webnovel

Dimulai

Rie pov

Kabar gugurnya salah satu guru Naruto sudah tersebar dalam hitungan jam. Siapapun merasa terpukul.

Aku melihat Naruto kehilangan cahaya di wajahnya, dia juga tak membiarkanku membuka tirai jendela meski ini sudah tengah hari. Jadi aku memutuskan mencari seseorang yang bisa membujuknya.

"Shikamaru!!" panggilku pada pemuda malas yang tengah bicara dengan Kakashi sambil berjalan membahas kode yang ditinggalkan Jiraiya sensei di saat terakhirnya.

"Oh? Kakaknya Naruto??" sambutnya

"Konichiwa Kakashi sensei." Aku sedikit membungkuk menyapanya.

"Yo. Konichiwa." Balasnya. "Baiklah, aku pergi dulu. Sampai jumpa." Wush. Kakashi melompat cepat entah kearah mana.

"Ada perlu apa?" tanya Shikamaru.

"Kau pernah kehilangan guru kan?" aku mulai menyampaikan maksudku. Raut wajah terkejut bercampur duka langsung menghiasi wajahnya sesaat.

"O-oh. Iya. Asuma sensei .." gugup.

"Bisakah kau bicara dengan Naruto??" aku menunduk mengingat betapa hatinya hancur seakan dia tak mampu menampungnya lagi?

"Ha?"

"Karena mengalami makanya memahami. Jadi aku berpikir untuk meminta bantuanmu. Tapi kalau .. "

"T-Tidak tidak, jangan memasang wajah begitu." Sergahnya cepat, lalu menggenggam kedua bahuku. "Jangan khawatir. Aku akan bicara dengannya, Rie nee-chan, hilangkan ekspresi sedihmu."

"Sungguh?"

"Yo. Serahkan saja padaku."

"Arigatou Shikamaru."

Kenapa rasa sakit Naruto selalu menyerempet juga pada hatiku??

Kenapa?

Perasaan seperti tak boleh ada. Tidak boleh.

Aku dan Shikamaru berjalan beriringan menuju tempat tinggal Naruto. Kami berbincang banyak hal. Tapi terkadang secara random dia menanyakan hal yang tak ku pahami kemana arahnya. Misal saja:

"Apakah kau sudah pernah ngobrol dengan Kakashi sensei?"

"Tadi kami mengobrol saat aku menyapamu."

Tuing!

"B-Bukan itu. Ha-ha .. " Shikamaru tertawa kikuk menggaruk tengkuknya.

"Hmm?" kumiringkan kepalaku penasaran dengan pertanyaannya mengenai Kakashi. Tapi dia tak menjawab, selain itu kami juga telah sampai dipintu rumah.

Naruto baru membuka pintu setelah kami lama menunggu. Wajahnya sangat lesu dan pucat.

"Ada apa??" tanyanya.

"Ikutlah denganku sebentar." Ajak Shikamaru.

"Kemana?"

"Ikut saja." Bujuknya lalu berpaling padaku. "Rie nee-chan sebaiknya tetap dirumah." Lanjutnya mendapat anggukkanku.

Aku tak tau apa rencana si cerdas itu, hari ini aku ingin tidur seharian saja.

.

.

.

Kurebahkan tubuhku di kasur lembut yang tadi kujemur. Rindu, aku rindu rumah dan keluargaku, lingkunganku yang sangat menyenangkan, aku rindu kursi malas faforitku, rindu buku-buku novel di rak, aku rindu kucingku dan tingkah manjanya.

Aku rindu rumahku. Rindu dimensi dimana seharusnya aku berada, bukan lompat-lompatan di dunia seperti ini.

Kubiarkan airmataku membasahi pipi, rambut dan bantalku hingga lelap mengambil alih.

Ketika bangun aku ada diruang rawat pertama aku datang.

"Onee-chan!! Yokatta!!" Naruto disamping ranjang memandangiku dengan mata berbinar.

"Naruto? .."

"Kau sudah sadar??" Lady Hokage memotong kalimatku.

"Aku kenapa?" tanyaku penasaran. Yang aku ingat tadi aku sedang tidur nyenyak kemudian terbangun disini.

"Ketika aku pulang, kau tidak menyambutku. Lalu aku ke kamarmu. . . "Naruto menunduk tak melanjutkan kalimatnya.

"Ada apa Naruto?" tanyaku halus.

"Tubuhmu sangat dingin, detak jantungmu pun sangat lemah." Tsunade menjelaskan. "Tapi untuk saat ini tidak apa-apa."

"Gomenasai onee-chan."

Kenapa dia minta maaf?

"Aku sendiri yang akan meracik obat untukmu, pastikan kau meminumnya tepat waktu apapun yang terjadi." Tsunade memperingatkan dengan wajah seram.

"Wakatta." Jawabku padanya. Aku merasa Lady Hokage masih ingin mengatakan sesuatu tapi menahannya.

.

.

.

Dirumah, Naruto selalu mengawasiku, memastikan aku meminum obat dari Lady Hokage. Ada bagian hatiku merasa senang karena ada lelaki yang perhatian.

"Yosh. Aku akan menemui Shikamaru dan Shiho untuk memecahkan kode." Pamitnya setelah aku selesai menelan pil-pilku.

"Aku akan mampir membawakan makan siang untuk kalian."

"Baiklah. Aku pergi onee-chan~."

..

..

Didapur, aku mengemas makan siang sambil melamun.

Aku sangat ingin pulang, sangat. Sampai kapan aku menanggung semua ini?

Apakah mereka yang bersalah dalam kejadian 'itu' juga mengalami hal serupa denganku ataukah mereka malah bahagia denganapa yang terjadi padaku??

Masalahnya adalah? Luka di batin Naruto telah menyentuhku tanpa bisa kutolak. Dahulu bisa kuabaikan, tapi sekarang kenapa?

..

Ruang Divisi Kode Rahasia :

"Makan siang untuk kalian." Ucapku sambil berjalan masuk.

"Onee-chan. Arigatou." Sambut Naruto senang. Wajah cerahnya kembali, hatiku ikut tersenyum.

Shikamaru dan Shiho juga menyambut riang bento buatanku.

Aku sibuk melihat-lihat buku sementara mereka bertiga membahas soal angka 9 dan huruf 'ta'. Aku berharap menemukan sesuatu tapi pikiran kosong, tak menemukan petunjuk apapun setidaknya keberadaanku dalam masa kecil Naruto. Aku kembai ke meja bulat tempat mereka berdiskusi, tepat waktu dengan kehadiran Kakashi di jendela membawa buku (ekhem ++ plus plus)

Setelah saling sapa, aku duduk manis mengisi ulang energi.

Salah satu keunikan yang aku miliki sejak berlompatan antar dimensi selain bisa mengendalikan es adalah energiku yang unik seperti smartphone tanpa simbol baterai. Aku bisa lelah dan pingsan kapan saja tanpa kurasakan sebelumnya, bila aku merasa sedikit lelah atau pusing, aku harus berhenti bergerak atau memakan sesuatu untuk recharge energi.

Hal ini juga berlaku untuk luka fisik. Ditambah lagi terkadang gerak tubuh dan ucapanku seakan ada yang mengendalikan.

Kali ini aku cukup terhibur bisa melihat wajah lucu merah padam Kakashi kala diminta membaca salah satu halaman yang berkemungkinan berisi petunjuk kode. Karena itu buku untuk orang dewasa, tapi sepertinya baik Naruto, Shikamaru maupun Shiho tidak ambil pusing.

Terlalu lama diam, aku sampai tidak sadar kalau sedari tadi Naruto memanggilku.

"Kau butuh obat lagi?" tanyanya dengan raut wajah gelisah. Kujawab dengan gelengan.

"Boleh aku ikut bertemu Godaime?" pintaku.

Naruto mengangguk lalu meraih tanganku untuk berjalan bersama mereka.

.

.

Di kantor Hokage, mereka tak menemukan petunjuk baru, Fukaku sang tetua sage yang saat itu ikut bertarung dengan Jiraiya tak banyak tahu tentang kode yang berhasil dditerjemahkan. Naruto terlalu tidak sabaran bahkan untuk menunggu hasil otopsi salah satu mayat anggota Akatsuki yang membunuh gurunya.

"Aku akan balas dendam."

Sudah kuduga Naruto akan mengucapkannya. Semua terkejut kecuali aku dan Shikamaru. Lagi-lagi aku merasakannya, kesakitan bocah berambut kuning itu seakan adalah sakitku.

"Bahkan Jiraiya tidak bisa mengalahkan Pain. Apa yang membuatmu bisa melakukannya?" tanpa sadar aku mengatakan apa yang harusnya dikatakan tetua Sage. Semua orang menatapku setuju. Naruto tertunduk diam meremas kertas terjemahan kode.

"Jika melawannya sekarang, kematianmu akan sia-sia." Tambah tetua Sage

"Maksudmu aku harus melupakan kematian petapa genit?" sergahnya.

"Bukan begitu. Maukah kau ikut denganku??"

.

.

.

"Padahal ingatanmu belum kembali.." Naruto memelukku hangat.

Aku bersama Lady Hokage, Sakura, Shikamaru dan Kakashi mengantar kepergian Naruto untuk berlatih jurus Sage dibawah bimbingan tetua Sage di Gunung Myoboku. Bocah ini selalu saja memikul beban paling berat.

"Aku percaya kau bisa melakukan yang terbaik." Balasku

"Kakashi Sensei, Shikamaru, tolong jaga kakakku."

"Jangan khawatir, fokuslah pada latihanmu." Ucap Shikamaru.

"Baiklah, aku pinjam anak ini." Tetua Sage bersiap pergi.

"Tolong jaga dia." Lady Hokage membungkuk sopan.

Gerbang telah ditutup, aku masih berdiri terpaku berkecimpung dengan pikiranku.

"Bagaimana aku memanggilmu??"

Eh? Kakashi masih disini? Kupikir sudah pergi duluan. Kuputar tubuhku untuk berhadapan sempurna dengannya.

"Panggil namaku?" balasku menatap matanya. Tapi kenapa dia kebingungan begitu.

"Namamu?" bisiknya masih bisa kudengar.

"Ini .. " kulepas kalungku menyodorkannya pada Kakashi. Dia menekuk pingganggnya kedepan memandang kalung warna putih berbandul kepingan salju

"Kalung salju?" .

Terlalu reflek, aku memasangkan kalung itu pada lehernya. Dia juga orang berhati kuat batinku.

Tunggu? Apa yang aku lakukan? Memasang kalung dari depan?

Kan Kakashi hanya melihat kalungnya..? Duh!

Agar tak terlihat gugup dan salah tingkah. Aku mengontrol gerak tubuh dan ekspresiku sesantai mungkin.

"Terimakasih." tukasnya usai kupasangkan kalung. "Untuk apa ini?"

"Karena Naruto memintamu menjagaku." Alasan tidak masuk akal, pikirku.

Mungkin karena ini efek aku kurang perhatian lawan jenis di dimensi asliku. Aku menjadi caper tapi jaim, dan ini adalah salah satu resiko yang diakibatkan perbuatanku sendiri. Aku pernah mengalami yang lebih parah tapi abaikan saja dulu.

"Begitu?" Kakashi mematahkan bandulnya menjadi 2 bagian lalu memberikan setengah kepingannya padaku.

"Kenapa?"

"Entahlah. Kupikir sebaiknya kau simpan bagian lain. Firasat saja."

Aku mengangguk, kami berjalan beriringan dalam diam.

# # #

"Lady Hokage?"

"Kau sudah datang? Duduklah."

"Kenapa memanggilku?" aku berbasa-basi santai.

Lady Hokage memanggilku entah untuk apa. Tapi aku menduga untuk mencari tahu tentangku karena aku melihat ada ayah Ino, Inoichi, ninja dari Divisi Intel. Selain itu ada Kakashi dan Shikamaru juga.

Setelah memperkenalku pada Inoichi Lady Hokage memulai penjelasan.

"Aku ingin berbicara tentang ingatanmu yang disegel Sandaime."

"Disegel?" aku melotot. Persepsi macam apa itu?

"Apa kau benar-benar tidak mengingat apapun meski sedikit?" nada bicara Godaime serius.

" . . . " aku menggeleng. Kulihat mereka saling bertukar pandang sejenak. Aku sedikit takut.

"Sedikitpun?" Shikamaru ikut bertanya dan aku mulai gemang diperlakukan seperti ini.

"Aku tahu siapa diriku. Tapi aku tidak punya ingatan tentang tempat ini dan orang-orang didalamnya." Aku bicara sedikit ketus untuk menutupi rasa takut. Godaime menghela nafas kasar lalu mengangguk pada Shikamaru.

"Lihatlah ini." Shikamaru berdiri disampingku kemudian membuka gulungan tua perlahan dan memperlihatkan isinya padaku.

GASP..!!!

[

END RIE POV

[

Dalam gulungan itu menampakkan foto lawas seorang gadis yang sangat mirip Rie sedang duduk bersama Kakashi dan Itachi saat keduanya masih kecil. Wajah Rie menampakkan keterkejutan hingga dia menahan nafas beberapa saat sampai membuatnya tersengal-sengal.

"Bagaimana?" Rie masih berusaha bernafas.

"Kami juga sedang mencari tahu." Nada bicara Godaime lebih halus.

"Maaf karena memperlakukanmu seperti ini. Tapi kami harus melakukan sesuatu secepatnya." Inoichi berusaha menjelaskan perlahan.

"Kenapa tidak bicara?" Rie menatap lurus kearah Kakashi sangat menuntut penjelasan.

"Karena semua sedang sibuk dengan kematian Jiraiya. Jadi aku .. .. " Kakashi tak melanjutkan kalimatnya.

"Oh? Aku sampai lupa hal itu. Maaf karena bersikap egois." Rie bangkit dari duduknya membungkuk lurus 90 derajat.

"Tidakkah dia sedikit terlalu polos?" Shikamaru berbisik pada Godaime. Jika saja dia tahu bahwa Rie bersikap lugu senatural mungkin agar diperlakukan dengan baik oleh orang lain. Di dimensi asalnya, dia selalu diperlakukan berbeda berdasarkan fisik dan status sosial.

"Apa yang bisa kulakukan untuk meringankan pekerjaan kalian?" kalimat kedua membuat semua yang dalam ruangan membelalakkan matanya.

"Cukup buka pikiranmu agar Inoichi bisa membaca ingatanmu." Godaime memecah keterkejutan yang lain.

"Aku mengerti." Meski berkata begitu, hati Rie merasa sangat cemas kalau nanti ada ingatan yang harusnya tetap tersimpan malah terbongkar. Dalam hal ini dirinya tentu tak memiliki alasan untuk menolak.

#

#

#

Proses membuka ingatan dimulai. Inoichi memegang kepala Rie hati-hati, yang lain menunggu harap-harap cemas.

Sebelum ditidurkan, hati Rie sangat ketakutan. Tapi dia bisa apa? dalam pikirannya tentu saja ada sejuta rahasia yang harusnya dia tanggung sendiri hingga suatu saat nanti dia ingin membalas mereka yang mengutuknya.

.

.

Setelah beberapa saat Inoichi berkeringat sangat banyak, dahinya mengernyit serta tangannya mulai bergetar. Tentu saja yang lain menyadari hal itu. Inoichi melepas tangannya lalu mengejar nafas tersengal seolah dia baru saja berlari 3 hari 3 malam.

"Daijobu?" tanya Godaime.

"Gadis ini .. " Inoichi membuka penjelasan setelah mengatur nafas. "Dia pernah ada di berbagai zaman dan peristiwa mengerikan."

Yang lain sudah memprediksi hal itu sejak melihat foto dalam gulungan kuno.

"Apa dia benar-benar abadi?" tanya Shikamaru menyesuaikan pemikirannya.

Sebelum menjawab, Inoichi duduk memegang kepalanya. Godaime sabar menunggu.

"Menjelaskannya sangat rumit." Inoichi memulai menjabarkan apa yang ia lihat sekejab. "Aku tidak mampu membaca pikirannya lebih jauh lagi."

"Ingatannya benar-benar disegel?" tanya Godaime.

"Tidak. Itu terjadi secara alami."

"Aku belum bisa memahaminya." sahut Kakashi.

Inoichi menghela nafas.

"Ingatannya akan terhapus secara alami ketika dia terbangun dari segelnya seperti saat dia muncul beberapa hari lalu. Selain itu .. .. " Inoichi berhenti sejenak. "Sebagian ingatan tidak terhapus. Bayangkan dia harus memiliki memory sebanyak itu."

Semua orang memahami penjelasannya.

"Kau menemukan sesuatu tentang Sandaime?" Godaime kembali bertanya.

"Sebaiknya biarkan seperti itu?"

"Nani?" Shikamaru dan Kakashi heran bersama.

"Aku masih mampu membaca pikirannya tapi aku lebih memilih tidak melakukannya." melihat yang lain masih kebingungan, dia melanjutkan. "Gadis ini akan menderita seorang diri." Inoichi bangkit dari duduknya. "Untuk saat ini tugas kita adalah menjadi rumahnya."

"Apa maksudmu?"

"Dia adalah bantuan, bukan ancaman untuk desa ini." Diliriknya Rie yang masih duduk tertidur dengan mata sayu. "Beri aku waktu istirahat 1 hari. Aku akan memberi kabar secepatnya." Inoichi berjalan sambil memegang pelipisnya.

Sepeninggal Inoichi, mereka bertiga memandang Rie dengan pikiran masing-masing.

"Bagaimana sekarang?" Shikamaru memecah keheningan.

"Inoichi bilang dia bukan ancaman. Angkat dia ke ruang rawat. Kita bicara lagi nanti." Lady Hokage pergi setelah memberikan perintah.

Shikamaru menggendong Rie sehalus yang ia bisa.

"Menderita seorang diri?" Kakashi masih bertanya-tanya .

"Semoga tidak dalam waktu dekat." Shikamaru mengomentar pertanyaan Kakashi.

"Yaah. Kau benar. Semoga .. "

.

.

_____Bersambung____

Halo hay aku kembali dengan request yang udah jamuran hakaka

komentar inbox aku up menyusul.

Silahkan tinggalkan jejak bila kalian suka.

Silahkan tinggalkan bila tak suka. Saya ikhlas T_T

Have some idea about my story? Comment it and let me know.

Noelloriacreators' thoughts