94 Perbedaan Reaksi

Rumah makan Populer tampak sepi hari ini, dan para pekerjanya larut dalam kegiatan mereka masing-masing, termasuk Arvin yang sedang berusaha menghubungi Khansa, namun tidak bisa karena Khansa tidak menjawab panggilannya.

Sementara Wanda bersiap untuk pergi entah ke mana karena ini sudah waktunya baginya untuk beristirahat.

***

Saat sedang berada di sebuah taman, Salma teringat akan janjinya pada Jhana untuk datang ke mansion Dhananjaya hari ini. Ia pun segera memesan taksi online dan pergi ke mansion Dhananjaya.

***

Mansion Dhananjaya sendiri tampak sepi tanpa kehadiran Ny. Zemira yang entah pergi ke mana. Anak-anak bermain di halaman depan dan Shirina terlihat sudah mulai bisa membaur dengan Mona dan adik-adiknya. Isa dan Dina sibuk mengurus hal-hal yang berbau pernikahan mereka di mansion tersebut. Tamara sedang membuat susu lansia untuk dirinya sendiri di dapur, sementara Raya tak henti-hentinya membongkar barang-barang sang ibu.

Tampaknya Tamara sangat menyepelekan Raya, sebab ia menyimpan surat-surat yang dicurinya dari ruangan Ny. Zemira di kopernya begitu saja, sehingga tentu Raya bisa mengetahuinya.

'Dia bergerak lebih cepat dariku dan dari yang kuduga ternyata. Kalau begini terus, dia bisa membuat tujuanku gagal, aku harus mengambil tindakan untuk hal ini, aku harus menghentikannya dan membuatnya mengerti siapa aku sebenarnya. Membakar surat-surat ini adalah hal yang sia-sia, aku pasti akan berada di dekat kematian jika aku melakukannya. Aku butuh bantuan seseorang untuk mencapai tujuanku, dan entah kenapa yang terpikir olehku hanya Juliet,' batin Raya.

Wanita itu kemudian teringat akan saat dirinya bertemu dengan Wanda.

"Wanita menjijikkan itu mungkin bisa menjadi pilihan yang tepat. Aku bisa melacaknya melalui rumah makan Populer, dia akan membantuku untuk memilih jalan yang berat," gumam Raya, ia kemudian menatapi surat-surat yang sedang dipegangnya. "Maafkan aku, ibu, tapi mungkin menghabisimu bersama Wanda adalah satu-satunya cara bagiku agar merasa puas bisa menghabisi mereka semua dengan tanganku sendiri, kau menghalangiku. Harta-harta ini tidak penting bagiku, jadi aku akan memberikannya pada Wanda," lanjutnya. Raya lantas kembali menaruh surat-surat itu ke dalam koper ibunya.

Ia lalu keluar dari kamarnya dan langsung saja pergi ke rumah makan Populer untuk menemui Wanda. Dia akan mengajak wanita itu untuk membunuh Tamara, ibunya sendiri yang telah mengandung dan melahirkannya.

***

Wanda sendiri saat ini sedang menunggu Khansa di Sunday Morning UGM, tempat yang telah mereka sepakati seminggu yang lalu untuk bertemu dan melalukan 'transaksi'.

Wanda menunggu di area pintu masuk dan mulai merasa jenuh menunggu Khansa, sebab ia telah berdiri selama setengah jam di waktu istirahatnya di tempat tersebut hanya untuk menunggu Khansa.

'Ck, jangan sampai dia menipuku, aku akan menghabisinya jika dia sampai melakukannya,' batin Wanda. Tak lama kemudian, ia melihat Khansa dari arah jam 1, begitu pula sebaliknya. Khansa pun segera menghampiri Wanda dengan membawa sebuah plastik besar yang tampaknya berisi koper mini. Ia membungkus koper tersebut agar tidak dicurigai oleh orang-orang, seolah ia baru selesai berbelanja.

"Dari mana kau?!" sewot Wanda.

"Hei, santai saja, tidak perlu marah-marah," ucap Khansa.

"Tapi kakiku sudah pegal menunggumu selama setengah jam!"

"Yang penting aku datang, kan?"

"Aku akan membunuhmu jika kau tidak datang."

"Hahaha, baiklah, ayo kita ke sana." Khansa mengajak Wanda untuk pergi ke sebuah taman di dekat pintu masuk, Wanda lantas mengikutinya. Mereka pergi ke tempat yang agak sepi dan Khansa mengeluarkan kopernya di sana.

"Ini, silakan kau hitung," ujar Khansa sembari memberikan koper itu pada Wanda. "Aku menjamin jumlahnya tidak kurang dan tidak lebih," sambungnya dengan wajah bahagia.

Wanda kemudian membuka koper itu dan melihat isinya yang dipenuhi oleh uang Rp. 100.000 dengan jumlah total 14.000 lembar. Wanita itu lalu kembali menutup koper tersebut tanpa menghitung uang-uang yang sangat banyak itu.

"Eh? Kenapa kau menutupnya? Kau tidak menghitungnya?" tanya Khansa.

"Aku percaya padamu."

"Baguslah kalau begitu, kita saling percaya dan inilah akhirnya. Apa yang kita inginkan terjadi sesuai keinginan kita."

"Soal Arvin dan Salma, aku belum menceritakannya padamu, jadi bagaimana kau bisa tahu? Dan karena kau sudah tahu, makanya kau langsung memberikan uang-uang ini padaku, kan?" Wanda terlihat bingung.

"Arvin menceritakan tentang hubungannya dengan Salma padaku, makanya aku sangat bahagia dengan semuanya."

"Oooh, begitu, aku punya bukti jika kau mau, aku merekam saat Salma memutuskan Arvin di hadapanku dan Yahya."

"Tidak, tidak perlu, aku percaya padamu dan Arvin tanpa harus ada bukti. Intinya, aku hanya ingin mengucapkan 'selamat menikmati menjadi wanita kaya raya' padamu."

"Terima kasih."

"Baiklah, aku pulang dulu, ya. Aku juga masih harus terus membuat Arvin semakin lengket padaku hingga akhirnya dia menjadi milikku."

"Aku berjanji tidak akan menganggu, jadi selamat berjuang."

"Baiklah, aku percaya padamu." Khansa lalu pergi dari tempat itu dan meninggalkan Wanda bersama plastik yang tadi membungkus kopernya di sana dengan senyuman licik. Sedangkan Wanda tampak sangat bahagia dengan kekayaan mendadaknya. Ia langsung mengambil uang senilai Rp. 1.000.000 dari dalam koper itu untuk membelanjakannya di Sunday Morning UGM.

Pertama Wanda membeli beberapa makanan, lalu ia mulai berbelanja baju dan celana di beberapa toko.

***

Usai dari Sunday Morning UGM, Khansa pergi ke rumah makan Populer dan secara tidak sengaja bertemu dengan Raya yang juga baru datang di area parkir. Mereka berdua sempat saling tatap dalam diam untuk beberapa menit pertama saat bertemu, namun Khansa mengakhiri aksi saling tatap yang dipadu dengan aksi saling diam itu dengan memutuskan untuk berjalan menuju rumah makan Populer, tetapi secara mengejutkan, Raya menahan tangannya dengan erat.

"Apa yang kau lakukan?!" tanya Khansa yang panik, ia berpikir kalau Raya akan melakukan sesuatu yang mengerikan padanya.

"Ada apa diantara kau dan Wanda?" Raya bertanya balik.

"Apa urusanmu dengan hal itu?!"

"Jawab saja, atau kalau tidak aku tidak akan melepaskanmu dan genggamanku akan semakin keras."

"Genggamanmu tidak akan memutus tanganku, jadi aku tidak takut sama sekali padamu!"

"Cih!" Raya menyerah dan melepaskan Khansa.

"Apa dia di dalam?" tanya Raya.

"Siapa?"

"Tentu saja Wanda! Siapa lagi?!"

"Kupikir kau akan menemui Arvin. Oh, iya, aku lupa, tentu saja kau tidak akan melakukannya karena Yang Mulia ini tidak mau masuk ke dalam restoran orang menengah, kan?" ejek Khansa.

"Aku tahu kau tahu di mana Wanda sekarang, dia tidak di rumah makan itu, kan? Di mana dia?"

"Apa yang ingin kau lakukan padanya?"

"Bukan urusanmu, beri tahu saja padaku di mana dia sekarang."

Khansa lalu memutar sempurna kedua bola matanya. "Cari dia di Sunday Morning UGM, jika kau tidak menemuinya di sana, berarti dia sudah kembali ke sini." Gadis itu akhirnya memberitahu keberadaan Wanda kepada Raya.

"Sudah? Aku masuk dulu, ya, aku tidak ingin membuang waktuku bersamamu di sini, kesempatanku untuk membuat Arvin menjadi milikku di saat yang tepat bisa hilang nanti," lanjut Khansa.

"Apa maksudmu?" tanya Raya.

"Kau tidak tahu? Ooh, ini sangat memalukan."

"Apa?"

"Jadi Arvin dan Salma merahasiakan hal itu dari keluarga mereka, ya. Baiklah, akan kuberitahu padamu, mereka sudah putus, hubungan mereka berakhir."

"Apa?! Bagaimana bisa?"

"Kau perlu mengenalku lebih dalam lagi, Nyonya," kata Khansa sambil mendekatkan wajahnya dengan wajah Raya, ia lalu masuk ke dalam rumah makan Populer dan meninggalkan Raya di area parkir.

Raya hanya bisa diam dengan pernyataan Khansa tentang hubungan Arvin dan Salma yang membuatnya cukup terkejut. Namun ibu 1 anak itu memilih untuk tidak terlalu memikirkan hal itu, ia lebih memilih untuk memikirkan Wanda dan langsung pergi ke tempat Wanda berada sekarang.

***

Di mansion Dhananjaya, Ny. Zemira pulang sebelum Bunga, dan ia bersyukur akan hal ini, sebab Bunga sangat perhatian dan mengkhawatirkannya, jadi jika ia ketahuan pergi oleh Bunga, maka ia bisa di interogasi oleh putrinya tersebut.

Ny. Zemira kemudian masuk ke dalam mansion dan secara tidak sengaja Jhana juga Tamara melihatnya berjalan menuju halaman belakang. Tamara dan Jhana lantas mengikuti Ny. Zemira dengan wajah bingung sebab Ny. Zemira terlihat buru-buru. Tamara tidak menyadari bahwa Jhana juga mengikuti Ny. Zemira, sedangkan Jhana tahu jika Tamara juga mengikuti Ny. Zemira, sebab ia berjalan di belakang ibu mertua Rasyid itu.

Ny. Zemira mengambil sebuah palu di halaman belakang dan memancing perhatian semua orang di sana, mulai dari Isa dan Dina, sampai para pekerja pernikahan Isa dan Dina yang sedang memasang hiasan-hiasan di beberapa sudut. Ny. Zemira lalu mengeluarkan salah botol obatnya (sebut saja begitu) dan berniat untuk menghancurkan botol beserta obat-obat yang ada di dalamnya menggunakan palu yang ia ambil tadi.

Semuanya kecuali Jhana sontak berteriak dan panik dengan aksi Ny. Zemira yang sebenarnya belum mendaratkan palu tersebut di atas botol obatnya. Semuanya mungkin berteriak, namun teriakan Tamara lah yang paling keras dan nyaring, Tamara juga yang menjadi paling panik dan histeris, sampai ia langsung berlari menghampiri besannya itu dan merebut palu tersebut dengan paksa dan sangat kasar.

Reaksi Tamara memang sungguh berlebihan, ia bahkan sampai melempar palu itu dan membentak-bentak Ny. Zemira.

"Apa yang kau lakukan?!!"

"Apa kau sadar dengan apa yang kau lakukan?!!"

Ny. Zemira lalu hanya terdiam, ia kemudian melihat ke arah Isa juga Dina sembari mengamati reaksi mereka berdua. Keduanya terlihat panik dan kaget seperti Tamara, namun tidak seberlebihan Tamara. Keduanya menghampiri Ny. Zemira, namun cara menghampirinya tidak seperti Tamara.

'Begitu rupanya, aku paham sekarang,' batin Ny. Zemira.

"Zemira!!"

"Zemira!!"

Tamara masih berteriak-teriak, tapi Ny. Zemira sama sekali tidak menyahutinya, hingga akhirnya nenek 1 cucu itu diam juga saat menyadari bahwa ia menjadi pusat perhatian karena teriakan-teriakannya.

avataravatar
Next chapter