3 Zudikas, Chasseur Resident

Suasana tempat itu begitu mencekam. Genangan darah yg begitu kental ditambah bau anyir yg kuat membuatnya terpaku. Ia menatap sekelilingnya yg penuh dengan reruntuhan dan debu abu yg beterbangan.

"bersiap untuk serangan gelombang 2!!"

Ia tersentak mendengar gaungan suara itu dan mendapati sekitar 10 orang berjajar tak jauh didepannya, menodongkan senjata persis kearahnya.

Suara tembakan yg susul menyusul itu langsung memekakkan telinga. Dengan refleks ia mengambil ancang-ancang dan berlari kearah mereka sambil menarik sebilah pisau perak.

Pisau itu lebih mirip seperti pisau dapur biasa.

Disaat itu, terdengar suara lirih yg begitu menyeramkan

Bunuhlah! BUNUH MEREKA!!

________•••••_________

Cahaya matahari yg menyusup dari celah jendela itu sukses membuat Rhion mengerjap. Ia terbangun dan segera duduk di tepi ranjang. ia mengusap wajahnya pelan. masih tertinggal serpihan mimpi yang membuatnya gemetar.

Mimpi yang menyeramkan.

"ah, aku harus buat mahkota bu-"

"sudah bangun?"

Rhion yg masih setengah tidur menoleh kearah suara. Mendapati ada sosok laki-laki di dekatnya membuat Rhion spontan berteriak.

"maafkan aku, maafkan aku, maaf-"

"eh, tunggu dulu Ion! tenang!"

Rhion langsung terdiam dengan wajah memerah. Ia segera bangkit dan membungkuk dalam ke arah laki-laki yang masih kaget dengan tindakannya.

"maafkan aku!!"

"sepertinya kau masih lelah karna kejadian kemarin, bukan?"

"kemarin?"

Rhion berpikir sejenak dan menatap laki-laki itu. kemudian, ia mulai bisa mengingat semua yang telah terjadi.

"tuan Yuu (?)". sebut Rhion

"tolong panggil aku kak saja ya?"

Rhion memiringkan sedikit kepalanya "kak... yuu?"

"ah, itu lebih bagus!". ujarnya yang diakhiri dengan tawa. setidaknya, hal itu berhasil menghilangkan sedikit kegugupan Rhion.

"sungguh mengejutkan untuk seseorang yg sudah berumur 300 tahun dipanggil 'kakak' seperti itu."

Axel berdiri persis didaun pintu memperhatikan 2 orang disana dengan tatapan dingin. Yuu yang menoleh langsung protes.

"hoo.... asal kau tau, begini-begini wajahku jauh lebih mudah darimu!!"

"bilang saja kau tak mau dipanggil kakek lebih cepat". timpal Axel lagi

"apa maksudmu, huh!!?"

"anu..."

"ah, ya ampun! Aku benar-benar melupakanmu gara-gara si biru sialan disana. Kau pasti lapar kan? Sekalian keliling bagaimana?"

"terimakasih. tapi sebelum itu...."

"ah? jika kau menanyakan tempat ini, aku tak yakin apa bisa menyebutnya kamar.". Axel yang menjawab. ia menunjuk kearah Yuu. "ini kamarnya"

Yuu memanyunkan bibirnya. "sialan kau, Axel"

"benarkah? aku benar-benar minta maaf sudah merepotkan"

"aduh, kenapa kau ini selalu minta maaf? tenang saja!". ujar Yuu. "ayo turun"

Yuu bangkit dari duduknya, di susul Axel yang berjalan lebih dulu ke bawah. Rhion. merapihkan sedikit baju dan rambutnya dengan jari kemudian berjalan keluar dari kamar.

Persis ia keluar, ia terpana melihat sebuah tempat yang cukup mewah untuk disebut sebagai 'rumah'. Dengan cat putih yg dipadu dengan biru cerah, membuat suasana rumah itu menjadi sangat bersahabat. Ia mengedarkan pandangannya dengan kagum. melihat ekspresi itu, mendorong Yuu untuk memperlihatkan lebih banyak lagi pemandangan pada Rhion.

"diluar akan lebih mengejutkanmu, Ion!"

Persis Yuu membuka pintu, Rhion seakan dihujani dengan pemandangan yang ia yakini hanyalah mimpi semata, kini benar-benar didepan matanya dan nyata.

"selamat datang di markas kami, para Zudikas, Chasseur Resident!"

Rhion berlari kecil menuju halaman rumah agar bisa melihat semuanya hingga jelas. Matanya tak henti-henti takjub melihat deretan rumah besar dan kedamaian sangat terasa disana. Hiruk pikuk orang-orang yg berbincang bahkan ada yg tertawa lepas, membuatnya berpikir bahwa tempat ini pasti tidak seperti tempatnya sebelumnya.

melihat reaksi polos itu membuat Yuu tak berhenti untuk tersenyum. bahkan ia tak menyadari reaksi Axel yang menatapnya seakan berkata -apa-dia-itu-anakmu.

"nah, Ion! Mau makan atau-"

"tolong pandu aku keliling!". potong Rhion segera.

Yuu sedikit terkejut dan tertawa kecil. ia menoleh kearah axel. "tolong ya?"

Axel hanya balas menatap dan berjalan menghampiri rhion. Sementara Yuu masih berdiri disana hingga mereka didepan sana sudah mulai jauh.

persis Yuu akan kembali masuk, sebuah cahaya kecil berbentuk bola putih muncul persis didekat telinganya.

"sudah kau dapatkan?". suara parau keluar dari bola itu. Yuu melirik sejenak.

"apa kau yakin dia orangnya?"

"bukankah axel juga mengatakan hal yg sama?".

"begitu ya? Tapi, ia tak terlihat seperti itu lho, kau yakin?"

"apa benda itu ada padanya?"

".....tidak"

"kita akan bicarakan ini setelah kau membawanya ke ruanganku nanti."

"baik, tuan"

bola kecil itu pecah meninggalkan Yuu yang masih bergeming. ia menoleh kebelakang dengan tatapan bingung dan risau.

"benarkah anak itu dia?". gumamnya.

_______••••_______

Disepanjang jalan, Axel terus menjelaskan banyak hal tentang perumahan pada Rhion. meski memang wajar menjelaskan hal tersebut pada pendatang, namun baginya anak ini seperti sedang menggali informasi dengannya. seperti ia tidak akan berhenti bertanya sebelum jawaban itu memuaskannya.

ia tahu itu karna sorot mata Rhion yang mengatakannya. rasa penasarannya itu benar-benar membuatnya tak berkutik.

"Chasseur Resident terdiri atas 4 blok yang diisi oleh masing-masing ras yang sudah ditempatkan. Pada dasarnya semua penduduk ditempat ini berasal dari kota yang berbeda-beda. Lebih pas nya mereka senasib sepertimu." jelas Axel.

"satu-satunya orang yg selamat ya?"

"begitulah". Axel menghela napas. ia bertanya terlalu banyak, bahkan hal kecil sekalipun ditanya juga batinnya. ia kembali teringat beberapa menit lalu Rhion bertanya mengenai apakah ada pasar di Chasseur Resident.

"meski tidak semuanya. Tapi entah kenapa, aku merasa harus bisa menerima semua ini."

mendengar gumaman itu membuat Axel melirik. kini wajah yang tadi sumringah itu berubah menjadi tatapan kosong dan senyum datar.

Dia hanya masih terlalu shock. pikir Axel.

ada kesunyian diantara mereka selama beberapa menit, sebelum akhirnya Rhion kembali menatap Axel dengan 'mata penasarannya'. menyadari hal itu, Axel menghela napas di balik jubahnya

"ngomong-ngomong kenapa tempat ini dinamai chasseur?"

"karna sifat semua penghuninya seperti itu (?)". jawab Axel.

"hanya itu?". tanya Rhion lagi.

sejujurnya, Axel bukanlah orang yang banyak bicara. terlebih ia tak suka juga bicara banyak. selain melelahkan ia juga malas. karna itu, Rhion adalah orang pertama yang membuatnya bicara sebanyak ini.

dan juga, orang pertama yang tak bisa ia hindari.

Axel kembali menatap kedepan. "Semua penduduk disini adalah hunter. Terlebih karna tempat ini sangat kental dengan sosok dewa agung Huitzilopochtli yg menurut sejarah adalah dewa perang dan dewa matahari yg hebat. meski aku tak tahu apa hubungannya dengan tempat ini. mungkin mereka hanya menyukainya karna ia dewa perang saja."

"begitu..."

Mereka kini berada disebuah pasar yang ada di blok 3. Hampir semua orang disana melihat mereka dan sesekali membungkuk dalam kepada Axel. melihat pemandangan itu membuat Rhion spontan melirik Axel.

Sepertinya dia orang penting disini. Aku tidak boleh bersikap sembarangan. pikirnya.

Axel yang sadar dipandang, menoleh kearah rhion.

"ada apa? apa masih ada yang mau kau tanya lagi?"

"eh...itu..."

"tanyakan saja. berkatmu, aku jadi sudah terbiasa bicara banyak"

"eeh..."

Memang sebenarnya masih banyak yang ingin Rhion tanyakan. termasuk apakah Axel mengenalinya atau tidak. terlebih saat kejadian ia dibawa pergi kemarin, waktu Axel mengatakan kalau dia melihatnya di suatu tempat. namun, ia memutuskan untuk tidak menanyakan hal itu. lagipula saat ini ia sedang mati-matian menahan rasa takut-gugupnya.

"ngomong-ngomong, apa namamu itu hanya Rhion?". akhirnya, Axel yang bertanya.

"em.. tidak. namaku Rhionna Sa.."

Rhion terhenti dan sedikit mendekat kearah Axel. Mengingat sejarah aneh yang ada pada nama marganya, ia mendekat untuk berbisik padanya.

"....Sakovich"

Axel terpaku di tempat. ia menatap Rhion yang jadi gugup karna ditatap. cukup lama Axel terdiam hingga ia memutuskan untuk kembali berjalan. ekspresinya yang datar membuat Rhion tak tahu harus bereaksi apa.

"kau... apa kau tau sesuatu?". tanya Rhion setelah berhasil menyamakan langkahnya.

"klan yang hancur karna pembantaian. yah, hal itu masih sangat tidak jelas kebenarannya."

benar sekali, Klan yg tidak jelas. Rhion membenarkan dalam hati.

"mumpung sekarang kita di blok ini, aku ingin kau mengenal seseorang. meski ia sedikit menyebalkan. kau mau?"

Rhion mengangguk. "u... um!"

Setelah berjalan beberapa menit, mereka sampai disebuah rumah yang disetiap kiri dan kanan halamannya penuh dengan bunga dandellion. Taman bunga itu dipisah dengan jalan setapak yang terbuat dari batu alam. Rhion mengekor di belakang Axel sambil menikmati bunga dandellion yang sudah mekar itu.

Tok! Tok! Tok!

tak ada balasan dari dalam. Axel kembali mengetuk dan kembali dengan hasil yang sama.

"ada apa?". tanya Rhion

"sepertinya dia sedang tidak ada. Ayo kem-"

"YAHOOOO~~~!!!!!"

Rhion dan Axel langsung menoleh kearah suara dan mendapati seseorang yang meluncur dari atas dengan kecepatan penuh. orang itu dengan cepat menangkap Rhion, sehingga membuat Axel terkejut dan spontan mengejar orang itu.

"KYAAAAA!". Rhion benar-benar terkejut lantaran laju orang yang membawanya sangat cepat. ia bahkan tak bisa bernapas dengan teratur.

orang itu menoleh kebelakang, dimana Axel sedang mengejarnya. "hihi~ dia menarik seperti biasa. KEJAR AKU KOLOT !!"

"eeeehhh?!"

Dengan cepat, orang itu melakukan manuver zig zag sehingga membuat Axel sulit membaca gerakannya. Rhion tentu merasa mual dan pusing karna tidak terbiasa dengan semua itu. Persis mereka berada di ketinggian 10.000 kaki dari Chasseur Resident, orang itu tertawa puas. Mereka berhenti dibalik awan tebal.

"dia benar-benar tak bisa meremehkanku lagi". ujarnya dengan nada bangga. ia tertawa keras.

"apa kau sudah selesai?"

Orang itu langsung menoleh dan menatap tak percaya Axel sudah ada disana. Rhion yang hanya sedari tadi diam -selain karna menahan mual-, memberi tatapan bahwa dia butuh penjelasan. Axel menghela napas dan langsung menjitak keras kepala orang itu.

"sebagai ketua divisi, apa kau gak punya kerjaan lain selain menculik tamu tuan Jaeal?". tanya Axel jengkel.

orang itu mengusap kepalanya yang dijitak. "bicara soal tamu, dari wajahnya saja ia seperti tidak diberitahu apa-apa soal tempat yang ia kunjungi"

Axel langsung mengambil Rhion yang masih terdiam karna lemas dan mual. tambahkan pusing dan gemetar ketakutan juga. Rhion hanya bisa bersandar pada bahu Axel yang membopongnya.

"dia sedang kuajak keliling Resident. Kau harus tanggung jawab, Lee"

"..... apa?"

"apa?". Axel mengulang pertanyaan orang yang ia panggil Lee.

"orang sepertimu? keliling Resident? serius?".

Axel menyipit. menatap jengkel Lee. "kau benar-benar minta dijitak"

Rhion yang sudah agak lebih baik, memutuskan untuk angkat bicara dan menanyakan hal yang kembali membuatnya penasaran.

"ketua... divisi?"

"apa kau mau tau soal itu juga?".

"ahahahaha~~! gadis manis ini menarik!! Apa yg mau kau tanyakan?"

"....semua hal.... tentang 'tempat' ini..?"

Lee menempelkan ujung telunjuknya ke pipi. ia bergumam sebelum akhirnya kembali bicara.

"hmmm... Semua ya. Cukup mengesankan untuk orang yg baru datang setelah mengalami hal mengerikan dalam hidupnya."

mendengar hal itu Rhion spontan menunduk. tangannya yang melingkari bahu Axel kembali gemetar. membuat pemilik bahu itu meliriknya.

"aku tidak bisa bohong soal diriku yang tidak mungkin tidak trauma karna kejadian kemarin, Saat dimana kota tempatku tinggal dan orang-orang yang kusayangi habis terbakar. Tapi..."

Axel dan Lee memperhatikan Rhion yang bicara sambil menahan tangis. tangan tirus Rhion yang kini juga mencengkram bahunya membuat Axel menyipit mata. meski tidak berekspresi apapun, ia tahu bahwa sejak Rhion bangun tadi pagi tingkahnya sudah sangat dipaksakan. kalaupun Axel tahu, ia tak bisa melakukan apapun bahkan untuk menghiburnya.

Lee sendiri sejak tadi sudah menyungging senyum lebarnya. Merasa salut dengan wanita cantik dan rapuh itu. Melihat orang yang 'berusaha terlihat kuat' itu makin memperlebar senyumnya.

"-tapi... pasti ada alasan mengapa aku dibawa kemari. Jadi, menurutku, meski aku memang masih sangat takut... aku ingin tau... semuanya". Rhion mengakhiri kalimatnya

Lee manggut-manggut dengan senyum puas.

"benar-benar keputusan yang bijak. Kalau begitu, ayo kerumahku. Akan ku ceritakan banyak hal hingga kau takkan dihantui rasa penasaran lagi. tapi sebelum itu, siapa namamu?"

"aku... Rhionna"

"kuucapkan selamat datang padamu, rhioo. Di tempat dimana surga para pembunuh berada"

Meski sesaat, Rhion bisa merasakannya. aura mencekam yang begitu menusuk. tatapan mata tajam sekilas milik orang didepannya membuatnya spontan merinding. namun disaat yang sama, ia juga langsung bisa menguasai dirinya. Seakan tatapan itu bukanlah apa-apa buatnya.

Seakan ia pernah mendapat tatapan itu sebelumnya

"setelah itu, mungkin aku ingin kau mencerikan tentang dirimu? Rhionna?". ucap Lee dengan senyum yang penuh keingintahuan.

avataravatar
Next chapter