webnovel

Hari Pertama Di Akademi (3) - Ruangan Direktur Akademi

Mataku perlahan terbuka, aku bisa melihat lorong dengan sudut pandang seperti sedang berjalan mundur. Ada perasaan sedikit getaran di setiap langkah mundur tersebut.

Saat ini aku ada di … bahu seseorang? Kelihatannya aku diperlakukan seperti karung beras. Dibawa siapa aku ini? Ah ya, tadi ada seorang gadis yang berkata ingin menculikku.

"Sudah bangun?"

"Ya. Bisa biarkan aku jalan sendiri?"

"Tidak masalah."

Gadis yang datang kepadaku saat aku sedang makan siang tadi pun menurunkanku dari bahunya. Ia kuat juga, ya.

"…. Jadi, ke mana kita akan pergi? Kamu bilang ada seseorang yang memerintahkanmu untuk menculikku, 'kan?"

"Ya, ia adalah …. Ah, kita sudah sam– Kyaa!"

Karena ia mendadak berhenti berjalan di depanku, aku yang tidak tahu dengan yang namanya rem pun menabrak dirinya.

Untuk kedua kalinya … aku bertabrakan dengan seseorang– Ah, sepertinya ini lebih ke arah aku yang menabrak seseorang. Jadi tidak dihitung.

"Oh, maaf, apa kamu bisa berdiri?"

Aku segera menyingkir dari atas tubuhnya dan mengulurkan tangan, tetapi … rasanya agak aneh karena mengulurkan tangan pada punggung seseorang.

Ia lalu mengangkat tubuhnya perlahan. Membenarkan seragamnya yang memiliki lambang khusus di bagian dada, ia kemudian menundukkan kepalanya.

"M-Maaf karena tiba-tiba berhenti."

"Tidak, tidak. Akulah yang seharusnya meminta maaf karena tidak kenal dengan kata berhenti."

Selagi kami saling meminta maaf, pintu ruangan yang ada di dekat kami terbuka dengan suara decitan pelan.

"Astaga, kupikir ada masalah apa hingga terdengar suara berisik dari luar. Rupanya kalian. Cepatlah masuk."

Yang keluar dari ruangan itu adalah … gadis pendek dengan warna kulit coklat sedikit kemerahan. Ia mungkin terlihat seperti anak tujuh tahunan, tetapi nyatanya, halat umur kami adalah 200 tahun lebih.

Dari mana aku tahu? Yah, kemarin—hari minggu, aku datang ke akademi ini dan membicarakan beberapa hal dengannya.

"Direktur akademi …."

Gadis yang mengantarku ke sini tadi terlihat terkejut melihat Dwarf yang datang dari balik ruangan bertulisan "Direktur Akademi" di pintunya tadi.

Vampire itu menurunkan pandangannya sedikit dengan meletakkan telapak tangan yang dibalut sarung tangan ungu ke dada kiri hingga menutupi lambang khusus di sana kemudian berkata :

"Saya telah membawa orang yang Anda minta kemari."

"Ya, kerja bagus. Sekarang, ayo masuk ke ruanganku."

Si Cebol tadi berkacak pinggang.

"Siapa yang kauanggap cebol!?"

"Uh!"

Tendangannya pada kakiku terlalu kuat! Sakitnya enggak nahan! Namun yang jadi pertanyaan, bagaimana ia bisa membaca pikiranku?

"Sekarang, masuk ke ruanganku."

Ia seperti mengajak kami–

"Uh!"

"Berpikir macam-macam lagi, kau akan langsung kuterbangkan keluar dari gedung akademi ini."

Belum hilang rasa sakit di kaki kananku tadi, ia malah menambahnya dengan menendangnya kembali ke tempat yang sama.

Tetapi jika memikirkan diriku dilempar keluar gedung ini, itu pasti sangat menyakitkan. Meski aku yakin tidak ada luka yang terukir di tubuhku, jatuh dari ketinggian delapan tingkat itu mengerikan.

Omong-omong, lantai kami saat ini berada adalah lantai tujuh, lantai yang dipenuhi dengan ruangan para guru.

Yah, walau kurang satu lantai, itu tidak merubah bagaimana rasa sakitnya saat mencium tanah di bawah sana.

"Baiklah, waktunya ke ruanganku."

Ia seperti menyuruh kami–

Aku terbang keluar jendela.

◇ ◇ ◇

"Baiklah, selanjutnya …."

Si ceb–

"Ehem!"

Direktur Akademi bernama Thararfatalin Goldblade yang namanya itu bisa dilihat dari tanda nama yang ada di atas meja meletakkan kakinya di sana dan mengarahkan mocong pistol ke arahku.

Sungguh tidak beradab.

Kepalaku langsung ditembak dengan pistol asli itu. Untungnya, kepalaku tidak pecah karena suatu alasan. Namun tetap saja …. Rasa sakitnya itu, lho …. Benar-benar nyata.

"Anu, apa kamu baik-baik … saja?"

Begitulah pertanyaan khawatir yang keluar dari mulut gadis tinggi tadi yang sekarang duduk di sofa seberangku.

Kami dihalat oleh meja kaca yang di atasnya terdapat dua cangkir teh hitam dan tiga toples cemilan.

Meski merasa sangat ingin mencicipi rasa dari sesuatu yang ada di balik toples kaca itu, kami hanya bisa menatapnya diam-diam. Tidak ada yang berani di antara kami untuk membuka itu saat baru tiba di sini tadi.

Sebuah contoh buruk untuk menjamu tamu. Jangan mencontohnya, ya! Ini benar-benar tidak baik.

Baiklah, lupakan soal biskuit.

"Tenang saja, tidak usah panik, Roh Kontrak-ku bertipe pertahanan mutlak. Apa pun yang terjadi, tubuhku tidak akan lecet …."

Sayangnya, rasa sakit masih ada. Jadi aku hanya bisa terus-menerus merintih di dalam hati.

"Kalau begitu, sekarang …."

Si ceb– Ehem, Direktur Akademi mengganti tumpukan kakinya yang awalnya kanan di atas kiri menjadi sebaliknya.

Meski hanya dalam sekian detik, aku sempat melihat segi tiga hitam. Jangan tanya lebih lanjut lagi soal ini.

Omong-omong soal daleman, seperti wali kelasku tadi, ia memakai seragam berwarna dasar hitam, bercorak hijau tua. Rambutnya yang pendek berwarna merah gelap.

"Aku ingin kalian … anu …."

Apa? Apa? Aku saling pandang dengan gadis yang ada di seberangku sebentar dan mulai menajamkan pendengaran.

"Aku lupa. Tehee~"

Seketika aku menghela nafas lelah dan membuangnya. Makin lama, rasanya hidupku ini semakin tidak jelas arahnya.

"Haha! Mana mungkin aku mengatakan hal bodoh seperti itu? Jadi mari kembali serius, Elkanah, Valeria."

Cebol– Eh? M-Maksudku Direktur Akademi! Kini menatap serius pada kami berdua sebelum menatapku dengan tatapan tajam yang seperti ingin membunuhku kapan saja.

"… Aku punya permintaan pada kalian."

Membuang nafas setelah berhenti menatap tajam diriku, Ceb– Direktur Akademi berkata demikian. Kalian … itu artinya aku dan gadis di seberangku ini, ya?

"Apa yang Anda inginkan, Ceb– Direktur Akademi?"

Woah …! Nyawaku hampir melayang!

"Haaa …. Sebelum mengatakan apa yang kuperlukan pada kalian, aku ingin memberimu tugas yang lain terlebih dulu, Elkanah."

Membuang nafas untuk ke sekian kalinya, ia mengatakan itu dan turun dari kursinya, lalu berjalan ke tempat kami dan meletakkan sebuah peta di atas meja kaca.

"Seperti Valeria yang kuminta untuk menculikmu dan membawamu kemari, aku memintamu untuk menculik satu orang yang diperlukan dalam permintaanku ini."

"Hmm~ Baiklah, aku pernah menculik seseorang dulu. Aku memiliki pengalaman. Tapi memangnya sempat? Sebentar lagi lonceng masuk pelajaran kedua berbunyi, lho."

"Kaupikir siapa aku? Kalau untuk permintaanku ini, meliburkan kalian dari kewajiban pelajaran bukanlah masalah."

Libur, dia bilang?

""Hore!!""

Setelah aku dan gadis tinggi bernama Valeria saling pandang, kami bersorak gembira.

Akademi ini memberikan tiga jam pelajaran setiap hari kecuali sabtu minggu. Mendapat liburan di saat yang lain belajar keras benar-benar sebuah nikmat.

"Ah, benar juga. Aku rasa ada satu orang lagi yang cocok dengan permintaanku. Kau yang akan menculik dia, Valeria, maaf merepotkanmu lagi. Akan kuberitahukan rinciannya setelah ini."

"Baik!"

Valeria memberi hormat. Seharusnya … itu dilakukan setelah diberikan perintah. Yah, terserahnya saja.

"Jadi siapa orang yang harus kuculik itu?"

"Aku tidak akan menjelaskannya secara rinci orang yang kuminta untuk diculik dan dibawa ke sini karena pasti membuang terlalu banyak waktu. Yang pasti, dia tidak mengikuti kelas lagi karena sudah menyelesaikan seluruh pelajarannya dari kelas satu hingga tiga."

Hebat sekali orang itu.

Tempat yang ditunjuk oleh Ceb– Direktur Akademi adalah … Distrik Asrama, ya? Ternyata orang itu benar-benar tidak ada di gedung akademi karena sudah menyelesaikan pelajarannya di tahun ini.

"Sekarang, pergilah. Kembalilah ke sini lagi setelah menculiknya."

Next chapter