1 Temodemo No Namida ( Cerpen) by Dwi Nurmala

*Tes.....tes.....tes*

Bunyi tetesan air yg jatuh dari langit. Aku sangat suka dengan momentum seperti saat ini. Aku ingin meraih tetesan itu, menggenggam, merasakan dinginnya air hujan yg ku kagumi.

Entah mengapa, aku sangat menyukai hujan. Namun, aku tak dapat mewujudkan harapanku untuk bisa menyentuhnya.

Sekarang...disini...aku hanya bisa menatap tetesan itu di kaca jendela kamarku yg sedikit terbuka dan membawa angin segar menerpa permukaan wajahku.

"Sayang....jangan dekat2 jendela". Ujar ibuku lembut menghampiriku yg sedang duduk ditepi ranjang dan pandangan mataku mengarah keluar jendela.

"Nanti kamu kedinginan, gak baik buat kesehatanmu".

Ibuku segera menutup jendela lalu beralih menyelimutiku untuk memberikan kehangatan.

"Sayang...kamu istirahat ya, jangan banyak gerak dulu".

Senyum ibuku, kemudian mengecup keningku.

Namun aku tau, senyum itu hanya untuk menutupi kekhawatirannya.

Dan aku hanya mengangguk tersenyum menanggapi ibuku.

Masih pukul 15.15 WIB dan ibuku selalu menganjurkanku untuk istirahat dan istirahat.

Aku merasa benar2 bosan, tiap hari aku habiskan di rumah, terutama di dalam kamarku yg sekarang aku tempati.

Hmmm... sudah 2 tahun ini, aku hanya berbaring di ranjang dengan kondisi yg tak berdaya. Bau obat2an sangat jelas tercium dan menjadi aroma khas tubuhku.

Sekolah??

Aku sudah tidak memungkinkan untuk belajar dengan kondisi seperti ini.

"Dhike!!".

Gadis itu langsung masuk kamarku, dengan masih memakai seragam putih abu-abu terpasang bet di bahu kanannya yg bersimbol XII.4 warna biru. Baju seragamnya basah, tapi dia nampak cuek dan lansung naik ke tempat tidur dan mencubit hidung mancungku.

"Iiiih.... Kinal, kebiasaan deh!". Aku manyun, tapi langsung tersenyum menyambutnya.

Dia... Devi Kinal Putri...sahabatku satu2nya yg setia meluangkan waktu pas pulang sekolah, sekedar menjenguk atau berbagi cerita.

Kinal.... gadis manis yg selalu ceria, semangat dan punya segudang prestasi di sekolahnya itu ternyata masih mau berteman bahkan dia sendiri mengikrarkan aku adalah sahabatnya.

Kadang aku bingung, banyak sekali teman2nya yg dekat dengannya tapi hanya aku yg dianggap.....sahabat.

Prestasi Kinal sangat mengagumkan, selain dia menjadi kapten tim basket putri. Dia juga selalu menjadi juara kelas.

Jujur... aku ingin.... ingin ku seperti Kinal. Tapi aku hanya bisa sebatas ingin, dalam ketidak berdayaanku.

Meskipun begitu, Kinal tak pernah berubah. Dia sering kali bertingkah konyol, bahkan kegesrekannya gak kira2. Hal itu selalu bisa membuatku terhibur dan melupakan sakit yg aku derita.

"Hey...hey...heloooow... melamun aja sih? Ntar kesambet bidadari loh". Ucap Kinal cengengesan. Mengagetkan lamunanku tentangnya. Aku hanya tersenyum lihat ekspresinya yg ah....

"Eh key, tau gak? Tadi yah... di sekolah ada anak baru loh, beeeeh!! Cantiknya gak nahaaaan seperti bidadari yg turun dari kayangan. Banyak banget tadi cowok2 yg heboh dan bla....bla...bla....". Ungkap Kinal semangat.

Kinal selalu bercerita semua tentang kehidupannya, terutama saat di sekolah. Aku sangat bahagia, karena seolah-olah aku seperti berada di posisi Kinal.

Aku bersyukur mempunyai Kinal sebagai sahabatku.

Kinal begitu baik, perhatian, dan lucu.

Sebenarnya aku masih heran, dulu kita di pertemukan waktu kelas X dan itupun hanya sebentar. Semenjak kejadian yg menimpaku, Kinal semakin akrab dan selalu ada buatku. Kinal juga datang setiap hari menjengukku, bahkan saat dia sakit sekalipun. Meskipun Kinal menyembunyikannya, tapi aku tau waktu itu dia dalam kondisi yg tidak sehat. Dia.... selalu berusaha datang untukku dan menghiburku.

Terimakasih Kinal .

****

Seperti biasa...

Hujan juga selalu menemaniku, yg sepertinya tau saat ini aku benar2 kesepian.

"Hujan..... terimakasih. Kau selalu memberi warna tersendiri di hidupku, aku sangat mengidolakanmu. Suara air yg gemericik dan derasnya makin memberiku semangat. Aku tidak kesepian lagi karena ditemani ribuan tetesan yg menyejukkan. Meskipun begitu, aku tak dapat meraihmu. Sungguh.

Kali ini aku berdiri di tepi jendela kamarku, tangan kananku mengusap kaca yg menguap karena nafasku.

"Eh... siapa ya dia. Kok aku baru melihatnya?". Gumamku dalam hati.

Aku melihat seorang cowok yg masih berseragam SMA, sepertinya dia seumuran denganku. Dia berlarian menghindari hujan, menutupi kepalanya dengan tas dan berteduh di bawah pohon rindang depan rumahku. Pandanganku masih tertuju padanya dari balik jendela kamarku. Dia nampak kedinginan, beberapa kali kulihat kedua telapak tangannya saling mengusap. Sempat tatapannya mengarah padaku yg sedari tadi mengamatinya.

Wajahnya begitu rupawan, sorot matanya tajam. Namun, aku buru2 berpaling ditatap seperti itu.

Jantungku berdesir...

Aku tersipu, senyum2 sendiri. Saat aku membalikkan badan kearahnya, ternyata cowok itu sudah tidak ada disana. Raut wajahku seketika berubah datar. Kecewa.

"Duh, kenapa aku jadi mikirin dia? Aku aja gak tau siapa dia, darimana asalnya? Dan ahhh....".

Pikiran2 itu muncul dengan sendirinya, aku tak tau apa yg aku rasa.

"Hmmm... Kinal dimana ya? Gak biasanya dia telat".

Pikirku masih menatap ke arah luar jendela.

"Hayooo looooh, ngapain dari tadi senyum2 sendiri, pake celingukkan segala... nungguin aku ya??". Goda Kinal yg ikut2an menengok ke arah luar jendela.

Aku kaget tak menyadari kehadirannya.

"Diiih... Kinal, sejak kapan disini?".

"Owalah, di tanya malah balik nanya!!". Sahut Kinal.

Aku terdiam....

Tak membalas pertanyaan Kinal.

Beberapa saat, aku merasakannya lagi.

Kakiku bergetar, tak mampu menopang tubuhku terlalu lama. Melihat gelagatku, Kinal reflek langsung meraih tubuhku dan memapahku untuk kembali rebahan di tempat tidurku.

"Aduh Key, makanya jangan banyak gerak, istirahat dulu ya". Ucapnya khawatir setelah menyelimuti badanku.

"Aku gak papa kok Nal, tenang aja". Balasku dengan senyum.

"Gak papa gimana!! Wajahmu dah pucat gitu Key!!". Kinal mengeraskan suara dalam kepanikannya.

"Oh ya, ibu kamu mana? Kok tadi pas masuk rumah sepi!!".

"Hmmm... ibuku gak di rumah Nal, tadi siang sempat pulang buat meminumkan obatku, habis itu... ibu berangkat kerja lagi". Keluhku.

"Jangan sedih gitu dong, kan sekarang ada aku...heeee".

Wajah panik Kinal berubah menjadi cengiran diselingi tawa khasnya.

"Makasih ya Nal, kamu selalu ada buatku". Senyumku haru.

"Dhike sayang.... kamu itu sahabatku, jadi gak usah bilang makasih mulu deh... dah ribuan kali aku dengarnya...bosen tau...mending kalo bisa di uangin, pasti kaya mendadak deh aku". Jayus Kinal yg lagi2 mencubit hidung mancungku.

Aku sangat senang mendapat perlakuan sayangnya.

"Key, aku boleh ya...nginep sini lagi. Besok kan libur dan malam ini aku akan cerita tadi pas di sekolah".

"Dengan senang hati Nal".

Malam hari pukul 20.48 WIB.

Setelah Kinal membantu menyiapkan obat dan meminumkannya ke mulutku. Kinal rebahan di sebelahku dan menarik selimut menutupi tubuh kami lalu bersiap memejamkan mata.

"Oh ya Nal".

"Hmm...". Gumam Kinal yg mulai terpejam.

"Tadi kayaknya ada yg mau cerita ya?". Tanyaku mengingatkan.

"Oh iya!!!". Mata Kinal langsung terbuka lebar. Dan selalu semangat jika dia akan menceritakan kisahnya.

"Tadi tuh ya, aku kesini lari2 tau Key. Gara2 bus yg aku tumpangi berbelok arah karena jalur yg menuju ke arah sini jalanannya tergenang air cukup dalam, jadi...mau gak mau aku turun deh dan basah seragamku. Untung aku selalu membawa baju ganti tiap kesini...hehee. Emmm tadi di sekolah ya....

Entah apa yg selanjutnya Kinal ceritakan, aku tidak mendengarnya lagi karena aku sudah terlelap. Mungkin efek dari obat itu juga yg mempengaruhi aku untuk segera tertidur.

***

Semakin hari, tepatnya sore. Aku jadi sering melihat cowok itu di dekat rumahku. Entah itu sekedar lewat atau berteduh di bawah pohon ketika hujan. Dan saat itu juga Kinal sudah berada di dalam kamarku tanpa aku sadari.

Aku semakin penasaran, ingin sekali aku menemui atau sekedar menyapanya dalam jarak pandang yg sangat dekat. Pernah waktu itu aku bertanya sama Kinal tentang cowok yg aku amati selama ini. Tapi Kinal hanya mengerutkan keningnya.

Huuft...aku juga menyadari kondisiku saat ini.

Rasa pesimis itu muncul saat aku teringat penyakitku yg sudah di vonis dokter.

Kanker... itulah diagnosis dari dokter 2 tahun lalu.

Sebenarnya, gejala2 yg disebutkan oleh dokter waktu dulu. Sudah aku rasakan sejak lama. Tapi, aku selalu menyembunyikan dari ibuku. Aku takut membuat ibuku khawatir. Beliau sudah bekerja keras untuk menghidupi aku yg hanya tinggal berdua dengannya.

Namun, tindakanku ternyata salah. Penyakit itu, semakin lama bertambah parah. Dan aku makin membebani dan membuat ibuku semakin cemas setelah tau akhirnya jadi seperti ini.

#flashback #

"Sayang...makannya yg banyak yah, akhir2 ini ibu perhatikan kamu semakin kurus". Ujar ibuku saat kami sarapan bersama.

"Heheee iya bu, mungkin karena Dhike kurang istirahat kali". Sahutku dengan nyengir.

Hari ini, hari pertama pelajaran sekolah di mulai setelah minggu lalu terlewati dengan acara MOS.

Aku sangat semangat, dan dengan lahap menyantap sarapan pagi ini. Namun....

Baru beberapa suap, tangan kananku mulai gemetar. Aku mulai merasakan keanehan itu muncul kembali. Tapi, waktu dulu masih bisa aku tahan.

Kali ini, aku merasa sendok yg aku pegang beratnya menjadi 1kg. Tanganku benar2 lemas, tak mampu mengangkatnya yg hanya ada sesuap nasi dan secuil lauk di atasnya.

"Dhike, kamu kenapa sayang??". Tanya ibuku nampak bingung.

"Emm...ga...gak pa..pa kok bu". Balasku dengan senyum kaku, dan wajahku mulai dipenuhi dengan keringat dingin.

"Loh, kok keringetan. Kamu sakit??". Ibuku mulai khawatir dan tangannya hampir menyentuh keningku untuk memastikannya.

"Waduh, dah jam segini!!". Elakku mengalihkan tangannya dan kekhawatiran ibuku.

Buru2 aku beranjak dari meja makan, lalu langsung mengecup punggung tangan kanan ibuku.

Tanganku masih lemas, namun aku berusaha sekuat tenaga untuk tak menampakkannya.

"Berangkat dulu ya bu, Assalamu'alaikum". Ucapku pamit.

Sebenarnya ibu menyuruhku untuk menghabiskan sarapanku. Namun, aku menolak halus dengan alasan takut terlambat ke sekolah.

****

SMA N 48 PEKALONGAN kini aku berada. Aku menyusuri koridor di lingkungan sekolah yg cukup wah dan bersih itu. Aku menemukan ruang kelas bertuliskan X.6 lalu aku memasukinya. Saat di kelas aku belum banyak berkenalan dengan teman2. Karena aku tipe gadis pendiam dan tak banyak senyum. Sangat berbeda dengan gadis disebelahku. Dia gadis ceria, supel dan murah senyum. Tak heran jika dia langsung akrab dengan teman2 di kelas*Dia Kinal*.

Kinal selalu ngajak aku ngobrol saat di kelas, entah itu waktu pelajaran berlangsung atau pas istirahat. Dan aku selalu menanggapinya dengan senyum kecil.

Tapi anehnya Kinal, dia tak pernah mengeluhkan sikapku. Tidak seperti teman2 yg lainnya, yg menganggapku gadis tsundere.

Hari berganti bulan, tak terasa sudah aku lewati dengan sikapku yg masih seperti ini dan sikap Kinal yg masih seperti itu.

Saat itu, pelajaran jam terakhir sedang berlangsung.

Kini giliran aku yg bertugas untuk mencatat materi Bhs. Indonesia di papan tulis.

Awalnya aku menulis dengan semangat agar cepat selesai dan bisa secepatnya pulang. Namun.....

Baru setengah materi yg aku tulis, tanganku kembali....aku merasakan nyeri ditanganku, kaku tapi lemas. Spidol yg aku pegang terjatuh....kepalaku mulai berat, kedua kakiku gemetar, keringat di pelipisku menetes. Punggungku sudah basah kuyup, nafasku terengah-engah, hidungku mengeluarkan cairan berwarna merah dan.....

Semua gelap.

***

Semakin lama kondisiku makin parah. Berat badanku menurun drastis, gerakku makin terbatas, wajahku bertambah pucat dan akupun sering pingsan di sekolah.

Selama 1 semester aku bersekolah, ibuku masih belum mengetahui kondisiku karena masih sibuk dengan kerjaannya dan akupun selalu bersikap wajar bahkan sok kuat bila di depan ibuku.

Pernah dari pihak sekolah maupun Kinal menyarankan aku untuk periksa ke rumah sakit. Namun aku selalu menolak dengan alasan aku masih baik2 saja dan hanya perlu banyak istirahat.

Di sekolah, hanya Kinal yg selalu menemani aku kemanapun aku pergi, termasuk ke toilet sekalipun. Karena gerakan tubuhku yg makin melemah.

Terakhir yg aku ingat waktu di sekolah adalah ujian olah raga dengan gerak lari cepat. Semakin cepat waktu berlari semakin bagus pula nilainya.

Para siswa diminta berlari dengan jarak 100meter.

Kinal serta guru olah ragapun melarangku ikut ujian ini. Tapi aku bersikeras bahwa aku mampu, akhirnya mereka menyerah dengan kegigihanku*lebih tepatnya keras kepalaku*.

Kinal, dia mulai pertama dengan 4siswa lain disampingnya karena urutan absen teratas.

Aku mengagumi seorang Kinal, dia gadis tangguh. Semangatnya selalu ku jadikan semangatku.

Sampai di kloter berikutnya, Kinal masih menjabat dengan kecepatan lari paling cepat dan nilai yg paling bagus tentunya.

Kini tiba giliranku untuk berlari di kloter terakhir.

Wajah Kinal mengisyaratkan kekhawatiran yg teramat sangat, tapi dia tetap memberi dukungan semangat.

"Dhike!!".

"Caiyoooo!!!".

Teriak Kinal yg tak sadar menjatuhkan air matanya.

"Priiiit!!".

Aku mulai berlari dengan semangat dan sempat senyumanku arahkan ke Kinal.

Dijarak 80meter...

Tubuhku kembali merasakan sakit dan nyeri, kali ini rasanya lebih sakit dari yg sebelum2nya. Tubuhku seperti tak bertulang. Aku sudah tak punya tenaga.

*Bruuuugh*

"Dhike....!!!". Jerit Kinal yg langsung berlari menyusul tubuhku yg jatuh tersungkur.

***

Semenjak itu, aku tak pernah lagi di tangani di UKS sekolah. Aku langsung dilarikan ke rumah sakit.

Kini....usahaku sia2 untuk menutupi semuanya dari ibuku.

Ibuku orang yg paling syok mendengar penjelasan dari dokter, setelah dilakukan pemeriksaan dan cek lab.

Aku di diagnosa menderita kanker tulang. Jenis kanker yg sangat jarang terjadi.

Hari2ku awal opname di RS tak banyak menunjukkan ke arah kesembuhan. Hampir tiap malam badanku panas tinggi, menggigil, seluruh tubuhku nyeri. Aku seperti orang lumpuh yg tak bisa bergerak sama sekali. Tiap jam, baju pasien yg aku pakai harus diganti karena keringat yg membasahi tubuhku seperti guyuran air hujan. Basah kuyup.

Infus yg masuk ke dalam tubuhku pun tak banyak membantu.

Samar2 aku mendengar isak tangis ibuku yg memilukan, disampingnya ada Kinal yg berusaha menenangkan ibuku. Aku hanya menatap mereka miris. Tanpa bisa berbuat apa2. Mulutku juga tak mampu mengucap walau itu hanya satu huruf.

Dokter menyarankan agar aku segera di operasi walau itu kemungkinan hanya berapa persen, itupun tak menjamin kesembuhanku.

Namun ibuku tak pernah menyerah, beliau mengusahakan bagaimana caranya agar aku mendapatkan penanganan yg terbaik.

Setelah operasi yg aku jalani, perlahan kondisiku mulai stabil. Aku mulai bisa menggerakkan tubuhku walau itu masih sangat terbatas.

#flashback off#

Hampir setiap hari aku memandangi hujan dengan senyum2 sendiri. Bukan karena hujan yg memang aku idolakan. Senyum itu, kini aku tujukan ke arah cowok yg baru2 ini memenuhi isi pikiranku yg mampu menggeser tentang indahnya hujan.

Cowok yg dulu pernah memandang tajam ke arahku, sekarang tak lagi melihat kesini... kearah tempatku berdiri yg selalu mengawasi. Kecewa. Hanya itu yg aku rasa. Tapi aku tak pernah lelah untuk selalu melihat dan mengamatinya.

Sore itu tekatku benar2 memuncak, ingin sekali aku bertemu dan mengatakan bahwa aku menyukainya. Entah hasutan apa yg membuat aku untuk mengungkapkan rasa itu.

Sore yg gelap...begitu kelam, Hujan kali ini tak seperti hujan2 sebelumnya yg menyejukkan. Hujan ini diiringi oleh badai petir yg saling bersahutan. Angin kencang itu berhasil merobohkan sebagian pohon2 di tepi jalan.

Aku... aku melihatnya lagi, di bawah pohon itu. Raut wajahnya benar2 ketakutan, dia menggigil kedinginan memeluk tas ranselnya erat. Tubuhnya basah kuyup. Aku tak sanggup hanya melihatnya dalam diam.

Entah kekuatan dari mana, aku sampai bisa berjalan melewati kamarku. Meskipun dengan terseok-seok aku tak merasakan sakit/nyeri yg biasa aku rasa. Mungkin ini yg namanya 'the power of love'. Aku mengambil payung yg menggantung di samping pintu dekat rumah.

Sempat langkahku terhenti sejenak saat diambang pintu. Aku sadar, aku tau, perbuatanku membahayakan diriku sendiri. Namun aku sudah bertekad.

Kakiku benar2 lemas, badanku mulai memanas akibat terpaan air hujan yg menyentuh kulitku. Payung yg aku pegang seperti akan melayang oleh kibasan angin kencang. Tapi aku masih berusaha sekuat tenaga untuk bisa menghampirinya.

Perih, nyeri, sakit....rasa itu saat air hujan membasahi kulitku yg tak sepenuhnya terlindung oleh payung yg aku pegang.

Tak terasa aku menumpahkan air mata yg tak kalah derasnya dari air hujan.

Bukan karena sakitku yg memang semakin terasa sakit. Tapi.....

Karena dia.

Cowok itu berlari menerjang hujan badai dan berlalu di depan mataku. Aku benar2 tak berdaya. Harapanku sia2.

Tatapan mataku kosong, melihatnya semakin jauh dan tak kan pernah tergapai. Payung yg ku pegang terjatuh. Kulitku terasa panas terbakar bersentuhan dengan air hujan yg dingin.

Sejak saat itu, aku sudah tak pernah merasakan sakit lagi.

Ibu...

Maafkan aku, semoga engkau selalu tabah menjalani hidup tanpaku.

Terimakasih engkau selalu berjuang dan bekerja keras demi menyambung hidupku.

Jaga selalu kesehatanmu bu.

Kinal...

Gadis tangguh yg selalu ceria.

Aku bersyukur diberi sahabat sebaik kamu.

Maaf ya..tidak pernah bisa sampai selesai, tiap dengerin curhatanmu.

Terimakasih selalu meluangkan waktu untuk berbagi kebahagiaanmu.

Kalian berdua adalah pilar dan cahaya di hidupku.

Aku akan melihat dan berada dekat di hati kalian.

Selalu.

"Secerah mentari, selembut embun pagi!!".

*Rezki Wiranti Dhike*

"Dhike anakku, surat ini akan selalu ibu simpan... semoga kau berada di tempat yg layak di sisiNya".

"Ikey, keterbatasanmu adalah kekuatanmu. Aku bahagia jadi sahabatmu".

End.

avataravatar
Next chapter