54 ADEGAN YANG TIDAK PANTAS

Dengan wajah merah padam, Rachel segera melepaskan pelukannya di pinggang Liam seolah ia tersengat listrik, sementara pria tersebut masih dengan santainya menghembuskan asap tipis putih dari sudut bibirnya ke udara tanpa peduli akan Rachel.

Atau mungkin, sejak urusan ranjang mereka selesai, Liam tidak pernah menganggap Rachel ada.

Kemudian dengan air mata yang membasahi sudut matanya, Rachel segera merapikan dirinya dan menyambar semua barang miliknya yang tertinggal di hotel tersebut dengan gusar.

Rachel sangat marah pada Liam. Marah, karena perasaannya sama sekali tidak bersambut dan Liam tidak pernah menoleh kearahnya.

Seharusnya Rachel tahu untuk tidak berharap lebih pada pria ini.

Dengan hentakan yang cukup kuat, Rachel membuka pintu kamar hotel dan untuk terakhir kalinya mala mini, dia menoleh dan memandang punggung Liam yang bidang dengan tatapan yang dipenuhi dengan emosi yang rumit.

Sebelum akhirnya dia membanting pintu itu menutup lalu berjalan menjauh dalam langkah yang terburu- buru.

Di dalam kamar.

Setelah Liam mendengar suara pintu yang dibanting menutup, akhirnya dia mematikan rokkok di tangannya dan kembali ke kamar yang sepi.

Hanya ada Liam sendiri disini dan ia sudah terbiasa dengan rasa sepi ini bahkan ia telah berkawan dengan sunyi.

Jadi, hal seperti ini tidaklah lagi asing baginya.

Liam kemudian meraih ponselnya, jam di layar datar tersebut menunjukkan pukul 10.26 malam. Masih belum terlalu malam bagi Liam untuk tidur.

Dan sebagai penyandang insomnia, Liam tidak memiliki masalah sama sekali saat ia harus tidur hanya tiga sampai empat jam dalam sehari.

Saat Liam akan membuka laptopnya dan melanjutkan bekerja untuk menghabiskan malam panjang ini, layar ponselnya menyala, menunjukkan nama orang yang menghubunginya.

"Ya?" Ucap Liam tanpa 'halo'.

Di ujung lain telepon, suara Raka terdengar. "Pak, semuanya sudah siap untuk meeting dengan Ibu Amira besok." Lapornya.

"Termasuk hadiah yang saya persiapkan untuknya?" Tanya Liam tanpa rasa antusias.

"Iya pak." Jawab Raka kembali.

"Bagus." Dengan pujian itu, seulas senyum sinis muncul di sudut bibir Liam.

# # #

Pagi ini merupakan general meeting bulanan yang diadakan oleh para pemegang saham di Prihadi Corp. Meeting tersebut akan di adakan seharian, di mulai dari jam 10 pagi sampai selesai.

Dan dalam meeting ini, Liam secara khusus telah mempersiapkan sebuah hadiah kecil untuk ibu tirinya tersayang.

Yang pasti akan membuat siapapun yang melihatnya tercengang.

Tepat pukul 10 a.m rapat umum pemegang saham di mulai.

Liam, selaku pemegang saham tertinggi di perusahaan itu, duduk di kursi pimpinan, menatap sepuluh orang pebisnis yang telah berinvestasi cukup lama, mereka adalah para pemegang saham yang sama sejak Prihadi Corp, masih dipegang oleh Narendra.

Oleh karena itu setiap kali RUPS diadakan, suasan tidak terlalu tegang dan sedikit relax karena mereka telah melakukan hal ini dengan orang- orang yang sama berpuluh- puluh kali.

Di sisi kiri Liam adalah Raka, selaku pencatat jalannya meeting, sementara di sisi sebelah kanan Liam, Amira Prihadi duduk dengan pongah dalam balutan kemeja merah miliknya.

Meeting berjalan dengan lancar, sampai di penghujung sesi pertama hampir berakhir. Sesi ini akan di tutup dengan penjelasan dari Amira Prihadi.

Ia akan menjelaskan data statistic progress perkembangan perusahaan mereka dan untuk itu, Amira membutuhkan tampilan skema progress dengan menggunakan proyektor.

Beberapa saat kemudian lampu di dalam ruangan tersebut berubah menjadi temaram, satu- satunya cahaya terang adalah lampu sorot yang merefleksikan angka- angka dan kurva- kurva rumit yang akan dijabarkan lebih jauh oleh Amira.

Suasana sangat tenang, dan para pemegang saham tampak khusyuk mendengarkan penuturan Amira.

Namun situasi berubah ketika angka- angka keuntungan perusahaan berubah menjadi tampilan video yang menyuguhkan tontonan tak sepantasnya.

Ditambah dengan efek suara yang terdengar jelas, membuat kesepuluh pemegang saham tersebut terlonjak dari kursi mereka dengan gugup dan ekspressi wajah yang tidak bisa menutupi keterkejutan mereka.

"Apa… apa ini?" Salah satu pemegang saham mengerutkan dahinya, berusaha untuk tidak melihat adegan tak sennonoh di layar besar, sementara yang lainnya pun berusaha untuk tidak melihat hal tersebut, walaupun sangat tidak mungkin bagi mereka untuk menghindarinya.

Dan orang yang paling terkejut tentu saja Amira sendiri. Wajahnya pucat pasi ketika slide- slide presentasinya berubah menjadi adegan sensor.

Di layar besar, tampak seorang pria muda tengah membungkukkan tubuhnya di atas ranjang sementara pria lain yang tubuhnya jauh lebih kekar tengah 'mengerjainya' dari belakang.

Bukan hanya itu saja, ada beberapa pria di sekitar mereka berdua yang mengeluarkan kata- kata kotor untuk menyemangati pria dibelakang.

Adegan ini sungguh tidak bisa di terima.

"AARRGGHH!" Amira segera mendorong proyektor yang tidak salah apa- apa itu, jatuh ke lantai dengan suara berdentum yang keras. "APA- APAAN INI?!" Serunya dengan gusar.

Seketika itu juga lampu dinyalakan dan hampir seluruh ekspressi orang- orang yang hadir di sana sangat sulit untuk di cerna.

Nafas Amira naik turun karena emosi yang berusaha ia coba tahan. Dia belum pernah melihat hal seperti itu!

Dan yang membuat ia lebih terkejut adalah karena dia mengenal pria muda di dalam video.

Dia adalah Angga, sepupu Naraya yang ia bayar untuk mengirimkan video dan foto Naraya tak berbusana kepadanya, demi kepentingan balas dendamnya pada Liam.

Namun siapa yang menyangka kalau Liam akan melakukan hal semengerikan itu pada Angga?

Tatapan amarah Amira segera tertuju pada Liam, satu- satunya orang di dalam ruangan itu yang tampak tenang.

Pria itu balas menatapnya dengan tatapan seolah ia tidak berdosa akan apa yang terjadi barusan. Wow! Luar biasa!

Tapi, sebelum Amira dapat mengamuk disana, Liam sudah berdiri dan dengan suaranya yang dalam dan berwibawa, dia mengambil keputusan untuk Amira, karena ibu tirinya tersebut sedang tidak bisa berkata- kata.

"Pasti ada kesalahan teknis." Ucap Liam yang seketika itu juga membuat para pemegang saham berhenti untuk berbicara. "Kami akan mengeceknya. Untuk sementara waktu, silahkan meninggalkan ruangan rapat sampai pada sesi berikutnya." Ucap Liam, member gesture pada Raka untuk membimbing ke sepuluh orang yang masih shock tersebut keluar dari ruangan.

"Bagaimana, ibu?" Liam bertanya dengan nada mengejek, saat hanya ada mereka berdua di dalam ruangan. "Suka denan apa yang aku persiapkan?"

"Kamu!!!" Amira menunjuk wajah Liam dengan jarinya yang bergetar dan matanya yang berkobar dengan api amarah.

"Kecilkan volume suaramu ibu, atau orang lain akan mendengar." Liam tertawa kecil ketika melihat air wajah Amira berubah kembali.

Wanita paruh baya ini terlihat menakutkan, tapi tentu saja hal ini sama sekali tidak mengganggu Liam.

Pria itu justru berjalan mendekat dan berkata dengan nada suara yang pelan, sehingga hanya Amira lah yang dapat mendengarnya, walaupun mereka hanya berdua saja di ruangan itu.

"Lain kali kalau kau mau macam- macam denganku pikirkan lagi konsekuensinya." Ucap Liam dengan nada mengancam.

"Kenapa? Kamu jadi peduli dengan gadis buta itu?" Amira mengerahkan tenaga untuk memaksakan senyum sinis di wajahnya.

"Tidak. Tapi, kalau hal itu terjadi lagi, mungkin video berikutnya adalah mengenai dirimu dan selingkuhanmu." Liam tertawa kecil saat mengatakannya.

avataravatar
Next chapter