32 Pria Gila

'Aku harus cepat. Sebelum Isa dan anak-anak pulang, aku sudah harus keluar dari kamar ini,' batin Jhana sambil menutup pintu kamar Arka dari dalam.

Ia kemudian memeriksa ranjang, sprei, bantal, guling, balkon yang menjadi teras, meja, kursi, laci, lemari, mainan, rak, selimut, hingga kolong ranjang, namun ia tidak menemukan obat apa pun.

"Tidak ada obat disini, apa mungkin Raya tega tidak memberikan obat kepada Arka dan berbohong kepada semuanya?" gumam Jhana.

"Tapi aku masih belum tahu cerita yang sebenarnya, aku yakin ibu pasti sudah menginterograsi Raya dan sudah mendapatkan jawaban yang pasti. Cerita kak Kania adalah ketika kejadian sebelum Mona tenggelam, setelah itu pasti sudah terjadi pembicaraan tentang Arka antara Raya dan ibu. Aku harus mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada Arka dulu, baru aku bisa menemukan jawaban apakah Raya berbohong atau tidak."

"Tapi aku tidak akan heran jika dia sampai tega berbohong dan tidak memberikan obat pada Arka, dia pasti akan membuat alasan kalau 'sakit Arka sebenarnya tidak parah, buktinya dia sudah sembuh sekarang'. Raya, aku tidak akan kalah kali ini, aku akan menguak kedokmu dan membuat seluruh keluarga ini aman darimu, tak terkecuali anakmu."

Jhana kemudian berjalan menuju pintu dan membukanya. Secara tidak sengaja, Jhana melihat Dina yang terlihat sedang menuruni tangga dari lantai 3, dan gadis itu berjalan ke arahnya. Berbeda dari sebelumnya, kali ini Jhana tak lagi panik, ia kembali masuk kedalam kamar Arka dan menutup pintunya secara hati-hati.

Meskipun Jhana menutup pintu dengan sangat hati-hati, nyatanya Dina menyadari hal itu karena ia sempat melihat pintu itu tertutup dengan sangat pelan. Kontan saja Dina merasa ada hal yang aneh.

'Isa belum pulang, jadi siapa yang masuk kedalam kamar Arka? Dan kenapa dia menutup pintunya dengan sangat hati-hati? Apa agar aku tidak menyadari dan tidak melihatnya? Kenapa begitu?' batin Dina.

Tidak mau larut dalam rasa penasaran, Dina pun langsung mendekati kamar Arka, kemudian mengetuk pintu kamar tersebut. Hal itu sontak membuat Jhana terkejut karena ia tahu jika yang mengetuk pintu itu sudah pasti Dina, dan ia tidak menyangka kalau Dina akan menyadari keberadaannya.

Namun Jhana berhasil menekan rasa keterkejutannya dengan tidak mengeluarkan suara. Tanpa pikir panjang, Jhana pun langsung bersembunyi di kolong ranjang Arka.

'Tidak ada jawaban?' pikir Dina.

Karena yakin atas apa yang dilihatnya, Dina pun membuka pintu kamar tersebut untuk membuktikan bahwa di dalam kamar itu ada seseorang yang berusaha menghindarinya. Gadis itu lantas mengernyitkan dahinya usai tidak mendapati seorang pun di dalam kamar tersebut.

"Apa ini hanya perasaanku saja? Apa aku hanya mengkhayal?" gumam Dina.

"Astaga, sepertinya aku kurang minum," sambungnya, ia lalu memutuskan untuk keluar dari kamar itu dan turun ke lantai 1.

Jhana pun merasa lega dan segera keluar dari kolong tersebut. 'Huft, aku aman lagi,' batin Jhana.

Malam pun tiba, jam kini menunjuk pada pukul 1:59 dan mansion Dhananjaya terlihat sepi dari luar. Hanya ada 1 pergerakan di dalam mansion tersebut, dibuat oleh Kevlar yang berusaha mencuri uang Ny. Zemira dari brankas yang berada di ruang kerja Ny. Zemira sendiri.

Pria itu tidak menyadari kalau sebenarnya Jhana sedang berada di dapur untuk mengisi air putih kedalam teko yang berada di kamarnya. Dan kini Jhana ingin kembali ke kamarnya, berjalan melewati ruangan Ny. Zemira yang memang tertutup pintunya, namun secara tidak sengaja, Jhana mendengar suara sebuah alat yang dimasukkan kode, yang artinya, Jhana mendengar saat Kevlar memasukkan kata sandi kedalam brankas tersebut.

Karena penasaran, Jhana kemudian menempelkan telinga kanannya ke pintu ruang kerja Ny. Zemira.

'Astaga ..., apa itu bom?!' batin Jhana.

'Tapi, jika itu sebuah bom, suara hitungan detiknya terlalu lambat.'

'Apa yang sebenarnya terjadi di dalam?'

Jhana lantas berjalan menuju tangga dan bersembunyi dibawahnya sambil terus memegangi teko yang sudah ia isi dengan air putih. Jhana mengamati ruang kerja Ny. Zemira dari bawah tangga dengan jantung yang berdegup kencang.

Tak butuh waktu lama setelah Jhana bersembunyi, Kevlar langsung keluar dari ruangan tersebut dengan 2 ikat uang di tangannya. Kevlar terlihat berjaga-jaga dengan terus melihat sekitarnya. Setelah merasa aman, Kevlar lantas menaiki tangga menuju lantai 2.

'Apa yang dilakukannya dengan uang-uang itu?' batin Jhana.

'Kenapa dia terlihat berjaga-jaga? Apa dia mencuri uang di ruang kerja ibu?'

'Tapi, kenapa dia bisa tahu kata sandi brankas ibu? Aku yakin suara yang kudengar tadi adalah suara brankas.'

'Dan jika dia mencuri, apa alasannya? Apa dia sudah tidak memiliki uang lagi untuk membelikan Bunga banyak perhiasan baru? Tapi aku tidak yakin bahwa hal itu menjadi alasannya untuk mencuri uang ibu mertuanya sendiri.'

'Bahkan setelah lama aku pergi dari kehidupan keluarga ini, masih saja ada orang baru yang memiliki sifat aneh dan tujuan jahat memasuki kehidupan keluarga ini.'

'Belum selesai Raya, dan kini Kevlar pun melakukan hal yang jahat pada keluarga ini. Jika Dina menjadi istri Isa nanti, sepertinya hanya dialah menantu di keluarga ini yang waras.'

'Aku tak mengerti kenapa dia melakukan hal itu, dia tampak seperti pria yang baik. Tapi sepertinya aku harus mengenalnya lebih jauh untuk mengetahui sifat aslinya, kesan pertama saja tidak cukup untuk memastikan karakter orang. Aku tidak pernah mengenalnya sebelumnya, jadi mungkin Kevlar akan menjadi masalah yang lebih sulit dari pada Raya.'

Usai tidak mendengar suara langkah kaki Kevlar lagi di lantai 2, Jhana pun keluar dari persembunyiannya dan berjalan menuju pintu.

"Hey," sapa Kevlar yang tampak duduk di tangga sambil memegangi uang Ny. Zemira yang ia curi. Sapaannya tentu saja membuat Jhana kaget setengah mati, sebab Jhana mengira bahwa Kevlar sudah masuk ke kamarnya, untung saja tekonya tidak jatuh.

Tapi ada hal yang membuat Jhana khawatir, yakni saat ini, ia tidak memakai hijab dan make up, hanya kacamata yang membuatnya sedikit berbeda, namun bisa dipastikan kalau anggota keluarga Dhananjaya selain Kevlar bisa mengenalinya dengan tampilannya yang seperti itu.

'Astaga! Dia menyeramkan! Lebih dari pembunuh sadis seperti yang di film-film!' batin Jhana.

"Y-ya, T-tuan?" ucap Jhana.

"Kenapa kau bersembunyi di bawah tangga? Apa kau mengawasiku?" tanya Kevlar dengan santainya, ayah Shirina itu masih duduk masih di salah satu anak tangga.

"T-tidak, Tuan. Saya terbangun karena kehausan dan kebetulan air di teko saya habis, jadi saya pergi ke dapur untuk mengisi teko ini," jawab Jhana.

'Dia tahu kalau aku ada dibawah tangga dan mengawasinya? Kenapa pergerakannya tidak bisa kuketahui dan kurasakan? Kevlar ... dia lebih mengerikan dari Raya, pria ini sangat hebat dalam hal mendeteksi,' batin Jhana.

"Hahaha. Itu adalah alasan terkonyol yang pernah kudengar. Katakan, oleh siapa kau dibayar untuk mengawasi dan memata-mataiku?"

"Tuan, maksud Anda apa? Saya hanya dibayar karena bekerja disini, itu saja."

"Kau ini sangat lucu, Karin. Apa kau tahu? Sejak awal aku sudah menaruh curiga padamu, dan sekarang kecurigaanku terbukti. Kau memang selalu mengawasiku, dan kini kedokmu sudah terbongkar. Jadi katakanlah, oleh siapa kau dibayar?"

"S-saya tidak mengerti maksud dari perkataan Anda, Tuan."

"Hahaha. Baiklah, mungkin kali ini aku gagal untuk membuatmu mengaku, tapi di lain waktu, aku akan membuatmu membongkar kedokmu sendiri di hadapan semua orang disini, termasuk juga anak-anak yatim piatu hina yang dirawat oleh Tantri itu."

Mendengar harga diri anak-anaknya telah direndahkan oleh Kevlar dihadapannya sendiri, Jhana merasa sangat geram dan ingin sekali untuk menghajar pria itu, namun sekali lagi ia tidak bisa melindungi anaknya. Belum saatnya baginya untuk bertindak semaunya, jadi Jhana hanya bisa diam menahan amarahnya.

"Baiklah, silakan kembali ke kamarmu. Oh, satu lagi. Soal uang ini, aku memang mencurinya. Lalu apa yang akan kau lakukan? Melaporkanku pada atasanmu? Hahaha, dengar, aku akan menemanimu jika kau melaporkan tindakanku pada atasanmu, katakan saja jika kau akan menjumpai atasanmu untuk membahas diriku, maka aku akan ikut."

'Pria ini gila, aku tidak mengerti satu hal pun yang dibacarakannya,' batin Jhana.

"Baik, Tuan. Saya permisi dulu," ujar Jhana yang terlihat sudah bosan akan pembicaraannya dengan Kevlar.

"Dan satu lagi," kata Kevlar ketika Jhana baru saja berbalik badan. Kevlar pun lantas berdiri tegak.

"Kau terlihat cantik dengan hanya menggunakan kacamata itu. Kau benar-benar terlihat berbeda, aku tidak menyangka kalau penyamaranmu akan sebaik itu," sambung Kevlar.

'Perkataannya itu ..., menunjukkan kalau sebenarnya dia belum pernah melihat fotoku, dan kurasa ini hanya keberuntungan sesaat bagiku. Setelah ini, aku harus memastikan kalau dia tidak akan pernah melihat fotoku untuk bisa membuatku berada dalam posisi yang aman, karena jika tidak, Kevlar akan menjadi orang pertama yang mengetahui hubungan antara aku dan diriku yang lain, Karin,' batin Jhana.

'Sepertinya berpikir untuk tidak menggunakan 'busana Karin' pada tengah malam begini benar-benar sebuah ide yang buruk. Aku tidak menyangka kalau akan begini akhirnya, mengetahui sosok Kevlar yang asli. Bagaimana bisa Bunga menikah dengannya?' Jhana kemudian melanjutkan langkahnya dan keluar dari mansion itu.

"Karin ..., sebelum aku mengambil tindakan untukmu, sebaiknya aku mengetahui identitas aslimu dulu. Sial bagiku karena telah bertemu dan menabrak pemuda itu, jika saja hal itu tidak terjadi, mungkin sekarang aku sudah tahu tentang dirimu yang sebenarnya," gumam Kevlar.

'Zemira sepertinya telah melakukan kesalahan karena sudah memilih mata-mata yang tidak ahli dalam hal menyelidiki. Tapi wanita tua itu membuatku repot disisi lain. Pemuda itu, pasti orang suruhannya untuk mencegahku masuk kedalam kantor dinas kependudukan. Dan lucunya aku baru menyadarinya sekarang,' batin Kevlar.

avataravatar
Next chapter