7 Arena Orientasi (3)

Persis sang pemimpin Zudikas berlari mendekat kearah gadis yang terkurung dalam es itu, Axel ikut melompat dari kursinya dan menghentikan langkah Jaeal dengan membekukan kakinya sehingga ia jatuh tersungkur. bersamaan dengan kekagetannya, ia menatap Axel tak percaya.

Semua orang yang melihat aksi Axel itu langsung menjadikannya bahan omongan. terlebih Yuu yang tak bisa bereaksi apa-apa melihat perbuatan anak buahnya itu.

"hancur sudah.. reputasiku..". gumam Yuu sambil menutup wajahnya yang tak tahu harus ia apakan lagi. sedangkan Cavel tak bisa berkata apapun dan membeku di tempat.

Lee tertawa miris di tempatnya sambil menahan dingin di kakinya. "oe... oe... serius tuh?"

"apa dia gila huh?". ujar Ozh disaat yang sama.

Jaeal yang tak bisa melepaskan diri, tertawa kecil.

"jelaskan perbuatanmu ini, Axel Nouruwa"

Axel tidak menjawab. Ia menarik sebuah syal dari balik jubahnya, lantas melilitkannya dileher hingga menutupi separuh wajahnya.

"kalau anda muncul dengan senyum seperti itu, ia akan menganggap anda sebuah ancaman.". ujar Axel

"bagaimana kau bisa tau hal itu?". tanya Jaeal.

Axel berbalik. Ia berjalan mendekati bongkahan es yang memerangkap Rhion dan menatapnya lekat.

"hanya...firasatku"

_________•••••__________

Ia terbangun dengan perasaan terguncang. Ia menatap gelisah tangannya yang gemetar hebat. Sekujur tubuhnya merasa dingin. Ia melihat sekelilingnya yang hanya gelap tanpa cahaya sekelebat pun.

dimana ini? Tempat apa ini? Dimana aku? Kak Yuu? Axel? Cavel?

Rhion yang masih gemetar mencoba untuk berdiri. Namun, ia terjatuh. Kakinya terlalu lemas untuk berdiri.

"adakah seseorang disini!? Siapapun!?". seru Rhion

Sayup-sayup ia mendengar suara nyanyian. Persis ia berbalik, muncul seorang gadis yang membuatnya kembali terjatuh. sekujur tubuh gadis itu berlumuran darah. bajunya hampir bisa dikatakan rusak. raut wajahnya begitu datar. tatapan matanya memancarkan kepasrahan dan keputusasaan yang hebat. gadis itu tak lebih terlihat seperti pengidap penyakit mental yang luar biasa.

Namun, yang membuat Rhion tak bisa berkata-kata adalah gadis itu sangat mirip dirinya. dengan rambut hitam pekat dan mata merah marun. Hanya saja, ia jauh lebih pucat dan mengerikan.

"hei...akhirnya aku bisa melihatmu lagi..". ucap gadis itu. suaranya bahkan bergema ke seluruh tempat

"......!?"

Gadis yang sedikit lebih kecil dari dirinya itu berjongkok. Lantas duduk sambil memeluk kakinya. Rhion berusaha menamengi dirinya dengan menyilang tangan kedepan.

"si...siapa kau?". tanya Rhion dengan gemetar

"kenapa ekspresimu begitu sekali?" ia melirik dirinya. menyadari penampilannya yang buruk, gadis kecil itu menjentikkan jarinya dan seketika wujudnya berubah menjadi begitu bersih, bahkan bercahaya. meski begitu. raut wajahnya masih tetap sama. gumamnya.

"sepertinya, ini lebih baik". gumamnya.

Rhion masih tidak mengerti. meski sekarang ketakutannya akan gadis itu sudah terobati, namun tempat yang hanya ada kesunyian dan aura yang begitu menekan masih membuatnya gelisah.

"ehem..!" gadis itu memecah kesunyian. Rhion terlonjak di tempatnya.

dengan seulas senyum kecil, gadis itu mulai berbicara. "aku adalah roh yang menghuni dirimu"

"roh... yang menghuni?". ulang Rhion

"benar. Aku sudah ada didalam dirimu sejak 200 tahun yang lalu"

Rhion langsung terhenyak mendengar ucapan gadis itu.

"aku... tak paham maksud-"

"Konyol sekali. kita baru saja berpisah selama 4 tahun terakhir ini dan kau tak mengenalku? apa-apaan ini?". gerutu gadis itu tak percaya. "ah! pasti gara-gara kejadian sialan itu"

Rhion mencengkram tangannya kuat-kuat. Ia masih tak bisa percaya akan semua yang terjadi didepan matanya. Ini jauh lebih mengerikan. namun, ada suatu kata yang mengalihkan ketakuannya.

"4 tahun... yang lalu?"

'roh' itu tersenyum. gadis didepannya itu mengubah posisi duduknya. Sedangkan Rhion malah beringsut mundur. seingatnya, 4 tahun yang lalu itu adalah waktu saat ia ditemukan oleh nek Ehma di perbatasan wilayah timur. ia ditemukan dalam keadaan terluka parah dan baju yang sobek disana-sini. ia kembali teringat kilasan mimpinya di arena saat dirinya hampir terhuyung itu.

"apa itu... ada hubungannya?". gumam Rhion. ia melirik kearah si gadia kecil. "hei, apa yang kau tau tentangku?"

"apa aku harus menjawabnya? yah, kau tak lebih hanyalah penyihir air dari klan Sakovich. itu saja. malangnya, kau menjadi 'wadah' untukku "

"aah..."

Rhion kembali terdiam. jadi, bahwa dirinya adalah salah satu dari klan Sakovich itu adalah benar. jika diingat kembali dengan keterangan sejarah lama, apa itu berarti, dia adalah satu-satunya yang tersisa?

"apa kau juga... sepertiku?". tanya Rhion

"hmh!! Sudah kubilang, aku ini adalah roh yang menghuni dirimu"

ah, benar. dia sudah mengatakan itu. terlebih, kalimat 'menjadi wadah' sudah lebih dari cukup untuk membuatnya terpaku di tempat.

"nama... mu?". tanya Rhion memberanikan diri.

roh itu menatap Rhion tajam. matanya menyiratkan haus darah yang kuat.

"Yuaenne Siliva, mereka mengenaliku sebagai Roh agung Taures Ietis."

kali ini, Rhion benar-benar shock. ia terlalu terhenyak dengan apa yang dikatakan roh iti barusan. mereka saling tatap. ia pernah mendengar legenda itu sebelumnya tapi, ia tak menyangka bahwa sosok legenda itu ada dan lagi-

bersemayam dalam dirinya?!

"ak...aku tak tau apa yanga terjadi, tapi... bagaimana bisa?"

"apa ini? apa separah itu efek dari kejadian itu,huuh!?"

"kejadian?"

"4 tahun lalu. mungkin saja  kau kehilangan ingatan karna melawan pasukan bangsawan ibukota."

"A.... apa!!?"

"mengingat sudah 4 tahun berlalu kau tidak bertarung, pasti akan terjadi ledakan dahsyat jika ia tak menghentikan dirimu tadi. yah, yang bisa menyadari hal ini hanyalah kalangan penyihir sih". Yuanne Siliva mengatakan hal itu seolah ia sama sekali tidak peduli dengan keterkejutan Rhion.

"penyihir?"

benar juga, tadi dia bilang bahwa aku ini penyihir kan?. gumam Rhion

"kau ini banyak bingungnya ya. dengan keadaan begini, kau bisa menyebut dirimu sekarang memiliki 2 mode. Yaitu kau dan aku"

"apalagi itu!?". seru Rhion.

"dirimu yang 'ini' sama sekali tak memiliki kemampuan bertarung. Sedang diriku bahkan mampu bertarung dengan 100 pasukan, bahkan campuran dari berbagai ras"

Rhion tak bisa berkata-kata mendengar semua itu. 100 pasukan? Apa yang telah terjadi pada dirinya dimasa lalu?. ia masih belum bisa memproses keadaan didepan matanya ini.

Gadis itu bangkit. Diikuti oleh rhion yang juga bangkit.

"untuk sekarang, agar kekuatan saat ini tidak meledak, aku akan bersemayam dalam pisau sialan itu sampai aku tau bagaimana caranya bersatu lagi dan menjadi pribadi yang utuh"

"aku.... aku masih tak mengerti dengan semua ini. terlebih kau bilang, aku ini penyihir... "

"kau akan paham sendiri"

Tatapan sayu namun tegas dari gadis itu membuatnya bungkam. Rhion menelan ludah. Ia bahkan masih tak sanggup berdiri dan masih ketakutan.

"ah, tadi kau bilang soal ledakan, apa yang sedang terjadi diluar sana?". tanya Rhion

Yuanne menengadah keatas. matanya sedikit menyipit.

"akan lebih baik jika kau sadar sekarang. padahal kau ini penyihir, tapi malah memakai sihir orang lain. kau benar-benar tidak berguna"

"si... sihir? tapi aku....."

"apa? Jangan bilang kau juga lupa kau ini ras apa ya?"

"....kau sudah memberitahuku. tapi aku tak bisa.... "

"heuh, ya ampun.". roh itu menepuk dahinya.

Yuanne menjulurkan tangannya dan seketika cahaya biru mulai merambat dan menyinari seisi ruangan gelap itu hingga pandangan Rhion terhalang oleh sinar terang itu.

"anggap saja kau bermimpi untuk saat ini.keadaan ini benar-benar menyebalkan!"

Dan cahaya itu makin melebar hingga rhion kembali mengambang-ambang.

______••••______

Ada banyak hal didunia ini yang sebagian sudah diketahui. Bahkan sampai diteliti hingga semua orang mengetahui banyak hal. namun, itu hanya sepersepuluh dari apa yang tersimpan dalam dunia ini. Dan sebagian itu tak lebih dari sekadar hal-hal yang biasa saja. Hal-hal yang menjadi rutinitas.

Namun, ada lebih dari banyak hal-hal yang bahkan sangat sulit untuk diterima, dan mungkin tak akan dipercaya jika hal tersebut belum pernah dirasakan makhluk manapun.

Meski begitu, tak sedikit dari mereka yang mengharapkan hal yang sulit dipercaya itu mendatangi mereka.

Dan salah satu dari 'hal' itu adalah keajaiban

Bongkahan es yang mengurung Rhion tiba-tiba hancur begitu saja, orang-orang yang sedari awal melihat seluruh kejadian hanya bisa terpaku, terpana, dan merasakan keterkejutan yang luar biasa. hari ini, mungkin akan tercatat sebagai hari paling bersejarah ditanah Chasseur Resident. dimana seseorang dari ras manusia, yang awalnya dipandang sebelah mata, memiliki 'keunikan' yang sangat luar biasa.

Rhion yang terpejam itu langsung jatuh kearah Axel. lebih tepatnya ke pangkuannya.

Axel yang kini bersandar di dinding esnya terhenyak, ditambah Ia yang mulai diambang kesadaran karna darah yang mengalir hampir dari luka di sekujur tubuhnya membuat gerakannya terbatas. dan untungnya, ia bisa menggerakkan tangannya untuk melindungi kepala Rhion dari benturan. ia menatap Rhion yang pingsan total disana. dalam diamnya, Axel menghela napas lega.

"Yuaenne Siliva..."

dengan susah payah, Axel segera merangkul Rhion dan beringsut menatap tajam sosok lelaki tegap tak jauh didepannya.

"dia...Yuaenne Siliva bukan?". ulang Jaeal.

Axel terdiam. Yuu yang sudah tak tahan turun dari stadion disusul Cavel dan mendekati Axel

"Kau pikir aku tak mengenal cahaya itu, hmm?". ujarnya lagi

"cahaya itu muncul.... karna kebetulan....". jawab Axel.

Jaeal yang masih berdiri ditempatnya masih tersenyum. Perlahan, ia berjalan mendekat.

"aku masih tak mengerti alasan mengapa salah satu anggota divisi 4 menghalangi jalanku. Tapi sekarang, aku bisa berbincang dengannya, Siliva"

"aku bisa menjamin bahwa dia hanya manusia biasa.". kali ini, Yuu ikut angkat bicara. ia bersimpuh membelakangi Axel.

Perlahan, Axel bisa merasakan aliran hangat yang menjalar disekitarnya. Dan ia terkejut mendapati aura sihir menyelimuti Rhion disana. Ia mengernyit menatap Rhion bingung.

aura ini... sihir kan?. pikir Axel bingung.

"lalu, bisa kau jelaskan senjata yang dia pakai barusan?". Jaeal menunjuk senjata yang masih berada dalam genggaman Rhion.

Mereka terdiam sejenak. Cavel langsung berpikir cepat dan merogoh jubah kiri Rhion. Cavel menunjukkan sebilah pisau pendek.

"dia menggunakan ini. hanya itu". ucapnya.

Jaeal menyipit, menatap heran Yuu, Cavel, dan Axel yang masih dalam posisi duduk. Ia menatap pisau pendek yang bermandikan cahaya putih keperakan ditangan Cavel.

apa itu cahaya perak roh agung?. batin Jaeal.

Yuu yang panik langsung menyenggol bahu Cavel disampingnya

"apa yang kau lakukan, bodoh!!". bisiknya panik

"eh, bukan ini yang mau kuambil!!". pekik Cavel panik. Axel hanya menatap kebodohan dua orang didepannya dengan mata menyipit.

Jaeal terdiam. Ia tertawa pelan. Ia menarik kakinya yang terperangkap dengan mudah dan berbalik.

"biarkan gadis itu ikut denganku."

"...cth!!". pelukannya pada Rhion makin erat.

dengan satu hentakkan kaki dari Jaeal, seluruh es yang ada diarena itu hancur seketika. Membuat mereka yang juga berada diatas es itu sedikit teguncang.

Tiga orang itu terdiam. Cavel yang terpaku menatap pisau cahaya ditangannya itu, tiba-tiba saja mengulas senyumnya.

"bagaimana kalau kau titipkan dia pada kami untuk diselidiki?". ucap Cavel tiba-tiba

"hei, cavel?". Yuu kembali panik melirik anak buahnya yang juga nekat.

Jaeal menatapnya tajam lbisa kau perjelas, Cavel Yuuta?"

"apakah kau tidak merasa aneh tuan? Kalau dipikir baik-baik, bukankah gadis ini cukup membingungkan?".

"........"

Cavel mendekat dan mengangkat tangan Rhion yang masih terkulai lemah dan tak sadarkan diri.

"seperti yang anda tau, kami menemukannya didaratan ras manusia. Namun, cahaya yang menyelimuti benda ini adalah sebuah sihir yang tak mungkin dimiliki ras manusia. Benar? bukankah ini adalah pisau perak yang dipercaya  milik sang roh suci Yuanne Siliva. Apa kau tak merasa janggal dengan itu?"

memahami apa yang sedang dilakukan oleh Cavel, Yuu mencoba untuk mendukung. "seorang ras manusia yang menyimpan senjata suci. Itu sangat tidak mungkin. terlebih yang bisa menerima keberadaan roh agung hanyalah kalangan pendeta"

Jaeal mengernyit. Apa yang dikatakan Cavel memang benar. Bahwa seorang dari ras manusia takkan mungkin sanggup menampung roh agung dalam tubuhnya. ada kemungkinan kejadian ini hanyalah kebetulan. dan mungkin sekarang gadis manusia itu sudah mati.

"lalu, bisa kau jelaskan caramu menyelidikinya?". tanya Jaeal

ini dia. seru Cavel dalam hati.

Dengan pelan, tangan Cavel bergerak untuk mengaktifkan sebuah lingkaran sihir. namun belum selesai hal itu dilakukan, tiba-tiba sebuah kristal es muncul ditengah arena dan membuat guncangan hebat. kristal yang menjulang tinggi bagai menara itu memisahkan antara mereka bertiga dan Jaeal.

"hoi, Axel!! apa yang- eh!?"

Yuu yang menoleh kearah Axel yang tersentak. melihat ekspresinya, Axel juga terkejut sama sepertinya.

"itu... bukan aku"

disisi lain, Jaeal mendecih kesal dan mencoba menghancurkan menara es itu.

"lagi-lagi dia mempersulit keadaan!" gerutunya.

Cavel yang langsung berbalik menatapnya, menuding Axel dengan telunjuknya. "jangan coba-coba membodohi kami ya!? di Zudikas ini, hanya kau yang memiliki kekuatan seperti ini!"

suara gemuruh dari serangan Jaeal makin terdengar jelas. membuat mereka tidak punya pilihan selain mencoba bertahan.

"haduuhh... sebenarnya apa yang sedang kita lakukan!?". Yuu yang tak tahan dengan keadaan ini hanya bisa pasrah

"Axel! cepat hilangkan menara ini!". seru Cavel

"sudah kubilang bukan aku-"

"aku yang membuatnya"

Dari pucuk menara kristal es, sebuah suara begema hingga keseluruh area. disana, berdiri seorang laki-laki dengan pakaian serba hitam. wajahnya yang tertimpa sinar matahari membuat orang-orang yang ada dibawahnya tak bisa melihatnya.

sosok itu menjentikkan jarinya. "move"

Tubuh Rhion yang terpangku pada Axel menghilang dan terganti dengan kelopak-kelopak mawar merah. setelah beberapa detik, Jaeal berhasil menendang menara es itu hingga hancur berkeping-keping.

"menyingkir!!" seru Yuu

Mereka bertiga segera menyingkir menuju stadion arena. Para anggota Zudikas yang masih disana menunduk agar tidak terkena bongkahan yang dihancurkan oleh Jaeal.

"ya ampun.... sebenarnya ada apa ini?". Ros yang masih berada di balkon akhirnya bangkit untuk menyusul

"ayo susul dia". ajak Revi

Dua orang yang sejak tadi di balkon itu turun menyusul Jaeal. Sosok yang tadi berdiri di atas sana, turun dengan tenang dan mendarat persis diatas arena. Seorang elf bersetelan ala butler menggendong Rhion yang masih tak bergerak. rambut peraknya bergerak pelan tertiup angin. Ia perlahan membuka matanya dan menatap lurus Jaeal.

seakan mendapat intimidasi dari tatapan itu, Jaeal sontak mundur selangkah. sosok yang ternyata adalah seorang butler ras elf mengarahkan telunjuknya kearah Jaeal.

"lock on". gumamnya.

Sebuah gelombang sihir menyebar ke seluruh arena. Mengenai semua orang yang ada disana.

"ini!?". pekik Yuu.

Jaeal yang berusaha berontak tak bisa bergerak sesenti pun.

bahkan Ozh yang berada di sisi lain stadion ikut terkena sihirnya. "sial, kita terkunci!"

Para anggota hanya bisa menatap pimpinan mereka yang juga tak bisa bergerak. butler itu lompat menuju tempat dimana Yuu dan yang lainnya berada.

"kau...! Apa-apaan kau! Bagaimana kau bisa memakai sihir!?". ujar Jaeal marah

Butler itu terdiam. Ia membaringkan Rhion dan kembali mengangkat tangannya. bukannya menjawab, butler itu kembali melancarkan serangan. Sebuah lingkaran sihir muncul di telapak tangannya dan Ia mulai merapalkan mantra.

"wahai para jiwa yang bergerak dilantai roda kehidupan. Kupinta padamu untuk melenyapkan memori segenap manusia yang terkunci di lantaimu."

Sebuah cahaya terang seketika menyilaukan mata mereka. namun, mereka bertiga yang berada dibelakang butler itu terlindung oleh sebuah shield sehingga cahaya itu tak mengenai mereka. Axel ternganga menatap sosok butler yang sangat janggal dimatanya itu. seorang elf yang menggunakan sihir se type dengannya. bahkan, ia juga memiliki warna rambut yang sama dengan miliknya.

"siapa... kau?" tanya Axel.

persis cahaya itu mulai menghilang, butler itu berbalik dan membungkuk hormat. sambil meletakkan telapak tangan kanannya ke mawar merah yang tersemat di dada kirinya, ia menegakkan tubuh dengan wajah datar.

"menjawab pertanyaanmu, aku adalah tangan kanan dari kepala bangsawan Whillkingson, Stave Elhean"

avataravatar
Next chapter