60 Kemandirian : Bagian 1

Awalnya ini cuma firasatku saja sehingga tidak membuatku yakin, tapi setelah melihat keadaan yang terjadi, kurasa ini sudah cukup.

Sejauh ini, kami berdua hanya bertukar serangan.

Fredella mencoba mengimbangi pergerakanku, namun selalu saja aku berhasil menghindarinya.

Setiap kami berdua beradu serangan, getaran yang kami akibatkan mulai berdampak di keadaan sekitar.

" meski aku sudah menciptakan penghalang khusus, tetap saja aku masih kesulitan menahannya ya..., seperti biasa kau luar biasa Rav chan. "

Nee sama malah terlihat tersenyum kearahku.

Setiap kali serangan Fredella mulai mendekatiku, dia hanya mengenai bayanganku saja.

Sedangkan jika aku yang menyerangnya, armor yang dia pakai mulai retak sedikit demi sedikit.

Hal ini berlangsung cukup cepat, namun bisa dikatakan cukup lambat karena kemampuan regenerasi dari armor milik fredella.

Jika terus seperti ini, akan sesuai dengan apa yang dikatakan Mizue.

Aku tidak bisa menunda ini lebih lama lagi, ada sesuatu yang harus kulakukan terlebih dahulu setelah mengurusnya.

Setelah memastikan perintah yang kuberikan pada regu Mitsume ku terdengar dengan baik, sepertinya sudah saatnya mengakhiri ini.

Aku pun segera berhenti dan mengambil jarak yang cukup jauh dari Fredella.

" ho..., kenapa kau berhenti tiba-tiba ?, apa kau sedang merencanakan sesuatu. "

Fredella bertanya padaku tentang keanehan dari tindakanku.

" begitulah, bersiaplah. One,Two,Three... "

Saat aku memulai hitungan ketiga. Pelepasan kemampuanku dimulai.

Aku segera berlari dengan cukup cepat, hentakan demi hentakan kakiku membuat ledakan yang besar disekelilingku hingga langsung memaksa Nee sama harus fokus ke penghalang terakhir karena semua penghalangnya telah hancur terkena shockwave besar itu.

Ketika tepat aku berdiri di depan Fredella, kulakukan tendangan kuat yang kuarahkan tepat di pinggang bagian kanannya.

Saat menerima hal itu, dia langsung terpental dengan kecepatan tinggi.

Meski aku tahu, kalau dia telah menahan itu dengan sikunya, tapi respon tubuhnya terasa sangat lambat.

" gwahhh. "

Dari mulut nya mulai keluar sedikit darah.

" jangan alihkan perhatianmu sedetik saja lho. "

Tepat setelah kalimat itu berakhir, aku telah berada tepat dibelakangnya dan bersiap melempar tubuhnya ke atas dengan kedua tanganku. Diapun segera terlempar dengan kecepatan tinggi.

Saat dia terlempar ke udara, perhatian semua orang tertuju padanya. Penghalang terakhir Nee sama dapat dihancurkan dengan mudah dalam kecepatan seperti itu.

Aku mengangkat tanganku untuk mencoba menarik Mizue no Koto kembali ke tanganku.

Pedang itu terbang dengan sendirinya kembali ke tanganku, lalu kusarungkan kembali di pinggang kiriku.

Sekarang waktunya pertunjukkan.

Dalam pikiran Fredella.

" Bagaimana bisa, dia bergerak jauh lebih cepat dariku, aku tidak punya cukup waktu untuk menebak gerakannya. "

" Ini berbahaya, apa yang akan dia lakukan selanjutnya. Ketika dalam posisi seperti ini, aku sama sekali tidak punya pilihan menangkis serangannya lagi, terhempas begitu cepat ke udara. Seharusnya penghalang dari Fazela bisa memperlambat diriku, tapi kenapa aku terus saja terbang begitu tinggi... "

Meski begitu, tampaknya kurasa ini sudah cukup.

Fredella melesat dengan cepat sambil terus menghancurkan lapisan terakhir.

Aku segera melompat dengan cepat, untuk menyusul Fredella.

Tepat disampingnya, kuarahkan satu pukulan besar tepat ke perutnya. Setelah itu, aku membelakanginya dan melemparnya kembali kebawah.

Terdengar suara ledakan besar ketika Fredella jatuh ke tanah.

" Fredella sama.. "

Pastrea dan Emily tampak khawatir dengannya.

Kurasa ini sudah cukup.

Aku kembali kebawah, sambil melihat sebuah bayangan seseorang yang terbaring tak berdaya.

Seharusnya begitu....

Namun, beberapa saat kemudian dia mulai berdiri lagi, meski tubuhnya penuh luka dia tetap memaksakan dirinya berdiri sebisa mungkin.

" tu.. tungguuu..., aku masih bisa. "

Fredella mencoba meyakinkanku untuk terus melawannya.

Namun, saat kulihat kondisinya. Dia sangat memprihatinkan. Inilah salah satu alasan kenapa aku sangat tidak mau serius bertarung dengannya.

" sudah cukup bukan, lihat saja armormu itu. "

Tepat saat aku mengatakan hal itu, armor milik Fredella mulai retak dan hancur berkeping-keping.

" mustahil, bagaimana bisa itu terjadi. "

Pastrea tampak terkejut dengan apa yang dilihatnya.

" itu mungkin bagi Rav chan untuk menghancurkan armor merepotkannya itu. "

Nee sama mencoba menjawab pertanyaan Pastrea.

" tapi, itu item kelas dewa milik kekaisaran. Semudah itu kau dihancurkan, kekuatan regenerasinya melambat atau benar-benar kau hancurkan. "

Fredella tampak tak percaya dengan apa yang terjadi barusan.

" kita hentikan saja ini, aku akan menuruti semua permintaan mu, jadi kita akhiri saja ini oke, kumohon. "

Aku mencoba untuk terus meyakinkannya.

" tidak..., meski armor ku hancur atau pedangku patah, aku masih punya pukulan yang bisa menyerangmu, aku tidak akan menyerah. "

Seperti biasa, sikap keras kepalanya memang tidak tertandingi.

Tepat beberapa langkah, dia melakukan sihir percepatan dan mencoba menendang kepalaku dengan kaki kanannya.

Suara hantaman terdengar sangat keras. Namun, ada yang aneh dari hal ini.

Dia terus melakukan pukulan dan tendangan beruntun.

" kenapa...., kenapa kau tidak menghindarinya. "

Fredella tampak sedikit terkejut.

" tidak alasan aku menghindarinya, sekarang apa kau sudah puas ?. "

Aku mencoba untuk terus meyakinkannya.

" tidak akan. "

Dia terus melancarkan beberapa pukulan ke arahku, namun serangan itu kuterima begitu saja.

Sambil terus dipukuli, aku sama sekali tidak melawannya.

Kurasa ini yang terbaik.

" kenapa... "

Dia berteriak keras kearahku.

" lawan aku, kenapa kau diam saja... "

Dia terus memukulku dengan amarah yang begitu tinggi.

" apa karena aku jauh lebih lemah darimu ? "

Dia memukul perutku.

" atau karena aku ini wanita yang tidak pantas kau hajar ? "

Dia menendang wajahku.

" lawan balik aku Raven... !!!. "

Dia terus berteriak keras dihadapanku.

Pukulan dan tendangan terus dia lancarkan padaku, meski begitu dia akhirnya mulai kehilangan tenaganya.

Karena serangan yang kuberikan tampaknya itu mulai berdampak.

Saat melancarkan pukulan terakhir, kuhentikan dia dengan telapak tangan kiriku.

" heii... kau ini kenapa... "

Dia tampak mulai putus asa.

Dengan gerakan cepat, aku kembali berdiri tegak tepat didepannya.

Dalam sepersekian detik, wajahnya benar-benar dibuat kaget dengan apa yang terjadi.

" bagaimana bisa..... "

Fredella yang kehilangan kekuatannya mulai tertunduk lesu.

" sudah kukatakan bukan, akan lebih baik jika kita akhiri dari tadi. "

Aku berjongkok dihadapannya.

" tapi bagaimana mungkin, kau sama sekali tidak terluka dengan semua seranganku..., "

" ya, ini sudah biasa terjadi. Makanya aku terus menahan diri karena aku tidak ingin memberi pengalaman buruk pada lawan tandingku. "

" hei..., kalau begini terus...., tetap saja akan kulakukan. "

Fredella mulai berdiri dan bersiap mengeluarkan pukulan terakhirnya.

Namun, sebelum dia melakukannya. Terlebih dahulu kupukul ulu hatinya untuk membuatnya pingsan.

" kena....pa.... "

Sebelum menyelesaikan perkataannya, perlahan Fredella mulai kehilangan kesadarannya.

" selamat malam dan sampai jumpa. "

Itulah ucapanku padanya.

Dia pun jatuh pingsan.

Tepat sebelum terjatuh, aku menangkapnya. kupeluk tubuhnya yang penuh luka, sudah kuduga. Dia benar-benar membuatku khawatir.

Ku usap-usap rambutnya sambil memberikan heal pada luka luar ataupun luka dalam dari pertarungan barusan.

Perlahan semua luka Fredella menghilang dan armor yang hancur itu kembali menjadi partikel kecil dan pedangnya kembali menjadi kalung emas yang biasa dia pakai.

avataravatar
Next chapter