2 Gadis Yang Khawatir dan Gadis Yang Bergelora

Sambil melangkahkan kaki di lorong, Ray mendengarkan senandungan kecil dari gadis yang nampak ria saat berjalan lebih cepat darinya.

"Kau terlihat senang."

Langkah kaki gadis tersebut—Mungkin lebih cocok untuk mengatakan itu lompatan—terhenti dengan satu kaki lain berada di udara.

Ia berbalik layaknya seseorang yang menari dengan satu kaki berjinjit menyentuh lantai. Rambut hitam miliknya berkibaran di udara, dan mata beririskan hitam berkedip sekali saat menatap Ray.

Menggunakan cara yang anggun, gadis berpakaian jas hitam bercorak biru tua itu melakukan pose memberi hormat dengan menundukkan kepala.

"Apa yang kaulakukan coba?"

Tawa kecil disambili menutup mulut dan mata dilakukan oleh gadis itu untuk menanggapi pertanyaan heran dari Ray.

"Hmm~ Entah kenapa saya merasa bahagia bisa berjalan di lorong akademi seperti dulu. Meski bukan akademi yang dulu, tetap saja ada perasaan nostalgia di dalamnya."

Usai mengatakan itu, ia kembali melakukan tari balet. Ray menyandarkan punggung pada dinding jendela, sambil tersenyum saat memperhatikan tarian gadis berambut hitam panjang tersebut.

"Rasanya mirip dengan seseorang."

Ketika Ray mengatakan itu, ia merasakan sesuatu di dada dan segera mencengkram tengah-tengah dadanya.

Menyadari itu, gadis yang tadinya menari berhenti lalu menatapnya dengan khawatir sambil menanyakan, "Apa kamu mau dibawa ke UKS yang ada di akademi ini?"

Pria tersebut menggeleng pelan dengan senyum yang dipaksakan pada gadis berambut hitam panjang itu selagi dirinya merasakan sakit di dada.

"…. Tidak usah khawatir. Sepertinya ada semut yang ukurannya agak besaran masuk ke dalam bajuku dan menggigit."

Ray lalu berbalik, membuka kemeja dan mulai mengibas-ngibaskan dada. Setelah mengancingi kemeja, ia pun menyunggingkan senyum lalu berjalan dan melewati gadis yang menatapnya khawatir tadi.

"Mari pergi, Lumina. Bukan contoh yang baik jika kita berdua terlalu lama berada di sini dan membuat mereka menunggu."

"Ya …."

Gadis bernama Lumina itu pun segera menyusul Ray dan menyesuaikan langkah dengan berjalan bersebelahan.

… Di tengah perjalanan, pria berambut platinum itu menyadari bahwa sikap ceria Lumina tadi tergantikan oleh rasa cemas dan khawatir. Meski ia berusaha menutupi perasaan tersebut dengan senyuman di saat—

"Apa ada yang aneh di wajah saya?"

—Pandangan mata mereka berdua bertemu. Gadis berseragam jas hitam bercorak biru tua itu tersenyum saat menyadari tatapan Ray yang dari tadi terus terarah padanya.

Sambil tertawa kecil disertai menutup kedua mata, pria itu menggelengkan kepala pelan lalu berkata :

"…. Entah kenapa, aku berpikir kalau kau tidak banyak berubah dari dulu. Entah itu sikap atau penampilan. Masih muda."

"Kamu sendiri tahu, 'kan?"

Tatapan mata hitam Lumina yang tadinya mengarah kepada Ray, kini menatap lurus pada apa yang ada di depan.

"Kontraktor Roh itu, penuannya akan melambat bahkan bisa saja terhenti suatu saat. Sepertinya, penuanku terhenti saat berada di kelas 3 dulu."

"Ya, sepertinya. Oh, kalau diingat-ingat, umurmu sudah hampir 23 tahun, 'kan? Itu artinya kita sudah bersama selama hampir tiga tahun."

"Tolong jangan bahas mengenai umurku."

Lumina sedikit menyipitkan pandangannya ketika menatap Ray. Ia lalu kembali menatap lurus ke depan, sebuah belokan di lorong.

"Yah~ kamu benar. Sudah hampir tiga tahun semenjak kita menikah. Kamu kuat juga, tidak membuatku kehilangan 80 persen kekuatan sebagai Kontraktor Roh."

"… Apa kau mengatakan sesuatu tadi?"

"Bukan apa-apa~"

Langkah kaki Lumina berjalan lebih cepat, meninggalkan Ray yang merasa kalau gadis itu mengatakan sesuatu yang berkaitan dengan hubungan mereka.

Tak lama, gadis itu berhenti melangkah di depan pintu kelas yang bertulisan pada pintunya adalah, «Kelas 2 Lion». Itu berada cukup dekat dengan tangga turun.

"Aku sampai sini saja. Kelasmu berada di ujung lorong, 'kan?"

Lorong di akademi memiliki bentuk seperti huruf S. Yang mana, menurut dari setelah lantai satu yang berupa aula; lorong pertama adalah tangga naik di ujungnya, lorong kedua ada tangga turun pada persimpangannya, dan lorong ketika memiliki ujung berupa pintu menuju Kelas Rat.

"Ya. Sampai jumpa di jam berikutnya."

Tersenyum tipis kepada gadis yang berdiri di depan kelas tersebut, Ray berpaling dan meneruskan perjalanannya. Namun belum jauh ia berjalan ….

Seseorang tiba-tiba saja memeluknya dari belakang. Tentu, itu adalah gadis tadi, Lumina. Ia menekankan tubuh serta pipinya pada punggung pria itu.

"Sampai jumpa lagi, Ray."

Telapak tangan Ray menyentuh punggung tangan gadis yang mengatakan itu padanya kemudian kembali tersenyum.

"Ya, sampai jumpa lagi."

◇ ◇ ◇

Tidak lama setelah ia berpisah dengan Lumina, Ray tiba di depan pintu kelas yang bertulisan padanya adalah «Kelas 2 Rat».

Menghela nafas panjang, ia mendorong pintu tersebut dan melangkah masuk ke dalamnya.

Belum sampai pria itu untuk meletakkan kakinya di lantai bagian depan papan tulis, ia merasakan suatu gelora panas sedang mengarah kepadanya.

Memalingkan wajah ke tempat di mana perasaan panas itu berada—menoleh ke kiri atas—Ray pun mendapati seorang gadis mengangkat tinggi kedua tangan yang memegang erat kapak raksasa berornamen api.

Ray terkejut dengan itu. Dalam sepersekian detik, ia mencoba menghindari itu dengan melompat melewati pintu, keluar dari kelas tersebut.

Berada di depan kelas dengan pintu terbuka, ia melihat seorang gadis berusia sekitar 16 tahunan dengan rambut ungu bergelombang yang kini ikut sedikit terangkat dan mengambang pada udara layaknya api.

Gadis itu berusaha mengangkat kapak berornamen api merah bercorak merah tua dan hitam yang bilahnya tertancap pada lantai.

Tanpa menunggu gadis itu berhasil mengangkat kapak perang tersebut, Ray mengarahkan tangan ke depan.

『Menyusuri kegelapan malam, ia yang haus darah dan harta pun mendapat hukuman mati. Kuminta ia datang kemari, menjadi senjatanya di masa lalu untuk memenuhi hasrat keinginannya.』

Usai pria itu merapalkan sesuatu, telapak tangannya bercahaya dengan warna merah. Beberapa saat setelahnya, sebuah pistol pun tercipta.

Warna dasar senjata api tersebut adalah perak dengan garis-garis merah. Pada ujungnya terdapat gear yang terlindung oleh kaca kecil. Dekat dengan gear tersebut, terdapat semacam lambang mirip pohon cemara dengan warna merah.

"… Bukankah itu–"

Belum sempat gadis yang sedang mencoba menarik bilah kapaknya dari lantai tadi menyempurnakan kata-kata setelah melebarkan mata, Ray menarik pelatuk dan membuat peluru merah mengenai kening gadis itu.

Kapak berornamenkan api yang bilahnya tertancap di lantai kehilangan panas sebelum akhirnya menghilang jadi partikel-partikel cahaya.

Sementara itu, pemilik benda tersebut kini tergeletak di lantai tak sadarkan diri. Pada tubuhnya—terlebih kening gadis itu—tidak didapati satu pun luka ataupun darah.

Melangkahkan kaki kembali ke dalam kelas, Ray melihat seisi kelas dan memerhatikan orang-orang di sana yang jumlahnya sekitar 10 murid.

"… Apakah ada lagi yang mau melakukan hal konyol?"

Mendesah panjang, ia mengatakan itu kepada seisi kelas yang masing-masing orangnya memegang senjata beragam.

avataravatar
Next chapter