39 Rencana

[19 HARI MENUJU PERNIKAHAN ISA & DINA]

"Saya memang mengatakan pada Tantri kalau mungkin saya akan mengambil air minum pada tengah malam ketika orang-orang sudah tertidur, dan saya melakukannya. Saya memastikan pada saat itu juga kalau saya melihat seseorang masuk kedalam ruangan Nyonya," ucap Jhana pada Ny. Zemira.

"Apa pelakunya sudah berbohong padaku? Semua orang yang kutanyai mengaku sudah tertidur pada waktu ketika aku melihat seseorang masuk kedalam ruanganku," ujar Ny. Zemira.

"Maling memang tidak akan pernah berteriak maling ketika dia sedang melakukan aksinya. Mungkin Nyonya harus mengingat siapa saja yang tahu kata sandi brankas itu."

"Aku, Farzin dan Kevlar."

'Kenapa ibu tidak berpikir kalau Kevlar yang telah mencurinya padahal sudah jelas ibu tahu kalau Kevlar mengetahui kata sandi brankasnya?' batin Jhana.

"Jika ditarik kesimpulannya, Farzin lumpuh dan tidak mungkin bisa melakukan hal itu, terlebih lagi tangannya sulit untuk digerakkan. Tapi, Kevlar bisa melakukan hal itu, namun dia adalah pria yang baik, dia telah membuktikannya padaku selama dia menikah dengan Bunga. Awalnya aku memang ragu padanya, tapi akhirnya aku sadar kalau keraguanku sangat salah, jadi tidak mungkin dia yang mencurinya."

"Saya yakin Nyonya tidak akan suka jika saya mengatakan hal ini, tapi, tidak ada yang mustahil."

Ny. Zemira sontak saja langsung melirik Jhana. "Entahlah, aku pusing."

"Nyonya, saya tahu bahwa Anda mencurigai saya sebagai pelakunya makanya Anda terus membicarakan hal ini pada saya untuk mencari celah agar saya bisa sedikit keceplosan. Saya tahu pasti seseorang telah mempengaruhi hal itu pada Nyonya. Dan saya tidak bisa hanya mengatakan 'Bagaimana bisa saya mencuri uang Anda sedangkan saya tidak tahu kata sandi brankas Anda?' untuk meyakinkan Anda, tapi ketahuilah, Nyonya, saya tahu resiko yang akan di dapatkan apa bila seseorang berani mencuri uang Anda, seharusnya setiap orang selain Anda disini tidak memiliki alasan untuk mencuri uang Anda. Begitu juga dengan saya."

"Tapi kau hanya tidak memiliki alasan untuk mencuri uangku, bukan tidak ingin mencuri," pungkas Ny. Zemira yang langsung meninggalkan Jhana yang sedang mencuci baju di lantai 3.

'Kevlar pasti sudah mempengaruhi ibu dengan menyudutkanku. Seharusnya aku tidak menjawab pertanyaan ibu kemarin,' batin Jhana.

Secara kebetulan, Ny. Zemira yang sedang menuruni tangga berpapasan dengan Arvin yang hendak pergi bekerja. Pria itu baru saja keluar dari kamarnya.

"Arvin, kau mau kemana?" tanya Ny. Zemira.

"Oh, aku lupa memberitahukan pada semua anggota keluarga Dhananjaya kalau aku sekarang bekerja di rumah makan Populer, rumah makan tempat Dina bekerja dulu," ujar Arvin.

"Kami semua sudah tahu kalau kau bekerja disana."

"Baguslah, kupikir ibu tidak akan membiarkanku bekerja disana, makanya aku tidak meminta izin pada ibu."

"Kau tahu saja tentang hal apa yang akan kutanyakan. Aku memang tidak setuju dan memintamu keluar hari ini juga, tapi sepertinya hal itu tidak akan terjadi. Kita berdua tahu kalau kau hanya akan berhenti apa bila gadis miskin itu juga berhenti."

"Gadis miskin?"

"Ibu tahu semuanya."

"Kalau begitu jangan merendahkannya seperti itu."

"Itu memang kenyataannya, bukan?"

"Kenapa ibu sudah menaruh kesan tidak suka padanya padahal ibu sendiri belum bertemu dengannya?"

"Arvin, sejak kapan kau dibutakan oleh cinta? Sejak kapan traumamu itu hilang? Sejak kapan kau bisa menerima orang miskin?"

"Ibu belum menjawab pertanyaanku. Aku tidak akan menjawab ibu sebelum ibu menjawabku."

Ny. Zemira terdiam. "Karena orang miskin hanya memanfaatkan orang kaya, kemudian menjadi benalu, ibu tidak suka hal itu, Arvin."

"Jadi itu alasan ibu selama ini membenci orang-orang sederhana? Bagaimana bisa ibu menilai seseorang bahkan sebelum bertemu dengannya?"

"Karena kebanyakan orang miskin seperti itu. Dan jangan sebut mereka sebagai orang yang sederhana. Mereka menjadi sederhana karena kemiskinan mereka."

"Ya, kebanyakan orang kelas bawah yang ibu kenal seperti itu, mungkin karena mereka tahu kalau ibu tidak akan membantu mereka jika tidak menjadi benalu bagi ibu. Padahal sebenarnya tidak semua orang kelas bawah seperti itu."

"Cukup. Jawab pertanyaan ibu tadi."

"Aku akhirnya sadar bahwa selama ini aku adalah orang idiot yang berusaha menjauhi cinta karena kakakku bunuh diri, jadi aku berusaha untuk kembali mengenal cinta lagi, dan disaat yang bersamaan, Salma datang ke kehidupanku, itu saja. Aku tidak dibutakan oleh cinta, aku bekerja mungkin bukan karena keinginanku sendiri, tapi karena aku ingin memperjuangkan perasaan cintaku pada Salma, namun aku yakin kalau suatu saat aku akan bekerja karena hatiku tergerak untuk mencari uang dengan keringatku sendiri. Dan aku tidak pernah membenci orang miskin."

"Jadi gadis itu bernama Salma? Apa yang dimilikinya sampai kau begitu menggilainya?"

"Aku tahu dia juga mencintaiku, dan rasa cintanya tulus, aku tahu itu meskipun dia tidak mengakuinya. Dan rasa cintanya yang tulus itu tidak akan membuatnya menjadi benalu."

"Bagaimana kau yakin akan hal itu?"

"Karena kisah hidupnya membuatku sadar, bahwa akulah manusia benalu itu, bukan dia. Usiaku sudah matang tapi aku masih menggantungkan hidupku bersama keluarga ini, sejak lama seharusnya aku tidak hidup bersama kalian lagi dan banting tulang mencari uang sendiri. Tapi dia, sejak kecil dia bekerja untuk bertahan hidup, dia tidak menggantungkan hidupnya pada siapa pun, justru dialah yang membuat neneknya masih bisa makan sampai sekarang," pungkas Arvin, pria itu kemudian pergi meninggalkan ibunya, dan disaat bersamaan, Raya keluar dari kamarnya.

"Ada apa, ibu?" Raya bertanya pada Ny. Zemira setelah ia melihat Arvin berjalan melintasinya.

"Dia benar-benar telah dibutakan oleh gadis miskin itu," ucap Ny. Zemira.

"Gadis yang mana?"

"Gadis yang dikatakan oleh Dina kemarin, yang menjadi alasan Arvin untuk bekerja di rumah makan tempat Dina bekerja dulu."

"Ibu tidak suka jika Arvin mencintainya?"

"Tentu saja tidak, terlebih lagi menurut Arvin sebenarnya gadis itu juga mencintainya."

"Lalu kenapa ibu tidak melakukan sesuatu agar Arvin bisa menjauhi gadis miskin itu?"

"Sudah kulakukan."

"Apa tindakan yang ibu ambil?"

"Aku punya seorang teman, dia memiliki anak tunggal yang berjenis kelamin perempuan. Aku berencana untuk menjodohkan Arvin dengan anak gadis temanku itu."

"Tapi tentu saja ibu sadar kalau hal itu saja tidak akan cukup, kan?"

"Ya, aku sadar kalau Arvin pasti akan menentang perjodohan yang akan kulakukan untuknya."

"Bukan itu."

"Apa maksudmu?" tanya Ny. Zemira sambil mendekat pada Raya.

"Itu salah satu poinnya. Jadi untuk membuat Arvin mau menerima perjodohan yang akan ibu lakukan, ibu harus melakukan sebuah hal."

"Sepertinya begitu. Kau punya ide?"

"Tentu saja."

"Apa?"

"Buatlah sandiwara seolah Arvin telah menghamili anak teman ibu itu, sehingga Arvin pasti tidak akan bisa menolak perjodohan yang akan ibu lakukan padanya."

"Apa?! Tidak! Aku tidak akan melakukan hal itu."

"Ibu khawatir kalau teman ibu dan anaknya itu tidak akan mau bekerjasama untuk melakukan hal itu?"

"Tidak, bukan begitu. Membuat sandiwara seperti itu akan mencoreng nama baik keluarga kita, aku tidak akan setuju dengan idemu itu."

"Dengar ibu, aku juga tidak mau Arvin bersatu dengan gadis miskin yang bekerja di rumah makan tempat Dina bekerja dulu, aku mendukung rencana ibu untuk menjodohkannya dengan anak teman ibu. Tapi coba ibu pikirkan lagi, Arvin sudah pasti akan menentang perjodohan ini. Dan aku rasa, satu-satunya cara agar dia menerimanm perjodohan ini adalah dengan memanfaatkan kehidupannya dulu yang sering pulang larut malam, suka minum-minum dan terkadang berjudi. Kita tidak tahu apa yang telah diperbuatnya selama dia mabuk diluar sana, kan? Inilah kesempatan kita! Kita buat cerita seolah Arvin telah menghamili anak teman ibu itu saat dia sedang mabuk dan sebab itu ibu dan teman ibu menjodohkan mereka. Arvin pasti tidak punya pilihan untuk menolak perjodohan ini dengan sandiwara itu."

"Tapi itu terlalu beresiko, Raya."

"Segala hal yang dilakukan memang memiliki resiko ibu. Resiko dari sandiwara ini ada tiga, yang pertama bisa membuat nama baik keluarga Dhananjaya tercoreng, yang kedua bisa gagal, dan yang ketiga Arvin bisa menyangkalnya dengan melakukan tes DNA. Tapi ada cara untuk menghindari segala resiko itu. Yang pertama, kita harus menghindari publik mengetahui kalau Arvin telah menghamili anak teman ibu itu, dan hal itu tidak sulit untuk dilakukan. Yang kedua sandiwara ini tidak akan gagal apa bila akting kita bisa membuat Arvin benar-benar yakin kalau dia sudah menghamili seorang gadis, dan jika akting kita bisa sebaik itu, tes DNA pasti tidak akan dilakukan. Tapi jika tes DNA sampai dilakukan, kita bisa merekayasa hasilnya."

Ny. Zemira terdiam untuk memikirkan ide Raya.

'Bodoh sekali jika dia sampai mau menerapkan ideku, sebab sebenarnya sandiwara itu hanya akan membawa kehancuran bagi keluarga ini. Tapi, jika dia sampai menyetujuinya, akan menjadi kabar baikku, karena akhirnya tujuanku akan tercapai dengan mudah,' batin Raya.

"Aku tidak bisa melakukan hal itu," ujar Ny. Zemira.

"Apa ibu memiliki ide yang lebih bagus?"

Ny. Zemira terdiam sesaat. "Idemu cukup bagus untuk membuat Arvin mau menerima perjodohan yang akan kulakukan padanya dan anak temanku. Tapi aku masih memikirkan resikonya, jadi aku akan memikirkan keputusanku dulu," ujar Ny. Zemira.

"Tidak masalah, ibu. Beritahu aku jika ibu sudah memiliki keputusan, ya?"

Ny. Zemira menjawabnya dengan 3 anggukan. Ibu mertua dan menantunya itu kemudian turun bersama ke lantai 1. Mereka berdua tidak mengetahui bahwa sebenarnya Jhana menguping percakapan mereka di tangga yang menghubungkan lantai 2 dan lantai 3.

'Ibu tidak boleh menerapkan ide Raya, itu terlalu berbahaya. Raya pasti tahu resiko dari idenya itu terlalu besar, bahkan dengan segala antisipasi yang dikatakannya, seharusnya itu tidak cukup. Dia pasti menggunakan kesempatan ini untuk menghancurkan nama keluarga ini dan menginjak mereka, dia sama sekali tidak peduli dengan segala resiko dari idenya,' batin Jhana.

Sebuah pertanyaan yang datang dari orang yang berada dibelakang Jhana membuat wanita itu terkejut dan membuyarkan lamunannya.

"Apa yang kau lakukan disitu?"

avataravatar
Next chapter