6 05. Love Me, [teror]

Sepulangnya mereka dari lokasi, Ulliiyy mengurungkan diri dikamar. Berdiam diri tanpa melakukan apa-apa. Dia hanya perempuan sederhana yang memendam akan rasa suka namun tidak terbalas, apa lagi jika rasa itu masih menghinggapi direlung hatinya. Dirinya sendiri tidak bisa mengubah itu. Dan dia tidak akan tahu apa-apa akan tindakkan yang membuat orang disekitarnya merasakan sedih.

Sampai membuat Arin menaruh curiga akan anaknya sendiri. Setiap sang Anak pulang dari acara atau ajakan teman yang bernama putri, pasti sang Anak pulang dalam keadaan seperti ini. Apa lagi jika harus menutup diri dan tidak pernah berbagi cerita tentang kesedihan. Arin sebagai Ibu kadang berfikir, bahwa dirinya gagal untuk menjadi Ibu yang bisa diandalkan. Ketika perasaan merasa khawatir dan cemas, berfikir jangan-jangan teman anaknya itu memiliki niat tersendiri terhadap. Tapi Arin bingung harus berbuat apa? Keadaannya sendiri juga tidak bisa pergi kemana-mana selain hanya duduk dikursi roda.

Jika terjadi seperti ini, Arin hanya bisa menatap pintu penuh asesoris gantungan yang dipajang. Sekarang Arin hanya bisa bersabar, menunggu lagi.

Setelah cukup mengamati keadaan sang Anak, Arin segera bergegas kedua tangannya mendorong roda masing-masing disisi kanan dan kiri pada kursi. Kursi roda itu bergerak menuju dapur.

***

Sepulang dari lokasi, Adimas yang mendapatkan sepucuk surat namun ia melupakan surat tersebut. Ia lupa membukanya. Berjalan melangkah menuju belakang pintu disana tergantung sebuah jaket biru yang tadi ia pakai saat pergi ke lokasi, segera dirogoh saku jaket dan mengambil sesuatu terbuah dari kertas berbentuk persegi kotak. Ya, surat itu.

"Siapa sih yang kirim surat gak jelas gini." Katanya, membuka surat itu. Setelah terbuka dia mulai membaca dan apa yang terjadi.

Isi surat tersebut mengingatkan dirinya ketika dia terlibat sesuatu hal yang membuatnya memilih untuk pergi dan melanjutkan pendidikan ke Jakarta.

Wajah Adimas marah padam dan meremas surat tersebut, menerawang masa lalu namun segera dihapus-nya dari fikiran. Melihat sekilas surat tadi yang sudah menjadi gulungan sampah. Gulungan surat tadi langsung di buang ke arah tong salah sebelah meja belajar.

'

Dear Adimas Herman Pangestu.

Bagaimana kabar mu?

Setelah lama kita tidak bertegur sapa dan bertemu, pada akhirnya kita dipertemukan lagi. Betulkan apa yang aku katakan dulu pada surat. Jika kita berdua bertemu tandanya kita berdua ini memang berjodoh.

Jangan marah dulu.

Kamu tahu, aku tanpa mu bukanlah apa-apa dan bagiku juga begitu. Aku sayang kamu, aku cinta kamu.

Kamu pasti juga merindukan ku kan? Iya Kan?

Adimas sayang, tunggu aku.

Dari Calon Istri mu.

Ttd

Ulliiyy Arianiy '

Begitulah isi surat tersebut.

Dia beranjak mengambil ponsel, mencari nomer sepupunya.

Mbak putri

+6281234××××××

Adimas menunggu panggilannya diangkat, dia tetap pada posisinya, berdiri. Emosi yang dirasakan mengalahkan rasa ketenangan. "Ayolah, angkat." Jengkel Adimas dengan mengecek secara berulang-ulang panggilan tersebut. Sudah berapa kali dia menekat tombol telephon tapi yang didapat Panggilan darinya tidak diangkat-angkat. Suara itu semakin berulang-ulang tanpa ada jawaban. Membuat genggaman erat tangan pada ponsel terlihat jelas.

Hanya berbunyi suara mbak-mbak operator 'Nomer yang anda tuju tidak dapat dihubungi_'

Hal ini membuat Adimas jengkel. Menatap ponsel sekali lagi dengan alis yang ditekuk, bola mata melihat seakan mau keluar. Dalam hitungan detik menit genggam ponsel tersebut ia banting ke arah lantai dengan satu kali lempar dan_

PRAAANG

Bunyi suara ponsel berbenturan dengan lantai cukup keras, berakibat layar ponsel retak, casing dan bagian tertentu terpecah dan terlempar. Emosi yang dipendam seketika memuncak. Adimas merasa kesal, membuat ia menjambak rambutnya.

"SIAL!"

Adimas segera mencari kunci motor dia berharap malam ini mendapatkan jawaban yang memuaskan, akan tetapi sebelum langkah kakinya sampai didepan pintu rumah terdengar suara petir bergemuruh menandakan akan ada hujan yang datang. Pada akhirnya diurungkan. 'Hah! Gue harus sabar. Besok bisa gue tanya ke Putri.' Gumam dalam diam. Dia berfikir lebih baik ditunda, besok saja daripada dia menyesal pergi keluar rumah tapi kesehatan terganggu bisa-bisa keluarganya khawatir. Kan rencana dia pulang untuk liburan kumpul keluarga dan beristirahat dari tugas-tugas yang selalu menumpuk. Teringat dosen yang selalu menjadi bimbingan, banyak sekali tugas yang mereka berikan setiap jam berbeda mata kuliah yang dibahas. Hitung ini hitung itu, pemahaman ini pemahaman itu dan masih banyak lagi.

Dihempaskan tubuhnya ke arah ranjang, menatap penuh rasa marah yang masih tersisa. Baginya ini bukan hanya pertama kali dia diteror seperti itu, sudah sejak lama sejak teman satu angkatan,-- ah bukan. Sebenarnya perempuan itu kakak tingkat tapi tahan kelas dan menjadi satu angkatan. Sejak masa SMP, perempuan itu mengungkapkan rasa suka yang dia miliki kepada ku. What? Tidak. Aku sebagai teman tidak berfikir seperti itu pada hari dimana aku tahu. Menjadikan dia pacar ku? Tidak. Aku sadar diri. Dulu diposisi ku tidak yakin. Yah, aku tidak memiliki rasa yang sama untuk dia dan aku hanya mengganggap dia hanya sebagai teman dan tidak lebih. Apa lagi posisi ku yang ketua kelas. Tidak! Apa? Perhatian? Kalian salah besar. Aku perhatian keteman-teman bukan hanya dia saja dan itu wajar jika kalian diposisi ku.

Jika diingat-ingat lagi aku dirasa tidak ingin mengingat akan rasa pahit itu akan tetapi jika disuruh bersabar dalam mengingat kejadian masa itu untuk terulang lagi, dirinya tidak bisa! Aku ingin masalah ini segera selesai.

"Bodoh. Cowo itu gak hanya gue aja. Serendah itu lo terobsesi ke gue." Kata Adimas menerawang kenangan pahit dimasa lalu.

"Ulliiyy seharusnya loh tahu. Gue gak pernah sekalipun tertarik ama lo, harus berapa kali gue katakan. Tapi lo selalu bertindak seperti itu. Dan buat gue gak betah akan tindakkan lo. Cinta dan sayang lo sudah gak bisa dianggap itu benar. Sampai kapan lo akan berbuat seperti ini." Ungkapnya menutup mata tertidur menuju pulau kapuk. Berharap bertemu pujaan hatinya.

***

Keadaan Puncak pegunungan malam hari sangat sunyi, hanya terdengar suara jangkrik dalam kesunyian malam. Hembusan angin malam membawakan rasa rindu akan kehadiran orang terkasih. Bermanja-manja, mengenang suasana berdua dan menikmati panorama keindahan semata demi kepuasan diri yang membawa mereka dalam alur berbeda namun tetap satu rasa.

Dari arah belakang terdengar suara langkah kaki mendekat. "Malam hari udara sangat dingin, apa lagi untuk seorang perempuan yang ku sayangi ?" Terasa hangat dirasa. Dia merasakan kenangan berdua terulang. Suara pria tadi telah memakaikan sebuah jaket hitam kepadanya. Seseorang dari masa lalu yang membantu sang kekasih dalam keangkuhan akan satu hal. Dalam gelap nya malam yang hanya diterangi beberapa lampu dua insan berbagi kehangatan dalam pelukan, rasa rindu dan rasa ketenangan namun ketenangan itu hanya untuk ketika mereka bisa berdua. Akan tetapi ketika kehadiran pihak ke tiga ada maka keduanya akan berpura-pura jika mereka berdua hanya teman.

Yah, teman dalam selimut.

"Terima kasih kak" Melihat ke arah kanan. Kehadiran pria ini mampu membuatnya nyaman, walau bertemu harus sembunyi-sembunyi seperti bermain kucing dan Anjing. Menyandarkan kepalanya pada pundak pria itu. Dia berfikir ingin bebas, tapi semua belum terselesaikan. Tidak bisa seceroboh dalam bertindak.

"Uhm." Elusnya kearah puncuk rambut perempuan disebelahnya.

Sejujurnya dia tidak ingin melakukan ini, akan tetapi karena suatu alasan membuat dia melakukan semua ini. Apa lagi harus berbagi kepada pria itu dia merelakan pujaan hatinya untuk membantu membuat pria itu hancur. Ketika dirasa cukup terpuaskan, lihatlah suatu hari nanti. Senyum jahat terlihat jelas ketika sinar rembulan cukup terang datang menerpa.

***

Pagi ini Adimas tergesa-gesa pergi ke rumah Putri. Setelah membantu Dina membersihkan rumah dan masak. Motor yang sudah dipanaskan, dan juga sudah dicuci segera dikendarai.

Menuju Timur.

Rumah dengan cet hijau. Didepan rumah ada pohon buah belimbing. Adimas memakirkan kendaraannya didekat pohon belimbing. Melangkah menuju pintu, segera ia keruk itu pintu.

Tok tok tok

"Assalamualaikum, mbak putri."

Tok tok tok

Tidak berapa menit," Waalaikumsalam." Suara dari samping rumah. Datang Ibu yang wajahnya mirip Putri namun dengan usia berbeda, menghampiri Adimas berdiri.

Mendengar salam nya dijawab dari arah samping rumah Adimas melihat ke samping kiri.

"Loh, nak Dim. Ada apa?" Menaruh wangkil kecil disamping pot bunga.

"Oh, bude. Mbak Putri ada dirumah?" Jawabnya segera menghampiri perempuan baya itu, sambil bersalaman seperti anak mau berpamitan kepada orang tuanya.

"Walah. Putri nya turun ke kota. Memang ada apa toh?"

"Loh, kapan bude?" Kata Adimas. Wah bisa gawat nih, yang rencana nya mau bertanya soal surat itu ini kok malah orang nya gak ada dirumah. Nasibnya Adimas nih.

"Barusan saja. Kalau ada kepentingan mending ditelpon saja." Nasehat bude menyarankan ke Adimas supaya lebih mudah.

"Oh, ya sudah bude. Kalau gitu nanti aku coba hubungi mbak putri."

"Iya. Gak mampir dulu."

"Kapan-kapan aja bude, soalnya masih ada kesibukan." Tidak ada alasan lain. Tangan kanan Adimas menggaruk kepala belakang, yang biasa keadaan kalau pas gak ingin mampir.

"Oh ya sudah "

"Iya bude. Assalamualaikum. " Adimas segera melangkah meninggalkan halaman rumah menuju motor yang diparkir dekat pohon buah belimbing.

"Waalaikumsalam. "

Bremen breemmm

Tidak mendapatkan kejelasan apa-apa, ketika orang yang dituju tidak ada. Adimas memilih pulang ke rumah. Menuju arah barat. Sesampainya dia dirumah, Dina mama dari Adimas memberikan kepadanya sebuah surat berpita hitam dengan gambaran hati dan tanpa nama.

Huh_

Sudah diduga, kejadian seperti dulu akan terulang lagi. Akar dari masalah ini hanya satu, yah perempuan itu.

Bangsat! Umpat Adimas. Dia segera menuju motor dan melaju pergi meninggalkan rumah. Dina yang melihat putranya harap-harap cemas. Mama Adimas sendiri tidak mengetahui soal permasalahan yang anaknya alami, karena Adimas pandai menyembunyikan dengan bermodalkan alasan yang masuk akal. Setelah kelulusan SMA, Adimas meminta kepada kedua orang Tua ia ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang perkuliahan di jakarta dan kedua orang tuanya diawal tidak menyetujui.

"Bukan dikota juga ada kampus, mengapa memilih di jakarta? Apa lagi jauh." Kata Dina menatap sang putra. Kedua orang Tua dan dia tengah berdiskusi.

Mendengar itu Adimas menghela nafas. "Haahh_ Adim tau ma. Tapi Adim sudah mencari tempat kuliah yang cocok dengan jurusan yang akan Adim ambil dan dikampus sana juga menyediakan asrama bagi para mahasiswa/mahasiswi dan untuk makan juga ditanggung. Ya walaupun biaya nya lumayan, Adim bisa belajar mandiri Ma Pa." Jelas Adimas menjelaskan maksud dan tujuan. Ya walau gak semuanya. Dia ingin suasana baru, teman baru, dan tidak ada namanya aksi teror men-neror selama perempuan itu menyatakan perasaannya kepada dia. Kalau disuruh lapor polisi, Adimas lebih baik membiarkan. Hati nya masih berkata nurani, kan kasihan kalau ditangkap polisi nanti keluarga si perempuan itu sedih. Jadi, Adimas memilih jalan ini.

Mama dan Papa Adimas saling pandang mendengar penjelasan dari sang Putra satu-satunya.

"Papa sebenarnya sependapat sama mama mu, tapi jika itu keinginan anak satu-satunya papa yah papa bolehin. Tapi ingat disana kuliah yang baik-baik, jangan aneh-aneh dan tunggu sampai selesai baru boleh nikah." Jelas sang papa. Mama Adimas hanya bisa pasrah dan tersenyum. Demi anak mereka kedua Orang tua Adimas mengijinkan dia kuliah di jakarta.

Jika mengingat itu semua Adim merasa lega pada waktu itu Kedua orang Tua nya setuju. Tapi sekarang tidak lagi. Teror yang didapat sama persis, walau tidak separah dulu. Sekarang hanya berupa surat, tapi jika dibiarkan lama-lama sama saja mengganggu ketenangannya.

Jalan yang ditempuh, diperempatan Adimas berhenti sejenak. Sebuah treek lewat berbelok dari arah kiri jalan menuju kanan jalan sedangkan dari arah depan treek ada sebuah mobil yang akan melewati jalan kearah selatan yang dilalui treek tadi. Treek dan mobil sudah lewat, Adimas menjalankan motor nya menuju barat. Ia melewati sebuah jembatan kayu, beberapa menit kemudian ia sampai didepan rumah Bu Nairul kepala sekolah Mts dan didepan itu samping jalan kiri jika dari arah timur. Sebuah rumah dengan cat sebagian ungu, dinding terbuat dari kayu, ada sebuah tiang listrik dekat tempat duduk, disamping kiri ada sebuah toko sederhana yang ia ketahui milik kakak ke dua perempuan itu dan ada ruang dibelakang toko dalam jarak beberapa meter. Sebelah kanan ada kebun sederhana yang ditanam beberapa sayur mayur, umbi-umbi dan lain. Dan ada juga terdapat rumah panggung kayu. Menurut Adimas lumayanlah.

Motor yang ia kendarai memasuki pekarangan rumah itu. Anak-anak kecil bergumul melihat siapa yang datang. Melihat dengan mata bulat rasa penasaran mencoba mendekat. Adimas yang mengetahui, mulai tersenyum kearah mereka dan dibalas senyum. Ada satu anak perempuan sepantaran anak Uhm_ SD mungkin bertanya kepadanya.

"Maaf, kakak cari siapa ya?" Katanya bertanya kepada Adimas.

Mendengar itu Adimas menjawab. "Ulliiyy ada dirumah?" Tanya nya bertanya kepada anak perempuan itu.

Mendengar nama bulek nya dicari dia berlari. "Ada. Sabar ya saya panggilankan dulu." Menyuruh Adimas untuk menunggu diemperan depan rumah Ulliiyy.

Adimas menuju emperan depan rumah, dan melepaskan sandal yang dikenakan. Sambil menunggu dia melihat kearah sekeliling. Melihat bangunan yang ada dan meneliti mungkin ada dari beberapa bangunan yang akan dicantumkan kedalam pembuatan karyanya.

Beberapa menit. Dari arah samping kanan rumah terlihat perempuan berjalan masih memakai baju berkebun penuh lumpur dan noda-noda kotor. Tidak mengenakan kacamata itu kebiasaannya. Jadi, arah penglihatan sedikit buram jarak jauh. Kalau melihat wajah orang pasti buyar. "Maaf, siapa ya? Tadi Adik saya mengatakan anda mencari saya." Terdengar diarah dari arah samping kanan.

Mendengar suara perempuan, Adimas berdiri menegakkan badan nya. Alis yang ditekuk menandakan rasa ketidak percaya yang didengar. Apa perempuan ini melupakan dia. Oh bagus dong. Tapi ya apa itu benar. "Saya Adimas." Katanya. Adim menunggu reaksi Ulliiyy, apa yang akan terjadi.

Beberapa menit menunggu hanya diam.

"Maaf. Apa tadi anda bilang Adimas?" Katanya lagi.

"Iya saya Adimas." Menyebutkan nama sekali lagi.

"Maaf Adimas yang mana ya?" Terlihat dimata Adimas, perempuan itu terheran dan kurang yakin. Apa jangan-jangan dia salah orang. Apa nama Ulliiyy bukan hanya dia saja??

"Adimas teman sekolah mu. Uhm_." Demi menjaga sopan santun, Adimas harus bersabar dan menahan rasa marah. Mendengar dan melihat muka-muka sok polos.

"Aa,,_Adimas." Katanya sepenggal mengucapkan namanya pelan dan gugup. Menundukkan kepala gugup dan ragu. Terlihat jelas dimata Adimas berdiri tegap berhadapan dengan nya.

"Tu_tunggu sebentar. "

Setelah itu dia berlari meninggalkan Adimas sendirian. "Tunggu?" Kenapa harus. Baru beberapa detik perempuan itu datang lagi. "Mohon tunggu didalam ruang tamu." Itu katanya tapi langsung pergi menuju samping rumah. Mau masuk rasanya canggung, ya walau sudah dipersilakan juga sih. Ya sudahlah. Adimas melangkah masuk kedalam rumah. Tatanan yang rapi. Ada sofa terlihat terpisah dari sofa lainnya, terpisah jarak karena ada sebuah meja. Adimas duduk dikursi sofa dekat jendela. Dan menunggu.

***

Ulliiyy kini sudah merasa baikan. Tidak seperti dulu lagi. Hanya cukup beristirahat dan menenangkan pikiran membuat nya harus tahu jika Ibunya pasti mencemaskan dia. Pagi ini seperti biasa Ulliiyy beres-beres rumah, sudah beberapa hari dia mengabaikan beberapa hal. Terutama kebun dibelakang rumah. Setelah pekerjaan rumah selesai Ulliiyy segera berganti pakaian, baju untuk berkebun. Tidak lupa membawa wangkil peralatan seperti cangkul tapi dalam versi kecil biasa digunakan untuk membersihkan rumbut yang pendek, menanam bunga, atau hanya sekedar bersih-bersih. Kedua kaki Ulliiyy yang sudah mengenakan kaos kaki segera menuju ke belakang rumah. Alas kaos kaki supaya kaki tidak digigit semut, itu semua kata Ibunya. Mengenakan kaos kaki itu perlu, tidak hanya untuk anak sekolah saja. Bisa juga menghindari nyamuk yang kadang suka hinggap untuk menghisap darah. Pasti setelah itu akan terasa gatal dan dirasa pekerjaan kita akan terganggu atau tidak fokus.

Ulliiyy akhirnya sampai, dia segera berjongkok disisi kiri untuk membersihkan rumput pendek yang mengganggu tanaman nya. Lihatlah, bibit yang ditanam sudah mulai tumbuh walau baru menunjukkan pertumbuhan awal. Tapi itu membuatnya bahagia, kerjanya tidak sia-sia. Setelah dirasa bersih dia segera menuju tanaman kangkung. Kedua kaki menuju ke kubangan berisi Air yang hanya semata kaki tapi_

"Aaahhh_" teriak Ulliiyy kaget. Ketika kaki kanan akan masuk kedalam kubangan eh, kakinya terjebak didalam lumpur. Sehingga kakinya terjebak dan ia terjatuh kedalam lumpur. Sekarang sebagian tubuh penuh lumpur ya tidak sesepenuhnya hanya sebagian dari sepinggul turun ke kaki tapi anehnya kaki kiri masih berada diatas tanah yang tidak tergenang air berlumpur. Dan akhirnya tangan bagian kanan juga terkena. Hari yang membuat dirinya terhibur. Ulliiyy mencoba berdiri, bertumpu pada pinggiran kubangan. Kini seluruh tubuhnya sudah berpijak pada pinggiran kubangan tapi keadaannya tidak bisa diharapkan.

Ketika Ulliiyy tengah membersihkan beberapa lumpur menggunakan air bersih yang memang sudah ditampung ember cat putih yang sudah ada, dari arah pintu kebun terdengar namanya dipanggil.

"Buuleek Uulliiyy ada yang cariin. Pacarnya buuleek mungkin." Teriak suara dari arah pintu kebun. Dilihatnya ternyata itu ipah adik sepupunya.

Apa yang dia katakan barusan? Pacar. Siapa? Sudahlah lupakan. "Iya sebentar dek." Ulliiyy segera berdiri setelah dirasa lumayan bersih segera dia bergegas menuju pintu kebun dan berjalan tergesa-gesa siapa tahu ada hal penting. Tapi siapa?

Melewati kandang ayah dan mentok, kaki mungilnya melangkah terus menuju depan. Ia melewati samping kanan rumah. Apa lagi kalinya dan tubuhnya masih penuh kotor kan gak lucu kalau lewat dalam rumah.

Dapat dilihat tubuh pria mengenakan jaket tengah duduk dikursi batu semen yang sedang mengecek jam tangan dipergelangan tangan. Ulliiyy segera menghampiri. Setelah posisi nya sudah berada disamping. "Maaf, siapa ya? Tadi Adik saya mengatakan anda mencari saya." Katanya memandangi pria dihadapannya dengan penglihatan buram. Ya ampun dia lupa mengenakan kacamata sehingga penglihatan sedikit buram jarak jauh, ya walau jarak dekat pun sama saja kedua matanya sudah benar-benar butuh pemeriksaan lagi.

Tidak ada sahutan, tapi_ "Maaf saya Adimas." Ucap pria itu. Yang didengar Ulliiyy benarkan. Tapi Adimas siapa? Tidak mungkinkan Adimas itu datang kerumah. Kalau datang kesini buat apa. Ah, mungkin itu Adimas lain. Tapi memang aku punya kenalan selain dia. "Maaf. Apa tadi anda bilang Adimas?" Lebih baik mengulang bertanya.

"Iya saya Adimas. " Jawab pria itu. Loh dianya semakin heran, ini Adimas siapa ya? Aduh_ "Maaf Adimas yang mana ya?" Demi kepentingan bersama, Ulliiyy bertanya sekali lagi efek tidak memakai kacamata.

"Adimas teman sekolah mu. Uhm_" terdengar suara penekanan dalam perkataan. Waduh Ulliiyy dengar rasanya pria itu emosi. Eh _ tadi bilang teman sekolah. "Aa_Adimas." Setelah terkonfirmasi bahwa dia benar Adimas yang itu Ulliiyy merasa gugup, bahkan pandangan yang tertuju pada pria itu segera menunduk.

Wah lihatlah penampilannya, Ulliiyy baru menyadarinya. "Tu_tunggu sebentar. " katanya segera berlari meninggalkan Adimas berdiri diemperan depan rumahnya. Dirasa melupakan sesuatu Ulliiyy berlari kembali. "Mohon tunggu didalam ruang tamu. " lanjut Ulliiyy dan berlari lagi kearah belakang. Mengambil sandal , melepaskan kaos kaki yang dikenakan dan tidak lupa handuk dia segera membersihkan tubuhnya segera.

Beberapa menit sudah, dirinya segera masuk dan segera memakai baju yang cocok tidak lupa kacamata. Rasanya gugup yang dirasa. Bingung mau bicara apa? Dan ada perlu apa Adimas kerumah nya. Setelah dirasa cukup kedua kaki berjalan menuju ruang tamu. Dia berhenti didepan pintu antara ruang tamu dan ruang keluarga, disana Adimas dan Ibunya tengah berbincang-bincang dilihat dari raut wajah sang Ibu yang sudah tua terasa bahagia. Ulliiyy yang melihat tersenyum dan menenangkan hatinya untuk tidak gugup. "Maaf lama." Ucap Ulliiyy diawal.

Perbincangan keduanya antara Ibunya dan Adimas berhenti melihat kearah suara.

"Ya wes ya Le, itu Ulliiyy nya wes teko. Ojo lali diombe wedange." Kata sang Ibu. "Ibu tak kedepan dulu yo." Lanjut ibunya.

"Iya, Bu. Mau Adimas antarkan?" Tawar Adimas kepada Ibu dari perempuan itu.

"Ndak usah Le. Ibu bisa sendiri. Kamu bicara saja karo Ulliiyy yo."

Adimas hanya menganggu melihat kearah Ibu tua itu. Ulliiyy yang mendengar dan melihat merasa perasaan damai. Setelah Ibunya tidak terlihat lagi, tujuan pandangan yang awal lembut tadi berbalik tajam ke arah nya. Ulliiyy yang tidak menyadari hanya bisa diam.

Adimas bangkit dari tatapan tajam kearah perempuan itu berjalan mendekatinya. "Apa maksudmu." Tunjuk Adimas memperlihatkan surat ke arah Ulliiyy, Ulliiyy segera mengalihkan tatapan kearah surat itu tapi dia tidak paham akan pertanyaan yang dimaksud Adimas.

"Maksudnya?" Kata Ulliiyy menunjuk kertas itu.

"Sudah deh gak usah sok polos lagi. Lo kan yang ngirim surat ini. Ngaku deh." Ucapnya pelan tapi menandakan amarah.

Mendengar itu Ulliiyy merasa gugup, dia tahu itu surat yang dia titipkan kepada Putri untuk Adimas jadi kedatangannya kesini untuk membahas dia surat tersebut. Kepalanya menunduk tidak mampu untuk memandang pria didepannya. Malu. Satu kata. Jelas-jelas perasaannya sudah ditolak oleh pria ini tapi masih saja dirinya berharap lebih.

"LO TUH MIKIR GAK SIH!!" Sinis terhadap tingkah perempuan didepannya.

Tidak sanggup lagi. Itu yang Ulliiyy rasakan kini.

"Dulu gue biarin lu seperti ini, tapi sekarang gue gak bisa tinggal diam. Gue tuh muak akan tingkah lo ya. Lo bisa bedakan gak sih, apa itu cinta sama TEROBSESI. Hello! Lo ngerti gak!" Kata Adimas menekan kata terobsesi.

Ulliiyy paham apa kata Adimas, tapi Ulliiyy tidak bisa menghindari perasaan ini.

"Hah _ percuma gue jelasin lo kalau otak lo itu gak jalan ama apa kata gue. Sudahlah. Gue pulang." Adimas merasa tindakan barusan percuma saja jika orang yang diberitahukan tapi tidak singkron sama ucapannya ya semua percuma saja.

Untuk soal surat itu Adimas meninggalkannya dimeja kayu berwarna putih dan melangkah keluar rumah perempuan itu. Menuju motor yang diparkir. Untung aja Adimas tidak berpapasan dengan Ibu perempuan itu dan pulang.

Sedangkan Ulliiyy hanya bisa berdiri terdiam mengamati kepergian Adimas, rintikan air mata mulai mengalir. "Segitunyakah cinta ku untuk mu yang engkau anggap. Maaf." Tangan nya tergerak ke arah surat itu. Mengambil dan menuju ke arah kamar. Menangisi apa yang barusan terjadi.

Bersambung..

***

Maaf ya jika baru update. Tapi di chapter ini panjangkan. Lebih dari 2 ribu kata. Jangan lupa komentarnya? Bagaimana pendapat kalian soal Adimas dan Ulliiyy,,.. siapa yang dukung Adimas bisa bersama Ulliiyy atau akhir cerita add ending. Kita tidak akan tahu jika tidak membaca. Cari karakter yang menurut kalian sukai. Siapa itu cewek misterius?

avataravatar
Next chapter