5 Arena Orientasi (1)

jauh di pusat selatan, tempat dimana ras penyihir berkumpul, menetap, dan menjalani hidup berlangsung, berdiri persis di tengah kota itu sebuah istana yang ditinggali oleh bangsawan Arthur Vherorhinna.

dan didalam istana itu, di sebuah ruangan pribadi seperti kantor, berdiri dua orang yang terpisah oleh meja kerja yang penub dengan tumpukan kertas. yang satu, seorang berpenampilan seperti seorang pengamat. dan satu lagi, seorang yang duduk di belakang meja memegang beberapa kertas yang belum lama ini datang padanya.

"ada sekitar 3.999 penduduk yang terbakar habis beserta rumah dan hutan di desa avera yang berada persis tak jauh dari kediaman bangsawan itu. Bisa dipastikan mereka akan langsung terpancing dan mengirimkan pasukannya, yang mulia". lapor si pengamat itu.

Lembaran demi lembaran kertas laporan itu dibalik pelan dalam genggamannya. Burung merpati putih yang bertengger di sangkar yang berada di tepi jendela itu mengepakkan sayapnya.

Mata tajamnya itu menyipit. Menyadari ada yang janggal dalam laporan itu. Ia mengangkat kepalanya dan menatap utusannya itu.

"kau yakin semua penduduk itu benar-benar habis?"

"benar, yang mulia Evan!"

Ia bangkit dari tempat duduknya dan menyodorkan kembali lembaran laporan pada utusan tersebut.

"yah, aku tak peduli ada yang selamat atau tidak. aku hanya semua ini cepat berakhir."

Utusan itu terdiam. menatap raja yangg telah berkuasa selama 32 tahun yang kini telah lemah dan ringkih. Sang raja berjalan menuju jendela dan menatap lurus kearah kota dimana rakyatnya yang berjuang untuk banyak hal.

Bertahan, atau memberontak.

Ia meraba pin yang mengikat jubah soft orange nya. pin yang melambangkan keluarganya, kebanggaannya, harga dirinya.

Lambang bangsawan Arthur Vherorhinna.

"Xeressia sialan. Kau akan membayar semua ini!!"

Sang utusan masih berdiri diposisinya.

"demi putraku, Daisuke, kalian akan membayar SEMUANYA !!"

_______•••••_______

"jadi... Dia sudah diberitahu soal orientasi itu.....ya?". ujar Yuu dengan nada yang terdengar amat pasrah. Cavel dan Axel mengangguk.

Suasana diruang tengah itu sunyi. mereka bertiga saling bertukar pandang. namun, arah tatapan itu lebih tertuju pada Axel yang sedari tadi hanya diam. Cavel menghela napas panjang.

"kalau mereka berdua sudah pulang, pasti negosiasi bisa lancar jaya". celetuk Cavel.

"maksudmu kemampuan negosiasiku diragukan?". sahut Yuu yang merasa di remehkan.

"bukan begitu. memangnya kau pikir tidak aneh kalau laki-laki dewasa lajang sepertimu, yang sudah menampung 2 prajurit seperti kita, tiba-tiba mau minta izin untuk menampung seorang wanita asing dari luar perumahan?". jelas Cavel panjang lebar

Yuu menatap sambil mendelik. "ukh-"

"kau bisa dianggap pedofhil lho~". sambung Axel.

"tolong ubah nada bicaramu itu, Axel!"

Mereka kembali terdiam. memang saat ini 2 anggota mereka yang merupakan perempuan sedang menjalankan misi khusus sehingga tinggallah mereka bertiga saat ini. Untuk mereka yang selalu hidup dengan dukungan tangan perempuan pasti akan sangat kehilangan ketika mereka pergi. Itulah alasan keberadaan Rhion di kediaman mereka menjadi angin baru yang ingin dipertahankan.

pada awalnya, divisi 4 terdiri dari lima orang. namun, dua orang itu diutus ke suatu tempat untuk melakukan negosiasi khusus atas perintah langsung dari pimpinan Zudikas, Jaeal. dua orang itu adalah Korn Ouja dan Eneish Vii

Yuu melirik kearah sofa dimana Rhion terlelap disana. Gadis polos itu tertidur setelah seharian ia berkeliling Chasseur dan mendapati hal-hal baru dan mendadak muncul dihadapannya. Yuu menghela napas, Ia yakin hal ini pasti sangat memberatkan Rhion.

"huuh... apa tidak apa-apa membiarkannya ikut arena begitu?". tanya Cavel.

"dia hanya manusia biasa". sahut Yuu

"aku bisa gunakan sihir immi-"

"percuma jika divisi 3 juga ada disana.". Yuu segera memotong perkataan Axel. ia menghela napas seakan berkata 'terserah saja'

"mau bagaimanapun, Rhion yang memutuskan akan ikut arena itu. apapun yang nanti ia dapatkan, begitulah yang jauh lebih baik. Kita hanya bisa sampai sini saja karna tugas kita membawanya kemari sudah selesai." ucap Yuu pada akhirnya.

"wajahmu kayak yang gak rela gitu Yuu?"

"pedo"

"sialan kau !"

Dalam keributan kecil itu, Rhion yang sebenarnya tidak tidur sejak awal hanya bisa terdiam dengan mata terpejam.

bisa ada disini, berkeliling, dan mengenal beberapa orang termasuk kalian sudah cukup membuatku tenang. batin Rhion. ia amat berterima kasih dalam hatinya. ia tak ingin merepotkan lagi mereka yang telah membantunya ini.

            ________•••••________

Hari yang diperbincangkan pun tiba. mereka yang merupakan orang baru di Chasseur Resident berkumpul diruangan dalam arena yang akan menentukan nasib mereka disana. Rhion menggenggam kuat jubah yang melilit leher dan menutupi seluruh tubuhnya. Ia menatap rentetan acara dan babak pertarungan yang akan berlangsung. Namanya terdaftar dalam regu C dan lawannya adalah werewolf.

ada 3 tim dengan 5 pertandingan dengan babak penyisihan dan final. ini lebih seperti arena pertarungan dibanding pekan perkenalan!. pikir Rhion. membayangkannya saja sudah membuat tubuhnya gemetar hebat.

Ia mengusap lembut jubah hitam pemberian Axel pagi tadi sebelum ia berangkat. jubah itu adalah pakaian umum semua penduduk chasseur.

"akan aneh kalau kau masih memakai baju lamamu itu.". Ujar Axel padanya.

Ia menggenggam tangannya yang gemetar dengan kuat.

"setidaknya, aku akan mencoba". gumamnya memberanikan diri.

"lho? Apa ini?"

Seseorang dari belakangnya berjalan santai tanpa peduli orang-orang yang terdorong oleh badan besarnya. Rhion sendiri hampir terjungkal lantaran ditabrak olehnya.

"hmph !! Bisa-bisanya lawanku adalah ras manusia?". serunya lagi.

Rhion menoleh kearah orang itu yang ternyata adalah werewolf. Ia kembali melihat papan pengumuman dan baru menyadari hanya dialah satu-satunya yang berasal dari ras manusia. Degup jantungnya kembali kencang. terlebih werewolf itu ternyata adalah lawannya.

"menjengkelkan!!". gerutu si werewolf.

Werewolf itu segera berbalik meninggalkan kerumunan. Rhion menepuk bahunya hingga bersih dari debu.

"ya ampun, orang itu menjengkelkan. Kau tidak apa-apa?"

Rhion yang masih terduduk terkejut melihat seorang dari ras kurcaci menghampirinya. Ia terdiam lama hingga kembali fokus. mungkin wajahnya saat ini terlihat sangat tegang dan ketakutan.

"ah iya, tidak apa-apa. makasih". Rhion bangkit dan baru menyadari bahwa orang yang menyapanya adalah seorang gadis kecil tambun yang -kelihatannya- adalah ras kurcaci.

"apa kau juga pendatang?". tanya kurcaci itu

"iya... begitulah"

"namaku ivha. Kau?"

"aku Rhionna"

Ivha menunjuk sebuah tempat di dekat jendela dengan ibu jarinya.

"sambil menunggu waktu, gimana kalau ngobrol sebentar?". tawarnya

Mereka akhirnya duduk tak jauh disebuah bangku panjang yang dekat dengan jendela besar. Sesekali Rhion dan Ivha tertawa. menurut Rhion, Ivha adalah orang yang supel dan nyaman diajak bicara. mungkin nanti ia bisa menjadi teman baik. Terlebih setelah mendengar Ivha tak berniat untuk menang di babak manapun.

"aku sudah lama memutuskan hidupku hanya untuk memasak. Jadi, tak ada satupun blok yang membuatku tertarik selain blok koki". ujarnya.

"begitukah? Aku juga... ingin masuk ke blok koki saja. Soalnya, aku tak pernah sekalipun terlibat dalam perkelahian ataupun pertarungan begitu."

"hoo... jadi ini pertarungan pertamamu ya?"

"begitulah.."

"kau pasti tumbuh menjadi gadis baik ya? Pantas! cara dudukmu saja anggun sekali. Kau juga feminim". mendengar paparan itu, membuat Rhion hampir gugup. dan salah tingkah

"be-all begitukah? "

Obrolan mereka terhenti begitu terdengar suara gong yang menandakan bahwa peserta harus bersiap-siap. Mereka bangkit dan bersiap-siap.

"ayo ke ruang senjata, Rhion"

"iya"

Persis di arena dimana pertarungan akan berlangsung, suara gemuruh dan ricuh dari bangku penonton memenuhi seluruh ruangan. ruangan arena sendiri mirip seperti Colosseum dengan arena berbentuk lingkaran dengan kursi penonton yang mengelilinya. Kursi itupun dibagi sesuai dengan divisi dan blok masing-masing. Sehingga takkan ada penonton yang berdiri disana.

Para anggota divisi dari Zudikas duduk di kursi terdepan. Mereka berderet duduk di kursi khusus bersama dengan ketua divisi. Sedangkan para petinggi dan pemimpin zudikas berada di balkon atas, dimana mereka mampu melihat seluruh arena dari segala sudut.

"event ini selalu menjadi sorotan yang hebat bukan?". ucap seseorang.

Salah seorang yang telah duduk di kursi balkon menoleh. Seorang wanita modis dengan gaun setengah terbuka berjalan dengan anggun menuju salah satu dari 3 kursi yang tersedia.

"mana pacarmu itu? Ros?". tanyanya pada orang yang baru datang itu.

"huh, kau masih memanggilnya pacarku ya, Jaeal? Apa kau cemburu?"

orang yang sudah duduk itu tak lain adalah pemimpib dari Zudikas, Jaeal Marco. gadis yang disapa Ros itu duduk di sebelah kursinya. namun, Jaeal sama sekali tidak menoleh bahkan menanggapi cara duduknya yang erotis.

"maaf saja, kau 100% bukan type ku"

"jangan terang-terangan begitu dong! Dasar apatis!"

Ros yang jengkel karna tidak ditanggapi menahan kesal dengan menggenggam kipas tangannya kuat-kuat.

akh, sial! Padahal aku sudah full make up agar dia memujiku. Dasar jaeal!!. batin Ros

"yaahh.. Lagi-lagi aku terlambat"

2 orang itu menoleh. Dan tanpa diduga reaksi Jaeal jauh lebih bersahabat dari pada reaksinya pada Ros.

"setidaknya, sebelum arena berlangsung. Apa kabarmu Revi?"

orang yang di sapa Revi itu tersenyum puas dan menyambut jabat tangan Jaeal

"sangat luar biasa, Jaeal"

merasa ada sesuatu yang ganjil, Revi spontan melirik Ros yang ternyata sedang menatapnya tajam dengan ekspresi yang amat sangat murka. meski ia paham dengan maksud mimik itu, Revi memilih untuk tidak peduli.

"oh, hai Ros!!". sapa Revi akhirnya

Ros yang jengkel karna perbedaan sikap dari Jaeal, hanya melengos sebal. membuat Revi hanya memilih diam dan senyum sambil melirik Jaeal. yang dilirik memilih tidak peduli.

"biarkan saja?". tanya Revi

Jaeal mengangguk. "biarkan saja"

Disaat yang sama, Yuu tak henti-hentinya menggoyangkan kakinya sehingga membuat Cavel yang duduk disampingnya ikut merasa resah. sedangkan Axel hanya terdiam seperti biasa tanpa ekspresi yang berarti.

Yuu tak bisa menyangkal bahwa ia sangat khawatir pada arena ini.

"sudahlah Yuu, kalau dia kalah setidaknya dia akan ada di blok koki". ujar Cavel mencoba menghibur.

"aku justru lebih khawatir kalau begitu!". seru Yuu lebih ganas. "apa kau tidak tau blok itu penuh dengan orang brengsek?!"

Cavel kembali terdiam dan menghela napas.

"berharap saja semoga ia tak terbunuh.". gumam Cavel akhirnya.

Axel menatap arena dengan menyimpan suasana was-was dalam hatinya. Teringat jubah yang ia berikan pada Rhion yang sudah dilapisi sihir pelindung 100 lapis.

meski ia tidak bertarung, asal ia tidak terluka ia akan dianggap sebagai Defenser Class (kelas pertahanan). pikir Axel

Suara gong yang membahana langsung di sambut meriah oleh penonton yang menandakan bahwa pertandingan akan segera dimulai. Dimulai dari tim A, lalu B, dan hingga tim C.

Pertandingan pertama berlangsung sekitar 20 menit dengan pertarungan antara kurcaci dan penyihir.

"itu sih jelas-jelas kalah!!". seru penonton

"benar! benar!"

"dasar pembagian payah!!"

Pertandingan itu langsung disambut oleh teriakan penonton yang kecewa.

"benar-benar tidak adil" gerutu Yuu.

"selanjutnya, pertandingan yang akan dilakukan oleh seorang werewolf dan manusia!!". seru MC dengan meriah.

Dari balkon, Jaeal yang duduk di kursi tengah mengerutkan alisnya.

"kenapa tidak berimbang sekali?". ujar Revi

"bukankah begitu jauh lebih menarik?" sahut Ros ketus

Mata merah darah Jaeal tak sekalipun bergeser dari sosok manusia yang kini berdiri diatas arena. gadis ramping dengan jubah hitam dan rambut ikat dua sewarna itu benar-benar menarik perhatiannya. terlebih ia tak membawa senjata sama sekali.

apa gadis itu tak berniat mengikuti pertandingan?. tanya Jaeal dalam hati

"ah! Itu Rhion!!". seru Cavel

Yuu dengan spontan memajukan duduknya. Axel masih diam tanpa reaksi apapun. meski matanya juga ikut menatap lurus kearah Rhion yang berdiri disana.

lagi-lagi. kenapa aku tak bisa berpaling darinya?

Disisi kursi penonton dari daerah divisi 1, ia tak henti-hentinya menatap sosok Axel yang duduk tenang di tempatnya. Seorang gadis kecil yang duduk disamping laki-laki itu menyikut sikunya.

"kau masih saja menatap Ice Angel seperti itu, Ozh?"

"diamlah". orang yang dipanggil Ozh itu merangsek menjauh dari si gadis

"gadis ras manusia disana jauh lebih menarik untuk dilihat lho~". ujar si gadis yang memperpendek jarak.

Ozh melepas pedang yang tersampir di pinggangnya dan menjadikan pedang itu pembatas. "aku tidak tertarik"

Gadis itu memberenggut. gadis yang dikenal dengan nama Aria Thalita itu memilih untuk menghiraukan kembali ketua divisinya dan menonton pertandingan yang sedari tadi tidak membuahkan hasil. Werewolf itu terus menyerang, namun sang manusia berhasil bertahan dengan sihir pelindung yang membuatnya selalu terlempar setiap terkena benturan serangan.

Yuu spontan menoleh kearah Axel yang sudah ia curigai sejak anak buahnya itu meminjamkan Rhion sebuah jubah tadi pagi.

"kau benar-benar nekat"

Axel hanya melirik. namun tanpa diduga, Yuu menepuk bahu Axel sambil tersenyum dengan penuh semangat.

"tapi kau melakukan apa yang kuharapkan sobat!!". seru Yuu

Disaat pertarungan masih tak membuahkan hasil, sang werewolf yang sudah pada puncak emosinya memakai kekuatan penuh dan berhasil merusak sihir pelindung itu dan sukses menggores pipi lawannya.

Sorakan penonton langsung menjadi-jadi saat werewolf itu melompat kearahnya dengan buas sambil bersiap melayangkan cakaran pada gadis itu. Rhion yang masih sanggup menghindar, segera menjauh. namun, cakaran itu mengoyak jubah yang dipakainya.

"Rhionna!!". pekik Yuu spontan.

ia segera bangkit dari duduknya langsung ditahan Cavel. Axel juga dengan cepat ikut mencengkram lengannya. Yuu hanya bisa pasrah menatap Rhion di atas arena.

Para petinggi dan sang pemimpin Zudikas hanya bisa terdiam. Jaeal tidak angkat bicara. Wanita disampingnya sudah menunjukkan ketidaktertarikan. Lelaki disamping Jaeal pun hanya tersenyum pasrah.

"pertarungan ini benar-benar tak adil bukan?". gumam Revi, masih dengan keberatannya dengan pertarungan ini.

Namun, diluar dugaan sang werewolf yang hampir bisa dipastikan menang itu tiba-tiba roboh. membuat semua penonton diarena sunyi seketika. mereka terdiam, tercengang, ternganga, dan macam-macam ekspresi kaget yang terpancar disana. hampir dari mereka tak tau apa yang sudah terjadi. Sedangkan di arena sana, sang manusia terduduk lemas. Dua tangannya yang mungil itu menggenggam erat sebilah senjata. pantulan cahaya dari sisi senjatanya mengenai wajah Rhion. wajah gadis itu memancarkan ketakutan yang luar biasa.

dan senjata yang teracung itu tak lain adalah sebuah pisau perak.

avataravatar
Next chapter