3 Kencan Galau

Dua jam berlalu, di atas panggung para idol yang terdiri dari Arjun, Gilang, Mario dan Miryu itu memberikan salam perpisahan. Meski sudah diperbolehkan adanya konser, baik artis, staff dan para penonton harus tetap mematuhi protokol kesehatan.

Reiji duduk di antara Yuji dan Zaenab. Reiji dapat merasakan aura hitam yang menguar dari tubuh Zaenab, aura kekecewaan. Iyalah, bagaimana tidak? Soalnya sepanjang konser Reiji heboh sendiri dengan abangnya, mengabaikan keberadaan Zaenab. Mereka nyanyi bareng, teriak bareng, meneriakkan fancant keras banget. Bahkan mungkin kini Zaenab mengalami gangguan pendengaran akibat teriakan Reiji dan Yuji. Lebih parahnya lagi, Reiji sama sekali tak menghiraukan perasaan Zaenab.

Seusai lagu penutupan, mereka memutuskan meninggalkan gedung konser dan mencari makan. Seperti sebelumnya, Reiji dan Yuji berjalan beriringan meninggalkan Zaenab jauh tertinggal di belakang. Zaenab hanya bisa bersabar. Tak apa, ini ujian kesetiaan cintanya. Ia tak akan goyah.

Sesampainya di kedai makanan siap saji, Reiji memesan makanan kesukaan dia dan abangnya. Ya, ayam crispy bagian paha. Reiji menyuruh Zaenab untuk memesan makanan sendiri, soalnya dia bosan kalau tanya sama cewek mesti jawabnya 'terserah'.

Zaenab melamun, memikirkan kencan pertamanya dengan Reiji minggu lalu. Saat itu, Reiji begitu perhatian, begitu meyayanginya bahkan Reiji bersedia mengantar dia ke mana pun. Zaenab sempat berpikir bahwa orang yang di depannya saat ini adalah orang yang berbeda dengan orang yang kencan dengannya minggu lalu.

Apa mungkin saat itu bukan Reiji? Apa jangan-jangan mereka bertukar peran seperti yang sering dilakukan Pradhika's Triplet selama ini? Lalu, siapa yang menyatakan cinta padanya 2 minggu yang lalu itu? Kemungkinan-kemungkinan aneh tiba-tiba memenuhi benak Zaenab.

"Ai, pesananmu dah dateng tuh! Buruan di makan gih!" Suara Reiji membuyarkan lamunan Zaenab.

"Ah, iya. Selamat menikmati, Say?" Zaenab berucap lembut.

"Buwahahaha," tawa Yuji menggelegar, "jijikin banget panggilan kalian, sumpah! Ai, aiyang? Say, sayang? Gitu maksudnya? Norak banget, astaga!"

"Bukan, Bang! Ai itu kepanjangannya Aiphone. Soalnya kan Bang Yuji yang ngajarin, 'Rei, kalau sama cewek itu lu harus nyangjung-nyanjung dia, cewek itu sukanya dipuja dan dipuji' gitu 'kan Bang Yu bilang?" Reiji berucap sambil menirukan logatnya Yuji.

"Terus terus, apa hubungannya sama aiphone, Rei?" Yuji masih penasaran.

"Kan Rei nggak bisa idup tanpa aiphone, Bang. Jadi, Rei ibaratin Zaenab itu kayak aiphone kesayangannya Reiji."

Blush

Seketika itu juga wajah Zaenab memanas. Be-benarkah ia sepenting itu? Benarkah Reiji tak dapat hidup tanpanya? Kini Zaenab menarik pemikiran buruknya tentang Reiji.

Zaenab memberikan kulit ayam krispi kepala Reiji. Ya, itung-itung sebagai permintaan maaf soalnya tadi sudah berburuk sangka. "Ini buat kamu, Rei!"

"Oh, makasih, Ai," ucap Reiji. Ia tak langsung memakannya, tapi ia malah menaruh kulit ayam yang diberikan Zaenab beserta kulit ayam miliknya ke piring Yuji. Sebegitu sayangnya dia sama abangnya sampai rela ngasih kulit ayam ke Yuji.

Yuji hanya tersenyum singkat. Namun, ia kini merasakan aura tidak mengenakkan di antara mereka. Ya, Zaenab menahan amarah. Bahunya narik turun dan napasnya memburu. Yuji yang menyadari itu, membagi kulit ayam yang diberikan Reiji padanya.

"Lalu, sekarang kamu ke manain aiphone kesayanganmu itu, Rei?" ucap Yuji, mencoba mendinginkan suasana yang entah kenapa tiba-tiba terasa panas.

"Rei buang, Bang. Soalnya udah bosen. Rei gak pake aiphone lagi, sekarang Rei pakenya Samsul," ucapan polos dari seorang Reiji yang sama sekali tak sadar situasi.

Brak!

Zaenab menggebrak meja. "Oh, jadi seperti itu ternyata, Rei? Jadi suatu saat kamu akan putusin aku saat kamu sudah bosen denganku? Gitu? Aku benar-benar gak nyangka, Rei! Kamu tega! Huks huks...." Zaenab berlari meninggalkan Reiji dan Yuji. Isakan tangisnya masih terdengar samar.

Reiji dan Yuji saling bertukar pandang. Dahi Reiji berkerut. "Salah Rei apa, Bang?"ucapnya sambil makan kentang goreng.

"Au ah." Yuji tak ambil pusing. Lagian bukan urusannya juga.

***

Zaenab berlari di tengah hujan yang menyamarkan air matanya. Hawa dingin seolah menusuk hingga ke tulang. Hancur sudah ekspektasinya berkencan dengan Reiji. Ia mengusap-usap lengannya untuk memberi sedikit kehangatan. Malam semakin larut, angkot juga tak kunjung lewat.

'Huwaaaa, kenapa kisah cintaku berakhir tragis seperti ini,' jerit Zaenab dalam hati.

"Apa kau merasa kedinginan?" Suara berat tiba-tiba menyapa indera pendengaran Zaenab.

Zaenab mendongak. Ada seorang pria yang baru saja memayunginya. Pandangan Zaenab sedikit mengabur karena air hujan. Ia mengucek mata untuk membersihkannya. Dan ia terlonjak saat mengetahui sosok pria yang kini berada di hadapannya. "Reiji??" pekiknya tak percaya.

"Lha bukan," sosok tadi menggeleng cepat, "gua Siji kali. Masa' masih belom bisa bedain sih? Kan kita temenan sejak esde."

"Ah, Siji. Kukira Reiji tadi yang nyusulin," ucap Zaenab. Ada sedikit rasa kecewa saat ini. Padahal ia ngarep banget Reiji nyusulin dia dan minta maaf.

Zaenab menghela napas berat. Ia mencoba tenang. Tapi kalau dipikir-pikir apa salahnya jika itu bukan Reiji? Toh, Siji pun boleh juga. Mereka sama-sama ganteng. Sama-sama putera Om Yudha Pradhika yang populer itu. Ah, kalau dipikir-pikir tak ada rotan, akar pun jadi.

"Woy, Zae! Malah ngelamun lagi! Pegel nih gua megangin payungnya," bentak Siji yang langsung membuyarkan lamunan Zaenab.

"Oh iya, maaf. Terima kasih ya, Siji," ucap Zaenab sambil mengambil alih gagang payung. Ia senyum-senyum tanpa sebab dan merapikan rambutnya yang berantakan tadi.

Siji mengulurkan tangan kenannya ke arah Zaenab.

Zaenab tertegun sesaat. Ia benar-benar tak menyangka. Baru juga putus sama Reiji, masak ia sudah mau taken sama Siji? Apa tidak apa-apa begini? Apa nantinya tak akan ada pertengkaran saudara memperebutkan dirinya? Ini benar-benar seperti di drama Korea. Ia merasa seperti pemain utama perempuan yang diperebutkan oleh dua bersaudara.

Zaenab mengambil uluran tangan Siji. Pasti setelah ini ia akan diantar pulang oleh Siji. Dalam hati ia memohon maaf pada Reiji karena ia terlalu cepat move on dari Reiji.

"Ngapaen, oey?" Siji membentak. Dahinya berkerut melihat sikap aneh perempuan yang ada di hadapannya.

"Lho... lho... bukannya kamu ngulurin tangan buat ngajakin aku pulang bareng gitu, Ji?" Zaenab berucap. Ia masih memegang tangan kanan Siji.

"Ngapaen gua mesti repot-repot nganterin lu coba? Emang lu siapa gua, hem?"

"Tapi... tapi... itu tangan kamu terulur buat apa? Apa maksudnya?"

"Cuan maksudnya, Zae! Cuan!"

"Aku nggak paham, Ji. Cuan buat apa?"

"Lu sekarang lagi megang payungnya siapa?" tanya Siji.

"Payung kamu, Ji," jawab Zaenab.

"Terus ini yang di dalem tas gua apa?" Siji menunjukkan totebag yang isinya beberapa payung.

"Payung," jawab Zaenab. Ia menggaruk tengkuknya, masih belum mengerti.

"Jadi profesi gua saat ini jadi tukang ojek payung, Zaenab. Kalau lu mau beli juga nggak apa, tapi harganya 100 ribu per biji." Siji mengeluarkan payung berbagai warna dan mulai promosi.

Zaenab membanting payung yang diberikan Siji tadi.

"GUA NGGAK BUTUH! TIGA SODARA SAMA AJA, SAMA-SAMA NGESELIN KALIAN SEMUA!!" Zaenab berteriak. Ia berlari menembus derasnya hujan.

Siji mengambil dagangan payung miliknya. "Lha? Gua salah apa coba sampek dibentak-bentak kek gini?" ucapnya, miris.

Bersambung ....

avataravatar
Next chapter