57 Tiga Malaikat Kecil

Saat sedang asyik menonton sebuah FTV di ruang TV, nenek Marimar mendengar suara mobil yang berhenti di depan rumah kontrakannya. Ia pun mengorbankan FTVnya karena ia tahu siapa yang berhenti di depan rumah itu.

Sebuah mobil bak berwarna hitam memang berhenti di depan rumah tersebut. Dari bak dibelakangnya, ada sepasang suami-istri yang usianya hampir setengah abad. Si istri memakai kacamata hitam dan make up yang menor. Sedangkan si suami berpenampilan lebih normal dari pada sang istri. Tak lama setelah mereka berdua menurunkan diri dan barang-barang mereka, mobil itu pergi.

"Kau tunggu disini, biar aku mengetuk pintunya," ucap si istri.

"Baiklah," sahut si suami.

Nenek Marimar yang mengintip mereka dari dalam pun langsung membukakan pintu tanpa sempat si istri mengetuk.

"Ah, ibu ...! Ibu sudah sangat antusias untuk menyambut kami, ya? Sampai-sampai ibu langsung membuka pintu tanpa sempat aku ketuk," ujar wanita yang tak lain adalah bibinya Salma itu.

Sementara itu, di lain tempat, bibi Vey sedang sibuk mencari sesuatu dirumahnya. Mondar-mandir adalah hal yang dilakukannya sekarang. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk keluar melalui pintu depan.

Wanita tua itu lantas menghembuskan nafas lega setelah ia menemukan apa yang ia cari.

"Disini kau rupanya," kata bibi Vey pada Joshua yang sedang duduk bersandar pada pilar. Pemuda itu tidak menggunakan kursi roda lagi sekarang, jadi ia duduk di lantai.

"Aku mencarimu kemana-mana," sambung bibi Vey.

"Hm? Memangnya ada apa?" tanya Joshua tanpa melihat bibinya itu.

"Tidak ada, hanya saja aku jadi khawatir saat tidak mendapatimu di ruang tv. Kau bayangkan saja bagaimana perasaanku yang baru selesai mencuci baju tidak mendapati keponakanku yang belum lancar berjalan di seluruh sudut ruangan dirumah ini?"

"Bibi jangan berlebihan, aku bukan seorang bayi," protes Joshua.

"Tapi kau memang baru bisa berjalan, kan?"

"Seharusnya bibi menyertai kata 'lagi' setelah kata 'berjalan', karena ini kedua kalinya aku belajar berjalan lagi. Tapi apa pun itu, aku berbeda dari bayi, aku tidak butuh waktu lama untuk bisa berjalan lagi."

"Terserah kau saja. Tapi, hal apa yang membawamu kemari?"

"Acara tv hari ini tidak ada yang enak."

"Benarkah? Setahuku acara-acara tv kesukaanmu cuma ada di hari ini."

"Ups, aku ketahuan."

"Ceritakan saja padaku."

"Aku ... tiba-tiba aku ingin berkumpul dengan keluarga besarku."

Bibi Vey terdiam.

"Bukan keluargaku yang ada di dalam pikiran bibi," sambung Joshua. "Aku memikirkan keluarga besar ayahku."

"Tentang apa?"

"Tidak ada. Hanya saja, aku ingin bertemu dengan mereka. Kita tidak tahu bagaimana rupa mereka, mereka itu seperti apa. Terkadang seseorang membutuhkan keluarga besarnya, kan? Sedangkan keluarga besarku hanya ada satu."

"Apa aku tidak cukup besar bagimu?"

"Eh? Hahahahaha! Bibi ini ada-ada saja."

"Hahaha. Kuharap aku mengerti perasaanmu, tapi tentu saja aku tidak akan bisa mengerti perasaanmu. Kau tahu ayahmu memiliki sedikit masalah dengan keluarganya, sehingga dia memutuskan untuk merantau dan kemudian bertemu dengan ibumu. Kita tidak akan pernah memiliki kesempatan untuk bertemu dengan keluarganya. Hanya cerita tentang keluarganya saja yang kuketahui."

"Aku tahu, oleh karena itu aku memikirkan mereka sekarang."

"Aku tidak akan pernah memikirkan hal yang sudah tidak mungkin terjadi. Lebih baik kau memikirkan kakak tirimu."

"Dia tidak akan pernah kembali padamu, bibi. Dia juga suatu hal yang mustahil."

"Bagiku, dirinya tidak mustahil, selama jiwaku masih di dunia ini, tidak apa jika aku berharap dia kembali."

"Kenapa bibi sangat ingin dia kembali?"

"Karena tugasku dulu adalah untuk merebutnya dari mereka berdua, dan aku gagal."

"Mereka berdua? Oh, aku tahu."

"Dan aku tidak ingin tahu kisahnya," sambung Joshua.

"Seperti aku siap untuk mengkisahkannya saja. Aku bahkan berusaha untuk melupakannya!"

"Uuuh, aku sayang pada bibi," ucap Joshua seraya memeluk bibi Vey.

Di mansion Dhananjaya, Jhana memastikan bahwa tidak ada yang melihatnya masuk kedalam kamar Tn. Farzin dan Ny. Zemira. Ia menemui ayah angkatnya disaat yang tepat.

"Ayah," panggil Jhana. Wanita tersebut memanggil Tn. Farzin yang kebetulan dalam posisi sehari-harinya. Jhana kemudian menghampirinya.

"Aku sudah menemukan jawabannya, tapi aku belum bisa memastikan kebenarannya," sambung Jhana sembari menghampiri Tn. Farzin.

Tn. Farzin lantas memberikan isyarat pada Jhana untuk mengatakan apa yang ia pahami.

"Baiklah, aku akan mengatakannya. Pertama, ayah ingin mengasuh seorang anak perempuan dari panti asuhan setelah Rasyid lahir demi menebus kesalahan ayah di masa lalu pada ibu. Ayah berpikir, dengan mengasuhku, maka ayah bisa memperbaiki kesalahan ayah, dan ibu menyetujui keputusan ayah untuk mengadopsiku tanpa tahu alasannya. Ditambah dengan perlakuan baik yang aku dapatkan dari ayah, maka semua kejadian buruk itu seolah tidak pernah terjadi. Kedua, sudah tentu aku bukan anak kandung ayah atau ibu. Yang artinya, aku bukan saudara Rasyid dan tidak memiliki hubungan darah dengannya. Apa semua itu benar?" Jhana menjabarkan pengertiannya.

Tn. Farzin lalu tersenyum lebar. Ia kemudian menganggukkan kepalanya. Jhana lantas ikut tersenyum.

"Aku merasa seperti seorang detektif sekarang, hahaha," canda Jhana.

"Tapi ayah, ada satu pertanyaan yang menyangkut dipikiranku setelah semuanya menjadi jelas bagiku sekarang," sambung Jhana.

"A-a-a-p-p-a?" tanya Tn. Farzin.

"Apa hal yang mengubah ayah? Kenapa ayah berubah sejak ibu mengandung Rasyid?"

Tn. Farzin berusaha untuk menjawab pertanyaan Jhana dengan susah payah, namun segala yang dikatakannya tidak jelas bagi Jhana, dan hal ini membuat Jhana sedih.

"Tidak apa. Tidak usah dilanjutkan, mungkin lain waktu ayah bisa mengatakannya lagi padaku," ucap Jhana sembari melemparkan sebuah senyuman manis.

Tn. Farzin tampaknya paham apa makna sebenarnya dari ucapan Jhana tersebut, dan ia pun berhenti.

"Mungkin ini bukan saatnya bagiku untuk tahu mengetahui jawabannya. Tapi ini mungkin saatnya bagiku untuk memberitahu satu hal pada ayah."

Tn. Farzin mengernyitkan dahinya.

"Raya dan Kevlar bukan orang baik-baik. Waspada terhadap mereka."

Melihat ekspresi Tn. Farzin yang terlihat heran, Jhana pun memutuskan untuk menceritakan segalanya pada sang ayah angkat.

"Baiklah, aku akan menceritakannya secara singkat. Pertama, aku tidak pernah berbohong tentang lamanya hubungan yang telah kujalin dengan Rasyid. Kami mulai menjalin hubungan jauh sebelum Raya masuk kedalam kehidupan kita. Raya membuat semuanya seolah tidak terjadi seperti itu. Dia membuat semua orang percaya bahwa sebenarnya Rasyid berselingkuh denganku, padahal kenyataannya Rasyid dan Raya menikah ditengah hubungan yang tidak bisa kuakhiri dengan Rasyid. Ayah, wanita itu gila. Dia pernah berusaha meracuni ibu, tapi berhasil kugagalkan. Dia membongkar kedoknya sendiri dihadapanku, tapi menyembunyikannya di hadapan kalian. Dia ingin kalian hancur, dan dia sudah melakukannya pada Rasyid. Dia memiliki dendam yang konyol bagiku. Cintanya pernah ditolak oleh Rasyid semasa mereka bersekolah, Rasyid mungkin tidak mengingatnya, tapi bagi Raya, hal itu sangat menyakitinya, sehingga dia merencanakan pembalasan dendam pada Rasyid selama akhirnya mereka tidak satu sekolah lagi, dan dia berhasil melakukannya."

"Dan soal Kevlar, belakangan aku baru tahu karakter aslinya. Dia yang mencuri uang ibu. Kevlar bertujuan untuk merebut hak Arvin yang seharusnya meneruskan bisnis yang ibu ambil alih dari ayah. Tujuannya juga tidak baik, ayah. Dia berusaha menjadi orang yang mengendalikan seluruh harta keluarga ini, dia berusaha untuk menjadi penguasa di keluarga ini. Dia mengerikan dan egois. Ironisnya sampai sekarang tidak ada yang menyadari tentang kebusukan mereka."

"Aku tidak akan membahas Kevlar sekarang. Raya, Raya merasa kalau aku ini ancaman terbesarnya dalam rencananya. Aku sadar bahwa aku tidak bisa mengatakan pada kalian begitu saja tentang sifat aslinya, jadi aku merahasiakannya. Tapi dia berhasil membuatku terusir, semua itu rencananya, ayah. Setelah dia berhasil membuat Rasyid melakukan bunuh diri dan menyingkirkanku, dia menikmati kehidupannya tanpa rasa bersalah, dan aku yakin kalau dia tidak akan berhenti sampai disitu. Ayah, aku tidak meminta ayah untuk mempercayai ceritaku, aku hanya sudah tidak tahan untuk memendam semuanya sendirian, aku harus menceritakan hal ini pada salah satu dari kalian meskipun kalian tidak mempercayainya."

"Sekarang, untuk membuat ayah yakin, mungkin aku harus menceritakan sedikit tentangku. Ya, mungkin yang kulakukan dengan Rasyid itu salah, tapi kami tidak memiliki hubungan darah, dan aku tahu ayah sebenarnya tidak mempermasalahkan hal itu. Setelah mendapat ancaman teror dari ibu, aku lari ke kota ini, ayah, ketika itu aku sedang hamil, dan itu juga suatu hal yang sangat salah karena aku bahkan memiliki tiga anak bersama Rasyid diluar hubungan pernikahan. Lima tahun aku hidup disini bersama anak-anakku. Kami bahagia walaupun kami susah. Aku bekerja sebagai seorang pelayan di sebuah rumah makan. Semuanya berjalan normal, sampai akhirnya Dina juga bekerja di rumah makan itu. Aku tidak pernah menyangka kalau Dina adalah tunangannya Isa. Aku menerima ajakannya untuk mengikuti makan malam bersama kalian dan aku bertemu dengan ayah. Hal itu membuatku lari tanpa bisa mengajak ketiga anak-anakku. Aku bingung harus berbuat apa kala itu, sampai akhirnya seseorang membuatku sadar, bahwa aku harus kembali kesini untuk menjadi perisai pelindung bagi kalian dan bagi anak-anakku dari Raya."

"Tapi tentu semuanya tidak akan semudah itu. Jadi aku melakukan penyamaran seperti ini. Ayah, semuanya menjadi lebih rumit sekarang. Terkadang aku berpikir apa hal yang akan terjadi jika aku dan Rasyid tidak pernah saling mencintai. Mungkin kita semua akan bahagia tanpa harus melewati fase kehidupan seperti ini. Ayah, aku menyesali segalanya."

Jhana lalu menangis tersedu-sedu.

"K-k-kau m-me-m-mi-l-li-ki ti-ti-ga m-m-ma-lai-kat," ujar Tn. Farzin. Jhana yang mendengar hal itu kemudian berhenti menangis dan seolah menjadi seperti seseorang yang mendapatkan 'gairah' untuk melanjutkan hidupnya kembali setelah mengalami keputusasaan.

"Ya, mereka. Ayah benar. Aku memiliki tiga malaikat kecil yang membuatku seharusnya tidak pernah menyesali semua hal yang sudah terjadi. Mungkin aku sudah melakukan kesalahan besar, apa lagi mereka bertiga lahir dengan cara yang salah, tapi sebagai seorang manusia, seharusnya aku sadar bahwa aku tidak bisa mengubah masa lalu, tapi aku tidak boleh menyesalinya. Aku hanya perlu menata masa depanku menjadi lebih baik dengan menjadi pribadi yang lebih baik sekarang, dan dengan melakukan banyak kebaikan sekarang, agar perasaan seperti ini tidak terulang lagi. Itu dia jawabannya! Terima kasih, ayah! Ayah membuatku sadar akan hal itu. Aku mencintai ayah, sangat," kata Jhana sembari memeluk erat Tn. Farzin.

"Apa yang harus kulakukan? Merasa senang? Atau marah? Atau sedih karena diriku menjadi bahan perbincangan hangat seorang wanita sialan dengan ayah mertuaku?" ucap Raya tiba-tiba. Wanita itu mengejutkan Tn. Farzin dan Jhana, karena mereka berdua tidak menyadari saat Raya membuka pintu kamar itu. Bahkan mereka berdua tidak tahu sejak kapan Raya berada di dekat pintu kamar tersebut.

Tn. Farzin mungkin terkejut, tapi Jhana merasa lebih dari terkejut. Jhana merasa hidupnya seperti sedang koma sekarang.

avataravatar
Next chapter