12 Belum Berakhir

Yuji melingkarkan tangan di pundak Reiji, adik kesayangan yang manjanya minta ditabok itu. Ia benar-benar tidak menyangka jika akting mereka bertengkar untuk membodohi Siji, malah berakhir dengan pertengkaran sungguhan.

"Bang Yu, Reiji minta maaf, ya?"

"Untuk?" Yuji menyahut. Ia melihat sekilas wajah tampan adiknya yang sungguh mirip dirinya itu.

"Sebenarnya jebakan lubang tadi itu, Rei siapin buat Bang Yuji. Eh, malah si Sithok yang kena." Saat mengatakan ini, Reiji terlihat tertunduk, menyesal.

Yuji mengerti itu, bahkan ia juga mempersiapkan lelucon lain lagi setelah ini. Mumpung belum berganti hari.

Yuji mengangguk dan menepuk pundak adiknya. "Tenanglah, Rei! Bang Yu ngerti kok. Dan untungnya saja tadi bukan Bang Yu yang terjebak."

Reiji tersenyum lembut sambil mengangguk.

"Rei?"

"Iya, Bang?"

"Mau membuat lelucon lagi untuk Siji, nggak?" Yuji berucap sambil matanya mengerling ke arah Reiji.

Reiji mengangguk. Ia bahkan kini sambil tersenyum dan bertepuk kegirangan. Kalau masalah mengerjai kakak sulung mereka itu, Yuji dan Reiji memang jagonya. Mereka memang partner ini crime.

"Jadi, kita bikin lelucon apalagi, Bang Yu?" Reiji penasaran. Kali ini, ia akan melakukan dengan baik. Ia tidak boleh gagal lagi seperti kejadian tadi.

Yuji tersenyum dan mendekatkan bibirnya ke telinga Reiji. Ia membisikkan sesuatu pada adiknya itu.

Setelah mendengar Yuji menyelesaikan kalimatnya, Reiji terlihat melotot, tidak percaya. Ia menatap tajam ke arah Yuji.

"Apa enggak apa-apa, Bang Yu? Kan lelucon itu paling nggak mungkin." Reiji berucap. Ia kini bahkan menjauh beberapa langkah ke samping. Reiji tidak menyangka jika Abang Yuji-nya itu sampai memikirkan lelucon semustahil itu.

Yuji menarik pergelangan tangan adiknya. Ia menyeret Reiji untuk segera pulang ke rumah. Yuji benar-benar sudah tidak sabar mengatakan lelucon itu pada Siji.

"Bang Yu, Reiji takut kalau ketahuan papa mama!" Reiji mengeluh, tapi ia masih mengikuti langkah Yuji, sedikit berlari.

"Tenang saja, Rei! Bang Yuji yang akan mengatur ini semua. Lagipula, target kita sekarang ini adalah Siji. Tidak ada hubungannya sama papa mama." Yuji menyahut, mencoba menenangkan adiknya. Bahwa semua rencana Yuji akan berjalan lancar kali ini.

"Eh iya." Reiji menghentikan langkahnya sejenak, membuat Yuji sontak menoleh ke arah adiknya, Reiji.

"Kenapa, Rei?"

Reiji terlihat menjentikkan jarinya dan menyeringai.

"Dari tadi yang kita beri lelucon hanya Siji, Bang Yu. Bagaimana kalau papa dan mama juga kita beri lelucon?" saran Reiji. Bungsu dari Pradhika's Triplet ini memang terkenal akan kelicikannya. Namun, ia terlihat seperti anak baik-baik jika dilihat dari luar.

Yuji terlihat mengangguk sambil memijit dagunya.

"Benar juga kau, Rei? Kau punya ide untuk memberi lelucon pada papa mama? Lelucon yang akan membuat mereka tercengang, terhenyak dan tersentak. Yang seperti itu, ada nggak Rei?"

Reiji menyeringai, begitu misterius. Ia mendekat ke telinga Yuji dan membisikkan sesuatu.

Detik berikutnya, tawa Yuji pecah. Ia tertawa sambil memegangi perutnya.

"Buwahahaha, itu benar-benar lelucon yang paling nggak masuk akal yang pernah Abang denger, Rei." Yuji berucap, terdengar seperti cemoohan di telinga Reiji.

Reiji kesal. Ia menghentak-hentakkan kakinya di tanah. Ia merasa idenya tidak dihargai oelh Abang Yuji-nya.

"Bang Yu kok gitu sih responsnya? Kan Reiji tadi mikirnya keras buat dapat lelucon itu, Bang Yu. Bang Yu benar-benar kejam!" Reiji mencebikkan bibirnya, kesal. Ia mengira jika dia dan Bang Yuji-nya mulai tidak sejalan lagi.

Yuji menyadari perubahan ekspresi adiknya. Ia berhenti tertawa dan menepuk pucuk kepala adiknya itu.

"Baiklah, Rei! Kita katakan lelucon itu pada papa mama. Kalau untuk Siji, tetep lelucon yang dari Bang Yuji tadi, ya?" bujuk Yuji pada adik satu-satunya itu.

Meski Yuji memprediksi jika lelucon yang akan dibuat Reiji nanti akan gagal, tapi ia berusaha tetap mendukung adiknya. Kalau Reiji tidak dituruti kemauannya, pasti si bungsu itu akan merajuk. Kalau Reiji merajuk, Yuji jadi tidak punya teman lagi untuk merundung Siji dong? batin Yuji, anak kedua di keluarga Pradhika itu.

Reiji terlihat mengangguk antusias. Ia melingkarkan kembali tangannya ke pundak Yuji. Mereka berjalan beriringan di tanah yang sedikit becek akibat diguyur air hujan baru saja.

"Sesampainya di rumah, kita mandi dulu. Lalu, target kita adalah Siji. Bagaimana?" tanya Yuji, sambil terus berjalan menyusuri jalan menuju kompleks rumahnya.

"Setuju, Bosque!" Reiji mengacungkan jempolnya ke arah Yuji.

Bersambung ....

avataravatar
Next chapter