"Mi, mas Joko yang punya tanah di samping, nawarin tanahnya ke bapak. Katanya mau dijual," ucap bapak suatu malam.
Meski kami sudah berada di kamar, tapi aku masih mendengar obrolan antara bapak dan Mimi. Entah dengan Yesi, sepertinya dia sudah terlelap karena deru napasnya terdengar teratur dengan mata yang terpejam.
"Uang dari mana pak, kita sudah seperti ini saja aku sudah bersyukur."
"Bapak butuh lahan yang lebih luas Mi, apalagi beberapa tetangga ingin jadi anak buah bapak. Rasanya gubuk kita itu sudah tidak cukup menampung barang rongsokan, menunggu dijemput pihak pabrik," ujar bapak.
Aku menunggu jawaban dari Mimi, tapi sepertinya beliau enggan berdebat dengan bapak.
Support your favorite authors and translators in webnovel.com