Karma tidak pernah salah alamat. Seperti yang aku alami kini. Dulu aku pernah menjadi duri dalam rumah tangga orang lain. Aku memisahkan seorang istri dari suaminya, sampai ia menghembuskan nafas terakhir. Saat itu, apakah aku merasa bahagia? Jawabannya TIDAK!! Mungkin untuk sebagian orang, mereka akan berfikir aku seorang perempuan yang sangat beruntung, karena akhirnya aku memiliki suamiku seutuhnya tanpa harus bersaing dengan istri pertamanya. Tetapi aku yakin, kebanyakan dari mereka pun sangat mengutuk perbuatanku. Aku bahagia bisa mengenal istri pertama suamiku. Dia begitu banyak memberiku pelajaran dalam hidup. Kebaikan dan kesabarannya yang membuat aku sampai detik ini pun selalu merasa bersalah, meskipun aku dan dia telah ikhlas menerima kalau takdir telah mengantarkan kami ke dalam situasi serumit ini. Selalu kuingat beberapa pesan terakhirnya padaku. Yang paling kuingat saat dia menasehatiku untuk selalu sabar dalam menghadapi watak suami dan keluarganya. Dan yang paling kusesali saat dia mengatakan ingin bertemu denganku, namun sampai akhir hayatnya keinginan itu tak pernah terwujud. Walau kami telah sama-sama ikhlas, karma tetaplah karma. Kini, karma sedang menemuiku, menuntut pertanggung jawabanku, mengoyak batinku. Namun harus KUTERIMA INI SEBAGAI KARMA. Teruntuk Nayla, semoga kamu tenang di alam sana. Aamiin.