19 Tanya Langsung

Adzan subuh membangunkan Januar dari tidurnya. Tidak seperti biasanya, Ia tidak langsung bangkit dari tidurnya itu. Kali ini seorang Darren Januar Winata bangun dengan kondisi overthinking, karena sebuah komentar di menfess twitter.

Januar menepuk pipinya keras-keras, "Fokus Jan! Jangan kekanak-kanakan. Kerjaan Lo banyak!" serunya pada diri sendiri.

Januar kemudian bangkit, mencuci mukanya, dan berwudhu. Mahasiswa TI itu kemudian bergegas menuju masjid setelah membangunkan teman-teman satu kosnya yang muslim itu untuk melaksanakan ibadah di pagi hari.

Selesai shalat dan beberapa ritual pagi, Januar sudah siap untuk berangkat ke kampus. Ini hari jumat, jadwal kuliahnya sedikit longgar, tidak ada praktikum.

"Sarapan Jan," tawar Jevan yang sedang memakan roti dengan segelas susu UHT seperti biasa.

"Iya," jawabnya singkat. Januar kemudian memanggang dua keping roti dalam pemanggang, lalu menuangkan susu UHT ke gelasnya.

"Suntuk amat?" komentar Jevan setelah melihat ekspresi Januar yang tidak biasa.

Januar mengusap wajahnya kasar, "Iya abis rapatin oprec kemaren," jawabnya sedikit berbohong.

Jevan mengangguk, kemudian Ia berkutat pada ponselnya.

"Eh Jan, Lo kenal Bang Haikal anak Tekpang gak? Yang exchange ke Jerman," tanyanya.

Januar seketika membulatkan matanya, kebetulan sekali, kenapa Jevan harus bertanya soal Haikal, orang yang membuat pria itu kusut pagi ini.

"Iya kenal. Kenapa?"

"Ada kontaknya gak? Gue mau tanya-tanya soal exchange juga,"

"Oh, ada. Ntar Gue kirim," ujar Januar sembari mencari kontak itu di ponselnya.

"Udah Gue kirim,"

"Oke, thanks,"

Januar akhirnya memberanikan diri bertanya lebih lanjut, "Lo kok tau Bang Haikal?"

"Dia terkenal, sering jadi speaker conference, pembicara seminar beasiswa juga,"

"Adri kenal banget tuh sama dia," lanjut Jevan membuat Januar melirik cepat padanya.

"Oh ya?"

Jevan hanya mengangguk. Jevan tidak sadar ucapannya itu membuat Januar kembali overthinking.

"Ya wajar sih, satu background," batin Januar.

Januar kemudian berpamitan pada Jevan untuk berangkat duluan. Sebelum menjalankan mobilnya, Januar tampak berpikir sejenak.

"Oke, daripada negative thinking, mending Gue tanya ke orangnya langsung,"

Januar merogoh saku jaketnya, lalu mengetikan beberapa pesan pada Adri.

[WhatsApp]

(Darren Januar W)

Dri, ada waktu siang ini?

Mau ngajak makan siang bareng abis jumatan. Bisa?

*****

Jam sebelas siang, Adri baru keluar dari kelas terakhirnya bersama Theo dan Yola. Adri bersama Theo hendak menyelesaikan beberapa hal, termasuk meeting penelitian bersama Jevan. Sementara Yola seperti biasa, Ia sibuk dengan urusannya sebagai Bendahara HIMA Tekpang.

Adri mengaktifkan koneksi internet ponselnya begitu mereka baru berjalan beberapa langkah keluar kelas. Dua pesan dari Januar masuk, Ia segera membacanya.

"Eh Yo, meeting sama Jevan jam dua kan?" tanyanya setelah membaca pesan Januar.

"Iya, jam dua. Kenapa?"

"Enggak, Gue mau ketemu someone dulu," jawabnya datar bahkan setelah mengucapkan kata 'someone'. Padahal, bukankah itu semacam sebutan spesial? Oh tidak, ini Adri, dia berbeda.

[WhatsApp]

(Darren Januar W)

Dri, ada waktu siang ini?

Mau ngajak makan siang bareng abis jumatan. Bisa?

(Adriana Gerrie)

Ada, Aku free sampe jam 2

Makan dimana?

"Yaelah siapa nih someone nya? Januar?" goda Yola.

"Kepo amat," jawab Adri singkat.

Theo menggelengkan kepalanya, "Rahasia aja teroos rahasia. Kenal Lo sembilan tahun tapi gatau apa-apa, itulah Gue," protes Theo untuk kesekian kalinya.

"Nah, bener tuh Yo. Biasalah!" timpal Yola mendramatisir, mengikuti nada bicara anak kecil yang sedang viral di medsos belakangan ini.

"Yaudah kan tanpa Gue kasitau juga Lo pada udah bisa nebak. Efektif dikit kalo mau nanya," ujar Adri sarkas.

"Ashiapp, efektif dan efisien. Baik bu dosen!" canda Yola yang disambut tawa oleh Theo.

Ponsel Adri bergetar, tanda pesan masuk.

[WhatsApp]

(Adriana Gerrie)

Makan dimana?

(Darren Januar W)

Kantin FT aja, Kamu tag dulu tempatnya. Aku jumatan agak jauh, jadi lama.

(Adriana Gerrie)

Okee

****

Sudah lima belas menit Adri duduk di kantin FT yang mulai kembali padat setelah jam shalat jumat berakhir. Adri memainkan game Orbit di ponselnya sembari menunggu Januar kembali dari shalat jumat.

Tak lama kemudian, seseorang menaruh jaket dimeja tempat Adri duduk.

"Udah lama? Maaf jadi nunggu," ujar pemilik jaket itu. Januar.

"Engga kok, Aku juga baru selesai shalat," ujar Adri.

"Kamu umur berapa sih?" tanya Januar tiba-tiba.

"20, kenapa?"

Januar menunjuk game yang sedang dimainkan Adri, "Mainanmu itu loh, mirip-mirip kodok Zuma,"  ujarnya sembari tertawa.

"Aku kalo bosen main ini,"

"Oh jadi bosen dong nunggu?"

"You think?"

"Katanya enggak lama nunggunya,"

"Emang gak lama, cuma Aku bosenan orangnya,"

"Oh gituu," ujar Januar sembari tersenyum manis.

"Katanya mau makan?"

"Iya, kita mau makan,"

"Kenapa gak pesen?"

"Iya juga. Tapi kenapa kamu gak pesen juga dari tadi?"

"Aku gatau kamu mau makan apa,"

"Emang kamu gak makan siang?"

"Kan katanya makan bareng,"

"Iyasih. Yaudah, makan soto mau gak? Pake nasi,"

"Boleh,"

"Minumnya apa?"

"Gak usah, Aku bawa minum,"

"Oke, Aku pesen dulu,"

Januar kemudian memesan makanan untuk mereka berdua. Tak lama kemudian, Ia sudah kembali ke mejanya bersama Adri.

"Kaget gak Aku ajak makan siang?" tanya Januar begitu Ia sudah kembali duduk.

Adri menggeleng, "Enggak, kenapa harus kaget?"

"Yah, barangkali," ujarnya.

"Sebenernya ada yang mau Aku tanya ke kamu," lanjutnya berubah serius.

"Apa itu?" tanya Adri sembari memasukkan ponselnya kedalam tas. Sekarang tidak ada ponsel diantara mereka berdua.

"Pertama, kalo bicara soal status, kita udah bukan ada di level temen atau sekedar pendekatan ya Dri. Aku mau kita terbuka soal itu, dan kedepannya terbuka untuk segala hal," ujar Januar mengawali pembicaraan pentingnya. Emang dasarnya Ketua BEM, disaat seperti ini saja Ia seperti sedang memimpin rapat.

Sementara itu, Adri mengangguk setuju.

"Soal menfess FT. Apa kamu udah tau kalo kita diomongin kemaren?"

"Ya, Aku tau,"

"Terus gimana? Kamu terganggu gak dengan itu? Kalau kamu terganggu, Aku bisa ngomong sama adminnya, dan ke pengirimnya langsung biar itu gak terjadi lagi,"

Adri menggeleng, "Gak perlu sejauh itu Jan, atensi orang itu gampang teralihkan. Berita-berita kayak gini paling juga bertahan beberapa hari, habis itu mereka lupa. Biarin aja," jawabnya.

Januar mengangguk paham, "Oke, tapi kamu harus janji, kalo misalkan ada sesuatu yang ganggu kamu, bikin kamu gak nyaman, tolong bilang ke Aku ya, jangan dipendam sendiri," ujarnya lembut.

Adri ditempatnya mendadak salah tingkah.

"Aku gak bisa janji, tapi Aku usahakan buat itu,"

"Kenapa kamu gabisa janji?"

"People changed Jan, Aku atau Kamu, siapapun bisa berubah, sementara janji itu kekal, urusannya sama Tuhan,"

"Oke. Aku paham,"

"Kenapa kamu tiba-tiba bahas ini?"

Meninggalkan ragunya, Januar akhirnya berbicarakan sesuatu yang mengganggu pikirannya sedari pagi itu.

"Kamu kenal Bang Haikal?"

Adri terdiam. Ekspresinya tidak bisa dijelaskan, membuat Januar sedikit bingung.

"Dri?"

"Eh. Iya, kenal. Kenapa emangnya?"

"Kamu deket sama dia?" lanjut Januar berhati-hati.

"Lumayan,"

"Gak ada maksud apa-apa sih, cuma kemaren liat komenannya di twitter soal postingan di Menfess. Kayaknya kalian deket ya, terus ..."

"Terus?"

"Terdengar childish, tapi Aku kepikiran sedekat apa kalian,"

Adri kembali terdiam.

"Aku nanya ini karena Aku menganggap komitmen kita untuk lebih dekat satu sama lain itu serius Dri,"

avataravatar
Next chapter