya yang hendak turun dari ranjang, wanita itu segera menghampirinya dan segera membantunya untuk ke kamar mandi.

"Tidak perlu, saya bisa sendiri…" Gumam Naraya sambil melepaskan dirinya dari Ratih dengan halus, karena biar bagaimanapun juga dia tidak ingin menyinggungnya.

"Tidak apa- apa, mari saya bantu." Ratih sedikit memaksa.

Dia sudah diberitahu kalau isteri Liam nantinya memiliki kekurangan fisik, yaitu dia tidak bisa melihat, oleh karena itu Ratih sangat kasihan pada Naraya dan berusaha membantu gadis ini sebisa mungkin.

Namun, niat baik Ratih justru membuat Naraya tidak nyaman. Rasa kasihan seperti itulah yang Naraya tidak suka.

Dia merasa dirinya tidak berguna apabila dikasihani oleh orang lain karena kebutaannya, karena selama ini Naraya selalu mengerjakan segalanya sendirian dan dia mampu melakukan itu semua.

"Mari saya bantu." Ucap Ratih sambil membimbing Naraya menuju kamar mandi.

Sebetulnya, karena Liam sudah memberitahukannya semalam, Naraya sudah mengetahui letak posisi kamar mandi tersebut. Ini hanya masalah waktu saja sampai Naraya benar- benar merasa familiar dengan kamar yang ia tempati.

Tapi, karena Ratih bersikeras dan Naraya tidak enak untuk menolaknya terus menerus maka Naraya membiarkan Ratih untuk menuntunnya ke arah kamar mandi.

Karena biar bagaimanapun juga niat Ratih sebenarnya sangat baik, dia bahkan membantu Naraya untuk mengidentifikasi benda- benda di dalam kamar mandi tersebut dan memilihkan pakaian yang cocok untuknya.

Setelah itu, Naraya mengenakan pakaian yang di pilih oleh Ratih.

Ratih merupakan wanita berumur 30 tahunan yang sudah sepuluh tahun terakhir ini bekerja di rumah keluarga Prihadi, terutama di rumah kedua yang merupakan rumah yang akan ditempati oleh Liam setelah ia menikah.

Untuk selera fashion, Ratih bisa di bilang cukup lumayan membantu, dia memilihkan sweater berwarna kuning terang dan celana jeans yang santai untuk Naraya karena dia akan menempuh perjalanan yang jauh, jadi Ratih pikir akan lebih nyaman bagi Naraya untuk memakai sesuatu yang casual.

Naraya sendiri tidak complain mengenai apa yang Ratih pilih.

Setelah Naraya sudah segar dan rapih, Ratih kembali menuntun Naraya untuk menuju ruang makan yang berada di lantai satu.

Kali ini Naraya diam saja karena dia sendiri masih belum hafal letak- letak ruangan di rumah ini.

setelah mereka menuruni tangga, Ratih berbelok ke kiri dan membuka sebuah pintu yang Naraya kira adalah ruang makan, tapi ternyata bukan.

Mereka masih harus berjalan beberapa jauh lagi dan barulah Ratih membuka pintu yang kedua.

Ratih dengan telaten menarik kursi untuk Naraya duduk dan menyiapkan sarapannya yang berupa roti bakar dan segelas susu.

Setelah itu, Naraya tidak mendengar suara Ratih lagi.

Karena Naraya pikir Ratih telah pergi setelah menyediakan sarapan untuknya, Naraya tidak ambil pusing dan mulai meneguk susu yang ada di hadapannya.

"Kamu benar- benar akan mengacuhkanku?" Liam membuka suara dengan tiba- tiba dan mengejutkan Naraya.

Gadis malang itu hampir saja menyemburkan seluruh susu yang ada di dalam mulutnya karena terkejut, tapi Naraya memaksa untuk menelannya dan hal ini membuatnya tersedak.

Mau tidak mau Liam, yang duduk dihadapan Naraya, bangkit dari kursinya dan berjalan dengan tergesa- gesa untuk menghampiri Naraya.

Dia memijat lembut tengkuk Naraya dengan dahi berkerut. "Kamu gak apa- apa?" Tanya Liam ketika Naraya sudah baikan.

"Gak, makasih." Jawab Naraya ketus sambil mengusap bibirnya dengan kasar.

Kalau ia tahu Liam duduk tepat dihadapannya mungkin dia akan memilih untuk menyemburkan susu tersebut pada Liam karena kesalnya.

Haruskah Liam mengejutkannya saat Naraya sedang minum? Atau mungkin dia memang sengaja?

Melihat ekspresi Naraya yang cemberut, ada seulas senyum kecil di sudut bibir Liam. "Baguslah kalau begitu. Ayou berdiri, karena kita harus berangkat sekarang."

"Tapi, aku belum makan sama sekali!" Protes Naraya.

avataravatar
Next chapter