15 AKAN DIMULAI...

Naraya mengerutkan wajahnya saat mendengar kata- kata mbak Minah.

Lelaki seperti Liam Prihadi hanya akan menganggapnya sebagai mainan dan tidak lebih, sama halnya saat dia mempermainkan Naraya dengan ciuman tempo hari.

Liam bersikap seolah itu merupakan hal yang biasa saja bagi dia, namun tentu saja itu bukanlah hal yang biasa bagi Naraya dan Liam tidak menghargai hal itu.

Tetapi… terlepas dari itu semua…

Memikirkan kemungkinan Naraya bisa kembali bersekolah lagi setelah dua bulan tante Utari memaksanya berhenti dan juga kesempatan untuk terbebas dari tirani tante Utari dan anak- anaknya, seperti angin segar bagi Naraya.

Setidaknya, dengan menjadi istri Liam, dia tidak akan tersiksa seperti sekarang ini, benarkan?

Memikirkan harapan itu, Naraya mengangguk. Kata- kata mbak Minah ada benarnya. Daripada menghabiskan hidupnya di rumah Utari dengan menerima siksaan darinya dan tidak tahu kapan dia akan benar- benar di usir dari rumah ini, lebih baik dia mengadu takdirnya dengan menjadi istri Liam Prihadi.

Dia tidak akan rugi apapun bukan?

Kalaupun nantinya Liam tidak mengindahkannya dan mengacuhkannya, Naraya bisa terima. Karena pada dasarnya mereka tidak saling mengenal, jadi tidak perlu membicarakan cinta.

Saat ini, yang Naraya harus pikirkan adalah bertahan hidup dulu, memiliki tempat bernaung, pakaian untuk dipakai, makanan yang cukup dan orang- orang yang tidak akan memukulinya.

"Iya mbak Minah…" Ucap Naraya pada akhirnya, setelah berpikir panjang. "Naraya akan ke ruang tamu sekarang."

Mbak Minah tersenyum dan membantu Naraya untuk menuju arah ruang tamu. Walaupun dia tidak bisa membantu perempuan muda ini secara langsung, tapi dia berharap saran darinya akan membawa kebaikan bagi Naraya dan semoga keluarga barunya tidak sekejam Utari.

Sesampainya Naraya di ruang tamu, dia dapat merasakan kehadiran seseorang disana, itu pasti Raka.

"Pak Raka?" Sapa Naraya.

"Nona Naraya, apa kabar?" Sapa Raka kembali, dia beranjak dari sofa dengan niat untuk menolong Naraya tapi, perempuan itu telah menemukan sofa kosong dan kemudian duduk disana.

Naraya sudah hafal letak perabotan di rumah ini, oleh karena itu dengan mudah dia dapat menentukan dimana posisi Raka berada.

"Ada yang bisa saya bantu pak?" Tanya Naraya sopan.

Hal pertama yang Raka sadari adalah bekas memar di pipi kiri dan pelipis kanannya, sepertinya dia habis menerima siksaan dari keluarganya lagi.

Raka sudah menyelidiki tentang Naraya, oleh karena itu, tentu saja dia tahu perlakuan tidak adil apa yang Naraya telah alami selama tinggal di rumah ini.

Naraya hari ini hanya mengenakan kaos putih dan celana jogging warna abu- abu, rambutnya yang hitam dan ikal dibiarkan tergerai di belakang punggungnya.

Sebetulnya kalau Naraya menerima polesan sedikit lagi, kecantikan alaminya dapat membawanya bersanding dengan Liam.

Tapi, tentu saja itu tidak bisa menutupi kenyataan bahwa dia kehilangan penglihatannya yang membuat dirinya menjadi agak sedikit canggung apabila harus menjadi pasangan pengusaha yang memiliki kepribadian sedingin Liam Prihadi.

"Ah, ya…" Raka membersihkan tenggorokkannya, mengembalikan fokusnya pada tujuan awal kenapa dia datang kesini. "Saya kesini atas perintah pak Liam." Ucap Raka mengawali pembicaraan.

Sudah kuduga. Batin Naraya.

"Nona Naraya apakah ada waktu sebentar untuk ikut saya ke kantor? Ada yang pak Liam ingin diskusikan dengan nona Naraya. Tapi, karena kesibukan pak Liam, beliau tidak bisa datang langsung kesini untuk menemui nona Naraya." Raka menjelaskan alasan mengapa bukan Liam sendiri yang datang untuk menemui Naraya.

"Jadi pak Liam meminta saya datang untuk menemuinya di kantor." Naraya menegaskan agar tidak ada kesalah pahaman dalam pembicaraan ini.

"Benar." Raka mengangguk, mengiyakan pernyataan Naraya.

"Kapan?" Tanya Naraya.

"Sekarang." Jawab Raka sambil melirik jam tangannya, dia harus membawa Naraya ke kantor sebelum jam makanan siang berakhir, yang itu berarti dua jam dari sekarang, kalau tidak jadwal Liam akan kacau karena dia sedang sangat sibuk saat ini.

Dan hal itu bukanlah pertanda yang baik, karena Liam akan sangat marah kalau jadwalnya tiba- tiba tidak sesuai dengan yang telah dia rencanakan.

"Sekarang juga?" Naraya terkejut. "Saya ganti baju dulu ya."

"Baik, akan saya tunggu disini." Jawab Raka, dia bersyukur Naraya tidak mempersulit pekerjaannya dengan meminta penjelasan yang panjang dan melelahkan.

Raka hendak bangun dari sofa untuk membantu naraya, tapi sepertinya hal itu tidak perlu, karena Naraya bisa melakukan semua itu sendiri.

Oleh karena itu, Raka kembali duduk dan menunggu Naraya berganti baju.

Tidak butuh waktu lama bagi Naraya untuk kembali, karena sepuluh menit kemudian, Naraya dengan diantarkan mbak Minah telah kembali menemui Raka di ruang tamu.

"Kita pergi sekarang?" Tanya Naraya sambil mengarahkan tatapannya yang kosong ke arah sofa tamu.

"Iya, mari." Raka segera berdiri dan mengikuti langkah Naraya dan mbak Minah keluar dari rumah.

Naraya ternyata hanya mengganti celana joggingnya dengan celana jeans dan mengenakan jaket biru tua serta membawa tas ransel kecil berwarna biru juga.

Mbak Minah hanya mengantarkan sampai ke pintu pagar, sebelum dia berbalik dan menghadapi Raka. Raut wajahnya terlihat cemas namun juga sedikit senang.

"Pak Raka, tolong di jaga ya Naraya nya, soalnya dia sangat jarang keluar rumah." Mbak Minah berpesan pada Raka, kemudian perempuan paruh baya itu berkata pada Naraya. "Naraya jangan jalan- jalan sembarangan ya, nanti kalau kamu tersasar, pak Raka yang repot."

Naraya meringis saat mendengarnya. Bagaimana mungkin Naraya mau berjalan- jalan sendirian? Tapi, biar bagaimanapun juga itu adalah bentuk rasa khawatir mbak Minah pada dirinya, dan Naraya bersyukur masih ada orang yang perduli padanya.

"Jangan khawatir mbak Minah." Jawab Raka menenangkan. "Nanti saya sendiri yang akan mengantarkan Nona Naraya pulang."

Setelah mendengar itu, mbak Minah mengangguk dan melepaskan kepergian Naraya dengan Raka.

Sementara itu, Raka membantu Naraya masuk ke dalam mobil dan duduk di samping kursi pengemudi, dia juga membantu Naraya untuk mengenakan seatbealt sambil berkata 'maaf' sebagai bentuk permintaan ijinnya karena terlalu dekat dengan Naraya.

Naraya hanya bergumam dan membiarkan Raka memasangkan sabuk pengaman tersebut sebelum menyalakan mesin mobil dan melaju.

Sepanjang perjalanan, hanya diisi oleh suara music yang mengalun lembut dari audio mobil untuk mengisi keheningan, tapi baik Naraya ataupun Raka, tidak ada yang berbicara satu patah katapun.

Hal itu berlangsung sampai mereka tiba di tempat tujuan.

PT. Prihadi International memiliki gedung kantor setinggi 21 lantai, dan lantai teratas merupakan ruang kerja Liam Prihadi.

Sudah merupakan rahasia umum apabila kebanyakan dari pebisnis memiliki lift pribadi yang menghubungkan langsung ke ruangan kantor mereka, begitu juga dengan Liam.

Setelah memarkirkan mobil di tempat parkir khusus, Raka membantu Naraya untuk turun dari mobil, menuju lift yang akan mengantarkan mereka ke ruangan Liam Prihadi.

Dan dari sinilah semuanya akan dimulai…

avataravatar
Next chapter