10 HANYA KAMU YANG TAHU

"Aku butuh sesuatu untuk di bawa," namun nampaknya, tangan kanan yang bernama Rouvin itu tidak paham apa yang di maksudkan oleh pria berambut hitam pekat disana, dirinya hanya diam dan tidak menjawab perintah dari Putera Mahkota.

"Apa kau tuli?" dia pun terkejut.

"Maafkan aku, Yang Mulia, aku tidak tahu apa yang Anda maksud," membungkuk.

"Jika seorang pria akan bertemu Lady, bukankah dia harus membawakan hadiah? Belikan Ophelia tiga pasang kalung dan anting emas berhiaskan batu di setiap detailnya, aku yakin dia tidak akan menolak," ucap pria berambut hitam di depan cermin besar yang ada di kamarnya.

"Baik, Yang Mulia," Rouvin dengan cepat langsung pergi bergegas untuk mencarikan hadiah puteri bungsu Duke Asclepias, Ophelia Violetta, seorang gadis lugu yang terlalu baik hati.

***

Suara dentuman keras terdengar dari arah ruang latihan sebuah Mansion, tepatnya di ujung Ibu Kota Oriana. Ilona Josephine, puteri kedua Count Marion ini sedang berlatih habis-habisan, dia suka sekali dengan latihan berat yang seharusnya tidak dilakukan oleh seorang Lady.

Ilona bahkan tidak suka jika diajak ke pergaulan kelas atas, saat ada jamuan minum teh di taman Mansion saja dirinya hanya melihat para Lady bercengkrama ria, tentu saja waktu itu ada Ophelia disana, bukannya menyapa calon adik iparnya, ia lebih memilih untuk pergi ke tempat latihannya di sekitar Mansion yang terletak di ujung Ibu Kota itu.

Suara napas gadis berusia tak jauh beda dari Ophelia terengah cepat, keringatnya bercucuran keluar dari wajah cantik miliknya. Theresia Fanny yang melihat hal itu merasa jijik, dirinya sangat heran bagaimana bisa adiknya sangat berbeda jauh dari dirinya, dan adik bungsunya. Sifat mereka juga bertolak belakang, Ilona terlalu cuek dengan keadaan sekitar.

Gadis berambut pirang bergelombang itu menatap sang adik kedua di sana, rambut hitamnya yang terikat pony tail itu terkibas kesana kemari tanpa henti, membuatnya sedikit merasa jengkel, "bisakah kau berhenti dari latihan konyolmu?" Theresia mendengus, "aku sangat risih melihat rambutmu, dan gerakan bodohmu."

Gadis berambut hitam lurus itu hanya menatap dingin kakak pertamanya sebelum mengatakan sesuatu, "jika Kakak tidak suka pergi saja dari sini, dan jangan lihat aku. Bukankah melakukan hal semacam itu sangat mudah? Kenapa Kakak harus marah-marah?"

Theresia sudah terlalu geram, ia menekan gigi gerahamnya sampai berbunyi, Ilona yang mendengar hal tersebut merasa ingin tertawa sekeras mungkin, namun ditahan olehnya, "Pfft, sekalian saja patahkan gigimu, Kakak."

"Ilona, apa kau gila!!!" Theresia mengenakan gaun yang terbilang ribet, akan tetapi dirinya tidak peduli, dan berlari ke arah adik keduanya, suara teriakan lain terdengar dari lantai kedua Mansion Count Marion, "KALIAN BERDUA, SUDAH CUKUP!" suasana berubah menjadi dingin, tidak ada yang berani untuk berbicara, bahkan pelayan yang sedang lewat, dan berjalan pun mengerti, jika berbuat sedikit saja kesalahan maka mereka akan langsung di keluarkan sekarang juga dari Mansion itu.

Seorang pria turun dan menghampiri kedua Puterinya, Tuan Count Marion baru saja pulang dari istana, "sampai kapan kalian akan bertengkar?!" bentak sang ayah di hadapan kedua puterinya.

Ilona terlihat bodoamat namun tidak untuk Theresia, dia memberontak dan melawan, dia tidak mau di salahkan atas tindakan yang baru saja akan dia lakukan.

"Jika aku masih melihat kalian bertengkar, aku tidak akan segan memasukan kalian ke sekolah asrama khusus untuk para bangsawan, di sana kalian akan mendapatkan didikan yang lebih baik, belajar tata krama, dan sopan santun serta mengasah ilmu pengetahuan kalian! Apa kalian mengerti?!"

Keduanya hanya terdiam, gertakan itu tidak cukup membuat keduanya merasa bersalah, di antara keduanya tidak ada yang mau di salahkan karena mereka sudah merasa cukup benar.

"Theresia, cepat kau pergi ke ruang belajarmu, guru sejarah akan segera tiba, dan kau malah menganggu adikmu?!" Tuan Count sepertinya sudah terkena darah tinggi, "Ilona, cepat kau ganti pakaianmu dan hadiri kelas tata krama Lady sekarang juga!"

"Apa?! Apakah ayah sungguhan, aku sangat membenci kelas itu!" raut wajah gadis berembut hitam nampak sangat masam, dirinya sangat membenci kelas tata krama.

"Kau akan menjadi seorang duchess, bagaimana bisa tidak tau tata krama menjadi Lady yang baik! Kurangi latihanmu itu," dengan tegasnya Tuan Count mengatakan jadwal yang seharusnya dikatakan oleh pelayan di Mansion miliknya, dirinya langsung berbalik pergi meninggalkan kedua puterinya di tempat.

"Cih merepotkan, kenapa Pak tua itu harus pulang sekarang," ucap Theresia.

"Walaupun begitu dia tetap Ayahmu, dasar tidak berguna," Ilona menyeringai, mata Theresia sepertinya sebentar lagi akan lepas dari tempatnya.

***

Bertumpuk-tumpuk buku terpajang di atas rak perpustakaan, tersusun rapi sedap di pandang, sangat bersih bahkan tidak ada satupun debu yang menempel di sana, luar biasa pikir Ophelia.

Di ikuti oleh seorang pria di belakangnya, ia berjalan santai mencari sebuah buku di perpustakaan bangsawan itu, Ophelia mulai tak nyaman, sudah berjam-jam dirinya berpura-pura menjadi Lady, gaun biru cantik yang menggembung seperti balon itu ingin segera dirobek jika sudah sampai di rumah nanti.

"Siapa yang membuat ide gaun seperti ini?" pikirnya dalam hati, itu tidak mudah baginya, karena Violet datang dari masa depan, dirinya belum pernah sekalipun memakai gaun menggembung seperti di abad pertengahan, apalagi ini harus di kenakan untuk gaun sehari-hari, jika dikehidupan sebelumnya di suruh memilih, dia akan lebih pilih pengenakan celana daripada rok.

"Nona, apakah Anda baik-baik saja?" pria berambut putih perak itu bertanya pada Ophelia yang sedaritadi terlihat bergerak terus-menerus karena tidak nyaman.

"Aku tidak apa-apa, hahaha," sungguh omong kosong, batinnya ingin segera pulang, namun setelah ini dia masih ada pertemuan dengan Putera Mahkota, dirinya perlu mental baja jika bertemu bedebah Oriana itu, "Bagaimana bisa Yang Mulia Raja menjadikan anaknya yang seperti itu Putera Mahkota?!" batin Violet, wajah Ophelia terlihat tertekan ketika memikirkan itu.

"Aha! Ketemu," wajah yang tertekan berubah menjadi suasana cerah bak mentari di pagi hari, gadis berambut merah kecokelatan telah menemukan buku yang ia cari.

Buku tentang masyarakat Oriana ternyata tersedia di perpustakaan ini, tidak sia-sia rasanya Ophelia datang kemari, dengan perasaan gembira itu gadis bermata emerald dan pria berambut perak mencari tempat duduk di sana.

"Sebelumnya, Tuan... Kita belum berkenalan secara benar, iya kan?" tersenyum ramah.

Pria itupun membalas dengan senyuman tipis sembari membuka lembaran buku yang sudah ia ambil tadi, "kamu benar, Nona... Kita belum berkenalan," pria itu berkedip dan menatap lembut Ophelia di depannya. Ophelia masih mempertahankan senyumannya.

"Biarkan aku duluan yang memulai," pria itu lantas berdiri dari kursinya, tangan kanannya di letakan di dada bagian kiri dan dengan sopan dirinya menyebutkan nama, "namaku Loukas Voorst De Meadow, sebuah keberuntungan aku bisa bertemu dengan Nona secara normal di tempat ini."

"Tuan Loukas... Aku juga sangat senang bisa bertemu denganmu walaupun secara kebetulan," Ophelia juga berdiri dari tempat ia terduduk di perpustakaan itu, gadis bermata emerald kini gantian memberikan salam seorang Lady, dan menyebutkan namanya secara anggun, "perkenalkan, namaku Ophelia Violetta Asclepias... Panggil saja namaku Violet"

"Salam kenal, Nona Violet. Kamu bisa kembali duduk," mengulurkan tangan kanannya untuk membantu Ophelia duduk di kursinya.

"Baiklah... Tuan Loukas, mari kita mulai membicarakan soal negosiasi denganku."

***

Jubah hitam berlambang pedang dan dua ekor kuda dengan detail bunga asclepias melambai-lambai tertiup angin di sebuah perbatasan, Kakak tertua Ophelia, Orion, dirinya tengah bertemu dengan seseorang disana. Di bilang merencanakan sebuah bisnis itu tidak, mereka hanya sedang merencanakan kapan bisa bertemu di waktu yang senggang.

"Yo, lama kita tidak bertemu, bagaimana dengan kabarmu?" Ucap seorang pria yang di temui oleh Orion.

"Kabarku baik-baik saja, Lyon juga sangat sehat," jawabnya.

"Ah... Bagaimana dengan adik perempuanmu? Seingatku kau punya adik bukan?" matanya bermain, terlihat nakal, Orion sebagai Kakak tidak tinggal diam, dirinya sudah melakukan ancang-ancang akan mengeluarkan pedang.

"Wow.. Wow... Wow... Santai kawan, jangan seperti itu padaku, aku hanya bercanda, sekarang aku akan serius menanyakan ini, bagaimana kabar adik perempuanmu?" bertanya sekali lagi dengan sungguh-sungguh.

"Adikku baik-baik saja," Orion tersenyum lega, namun senyuman itu sedikit demi sedikit berubah karena dia teringat kalau Ophelia baru saja kembali beberapa minggu lalu.

"Kenapa dengan wajahmu?" bertanya karena penasaran apa yang terjadi.

Orion menjawab dengan perasaan dan napasnya gusar, "Ophelia menghilang, dan dia baru saja kembali beberapa minggu lalu."

"Baguslah, bukankah kau harusnya senang mengetahui hal itu?" pria yang di temui Orion terlihat bingung, ada apa dengan sahabatnya.

"Dia tidak seperti Ophelia yang dulu, sifatnya sangat berubah, dia terlihat jauh lebih kuat dibanding sebelumnya," perasaan sesal.

"Adakah masalah dengan itu? Bukankah bagus dia jadi lebih kuat."

Orion menatap sahabatnya dengan mata penuh harap, "aku tau, akan tetapi aku jadi tidak bisa melindunginya sesering dulu, kan? Hahaha."

avataravatar
Next chapter