45 Oh Tidak

"Mereka menganggapku sebagai ibu baru mereka, dan aku bersedia jika mereka memanggilku dengan sebutan itu," ucap Jhana.

"Hanya itu? Kenapa kau keberatan menjawabku jika hanya itu jawabanmu?" tanya Raya.

"Kupikir itu bukanlah hal yang penting," pungkas Jhana sembari berjalan meninggalkan Raya. Raya kemudian hanya bisa memutar sempurna kedua bola matanya.

Siang hari di rumah makan Populer, Arvin tampak gelisah, hal itu ditunjukkannya dari bahasa tubuhnya, sebab dari tadi pria itu mondar-mandir kesana-kemari.

"Apa yang terjadi padamu? Bisakah kau duduk diam?" ujar Yahya pada Arvin.

"Aku tidak bisa," jawab Arvin.

"Kenapa? Duduk saja."

"Bagaimana jika make overnya gagal?"

"Make over? Make over apa?"

"Tentu saja make over Salma!"

"Ups, itu adalah rahasia," sambung Arvin sambil menutup mulutnya dengan telapak tangannya.

"Salma di make over? Pantas saja dia pergi pada jam istirahatnya, padahal dia selalu berada disini selama jam istirahatnya," kata Yahya.

"Dia sudah buluk, mau dibuat sebuluk apa lagi?" sambar Wanda.

"Kurasa dia tidak akan dibuat sampai sebuluk dirimu," Arvin mengejek Wanda.

"Apa?" Wanda terlihat kesal.

"Kenapa dia di make over? Maksudku, tentu saja make over itu tujuannya untuk memperindah penampilan seseorang, tapi, aku tidak pernah berpikir kalau Salma akan berpikir untuk me-make over dirinya," ucap Yahya.

"Memang, make over itu adalah ideku," ujar Arvin.

"Idemu? Lalu kenapa dia menurutinya?"

"Kenapa rupanya kalau dia menuruti permintaanku?"

"Tunggu, kau menyuruh dan memintanya untuk di make over atau kau memberinya ide untuk melakukan make over?" tanya Wanda.

"Aku rasa ... keduanya," jawab Arvin.

"Kenapa kau melakukannya?" tanya Yahya.

"Tentu saja untuk membuat penampilannya lebih baik. Siapa pun pasti akan berpikir kalau penampilannya itu usang, dan, culun," kata Arvin dengan sedikit merendahkan nada bicaranya ketika ia mengucapkan kata 'culun'.

"Dan dia mau melakukannya?"

Arvin mengangguk.

"Siapa yang menanggung biayanya? Paman, bibi dan sepupunya adalah Petani, yang mana hanya akan menjadi kaya ketika musim panen, dan dia adalah yatim piatu. Mana mungkin kan kalau neneknya yang membiayai make overnya?" ucap Wanda.

"Tunggu, dari mana kau mengetahui latar belakang keluarganya?" Arvin bertanya pada Wanda.

"Kami sama-sama perempuan, tentu saja dia mau menceritakannya padaku," jawab Wanda.

"Aku saja tidak tahu tentang paman dan bibinya."

"Kenapa kau harus tahu?"

"Karena aku adalah pacarnya sekarang!"

"Apa?!" Yahya, Wanda dan Andra terkejut setengah mati dengan pernyataan Arvin barusan, sampai-sampai mereka bangkit dari kursi mereka masing-masing, para pelanggan hanya bisa melihat kejadian itu.

"Ya, apa itu salah? Dan tenanglah, kalian membuat seluruh pelanggan memusatkan perhatian mereka pada kita," ujar Arvin.

"Itu tidak salah, tapi, bagaimana bisa?" tanya Yahya sembari kembali duduk.

"Tentu saja bisa. Dia perempuan, aku laki-laki, Tuhan menyuruh manusia untuk berpasangan dengan lawan jenisnya dan kami melakukannya karena kami sama-sama saling suka, kami saling jatuh cinta, pengakuan, dan boom! Jadi," Arvin memperjelas segalanya.

"Suka? Salma menyukaimu?"

"Kenapa tidak? Aku ini tampan."

"Huek. Bukan itu maksudku. Kenapa dia bisa menyukaimu? Yang kutahu dia sangat membenci dirimu."

"Bung, benci itu artinya benar-benar cinta."

"Apa yang? Astaga hahahahaha," Yahya tertawa terbahak-bahak.

"Jadi selama ini dia berbohong tentang perasaannya padamu?" sambung Yahya.

"Apa yang kau lihat selama ini? Kau tidak menyadarinya?" ujar Arvin.

"Tidak."

Arvin lantas menepuk jidatnya.

'Aku kalah, Salma bergerak lebih cepat dariku, bagaimana bisa aku kalah darinya? Kesempatanku untuk menang sebenarnya masih ada, kepergian Andra akan membuatku bebas, tapi itu terlalu lama. Argh! Sial!' Wanda menggerutu di dalam hatinya.

"Jadi, karena dia adalah pacarmu, kau membiayai biaya make overnya?" tanya Yahya.

"Yap, dan itu permintaanku," jawab Arvin.

"Aku jadi penasaran dengan rupanya setelah di make over."

"Tentu saja kita semua penasaran, tapi jangan melupakan anak dan istrimu dirumah."

"Hahaha, kurang ajar."

"Yah, kita semua, sepertinya tanpa kecuali," kata Wanda.

"Kau tidak penasaran?" tanya Yahya.

"Tidak sama sekali," jawab Wanda.

"Terserah kau saja. Jadi Arvin, siapa yang me-make overnya?" Yahya bertanya pada Arvin.

"Dia bilang dia memiliki seorang tetangga yang bekerja di sebuah salon ternama, dia meminta bantuan tetangganya itu."

"Apa neneknya tahu soal ini?" tanya Wanda yang terlihat kesal.

"Justru ini akan menjadi kejutan untuk neneknya. Hari ini dia akan memperkenalkanku dengan neneknya dengan penampilan barunya," jawab Arvin.

"Hebat, kejutan yang romantis sekali," ketus Wanda yang kemudian pergi ke dapur setelah seorang pekerja di dapur berteriak 'Pesanan'. Arvin lalu memperhatikannya dari bekakang.

"Jadi, kau sudah siap? Pertama dia akan mengejutkanmu dan kemudian kalian akan mengejutkan neneknya," ujar Yahya.

"Aku seratus persen siap," jawab Arvin dengan mantap.

"Semoga neneknya tidak mati sebab jantungnya berhenti berdetak hanya karena terkejut," timpal Wanda seraya berjalan mengantarkan pesanan seorang pelanggan.

"Jangan pedulikan dia," ucap Yahya.

"Aku tahu. Dia hanya cemburu," bisik Arvin.

Tap

Tap

Tap

Tak lama kemudian, suara langkah kaki terdengar memasuki rumah makan tersebut, Arvin dan Yahya lalu menoleh ke orang yang melangkah menuju mereka itu. Mulut kedua pria itu lantas terbuka lebar setelah melihat orang itu, dan orangnya adalah Salma. Salma terlihat luar biasa berbeda, karena itu Arvin dan Yahya sampai menganga lebar karena tak menyangka.

Gadis yang biasanya berpenampilan sederhana dengan kacamata bulat produk jadul, sandal jepit, baju tangan panjang, rok panjang, rambut kuncir kuda dan hanya memakai bedak dan lipstick tipis itu benar-benar terlihat berbeda sekarang.

Kini rambutnya di gerbang pada bagian belakang, bagian samping kanan-kiri di ikat menyatu kebelakang sehingga mampu mempermanis penampilannya. Riasannya bertambah, tapi tidak menor, hanya sedikit mempertebal bedak dan lipstick, juga ada tambahan : memakai pensil alis. Tidak ada lagi kacamata yang menempel pada area matanya, jadi ia terlihat berbeda. Rok sekarang digantikan oleh celana jeans dan meskipun bajunya tetap berlengan panjang, tapi kali ini terlihat lebih bagus dari sebelumnya.

Di mansion keluarga Shakiel, Bunga dan Ny. Zemira di jamu dengan baik oleh sang tuan rumah, Ny. Bahira dan Khansa. Tn. Ephraim, suami Ny. Bahira sedang tidak berada di mansion itu sekarang, jadi mereka berempat bisa berbincang dengan lebih leluasa.

"Jadi, apa maksud dari kedatangan kalian kemari?" tanya Ny. Bahira, to the point.

"Aku tidak tahu harus memulainya dari mana. Anakku, Arvin menyukai seorang gadis miskin, dan demi mendapatkan cintanya, Arvin mau bekerja di satu tempat dengannya," jelas Ny. Zemira.

"Di rumah makan orang kelas bawah," timpal Bunga.

"Aduh, amit-amit, jangan sampai kau menyukai seorang pria kelas bawah ya, Khansa," ujar Ny. Bahira.

"Ibu, ibu ini bagaimana, sih? Melihat orang-orang kelas bawah saja aku alergi, apa lagi menyukai seorang pria kelas bawah, seluruh badanku bisa gatal nanti," ucap Khansa.

"Aku juga tidak suka apa bila anakku sampai menyukai seseorang dari kelas bawah, maka dari itu, aku ingin menjodohkan putraku dan putrimu," kata Ny. Zemira pada Ny. Bahira.

"Maksud bibi, dengan Arvin?" Khansa memastikan.

"Iya, tentu," jawab Ny. Zemira.

"Wah, kalau untuk hal itu sejujurnya aku sangat tidak keberatan, lagi pula aku akan sangat senang apa bila putriku ini bisa menjadi penyelamat hidup Arvin dari gadis miskin yang disukainya," ujar Ny. Bahira.

"Tapi kan, keputusan tetap ada di tangan Arvin dan Khansa," ucap Bunga.

"Bagaimana sayang? Kau mau dijodohkan dengan Arvin? Kalian sudah saling kenal, seharusnya lebih mudah untuk kalian melakukan pendekatan," kata Ny. Bahira.

"Aku tidak perlu waktu untuk memikirkan hal itu. Aku sangat mau dijodohkan dengan pria seperti Arvin," Khansa memberi keputusan, Ny. Zemira dan Bunga pun langsung memancarkan ekspresi kebahagiaan dari wajah mereka.

"Tapi, sebenarnya apa tujuan bibi menjodohkan kami?" tanya Khansa.

"Tentu saja untuk memisahkan Arvin dari gadis itu. Lagi pula bibi memang sangat menyukaimu," jawab Ny. Zemira, Khansa kemudian terkekeh kecil.

"Tapi ada satu hambatan," ujar Bunga.

"Hambatan?" Ny. Bahira mengernyitkan dahinya.

"Arvin tentu tidak akan menerima perjodohan ini dengan mudah, jadi kita harus membuat kebohongan."

"Kebohongan bagaimana?"

"Katakan pada mereka, ibu," suruh Bunga.

"Kita harus berbohong pada semuanya, dengan mengatakan bahwa Khansa sudah dihamili oleh Arvin," ucap Ny. Zemira.

"Apa?" kata Ny. Bahira dan Khansa.

Di mansion Dhananjaya, dekorasi di halaman bekakang mulai mendekati angka 70% dari bentuk sempurnanya. Dina sendiri sedang sibuk dengan ponselnya di halaman belakang, sedangkan Isa sedang mendorong Tn. Farzin menuju halaman belakang.

"Kenapa kau membawa paman Farzin kesini?" Dina bertanya pada Isa.

"Kita kan akan pergi untuk mulai menyebar kartu undangan di kampus, tidak mungkin kan jika ayah ditinggal sendiri? Tidak ada anggota keluarga dirumah ini selain kita sekarang, jika kita pergi juga, akan lebih aman kalau ayah berada disini," jawab Isa.

"Tenang saja, akan kujaga ayah selagi kalian pergi, atau selama anggota keluarga lainnya belum kembali," ucap Kevlar yang sepertinya baru hadir disana.

"Kak Kevlar? Tidak usah, biar saja ayah disini, kau lanjutlah pekerjaanmu," kata Isa.

"Aku tidak punya kerjaan untuk kurang dari sejam kedepan."

"Kakak yakin?"

Kevlar mengangguk. "Lagi pula aku sudah lama tidak bercengkrama dengan ayah, tidak masalah kan jika sesekali seorang menantu juga ingin bercengkrama dengan mertuanya?"

"Ya, tentu, itu pun jika kakak tidak punya kerjaan."

"Sudah kukatakan padamu, aku bisa menjaga ayah selama kurang dari satu jam kedepan."

"Ok, ok."

"Sekarang pergilah, kalian sudah harus mulai menyebar undangan-undangan itu, terlebih pada teman-teman kalian."

"Yasudah, kami permisi ya kak," Dina berpamitan dan mewakili Isa juga, Kevlar hanya membalasnya dengan sebuah anggukan dan senyuman.

Tidak lama setelah Isa dan Dina pergi, Tn. Farzin secara tidak sengaja menjatuhkan sesuatu dari tangannya. Melihat sang ayah mertua tengah kesulitan untuk meraih benda yang dijatuhkannya, Kevlar pun membantu. Dan ternyata, yang dijatuhkan oleh Tn. Farzin adalah foto Jhana yang setiap hari dipegang olehnya.

Karena penasaran, Kevlar lalu melihat foto itu sebelum ia berniat untuk mengembalikan foto tersebut pada ayah mertuanya itu.

Kevlar pun terkejut dengan sosok yang dilihatnya di dalam foto itu, dan langsung teringat akan saat dimana dirinya dipergoki oleh Jhana sedang mencuri uang-uang Ny. Zemira, saat itu Kevlar berbincang dengan Jhana yang tidak tampil sebagai Karin, dan kini ia tahu tentang identitas asli Karin.

"Oh tidak," gumam Kevlar.

avataravatar
Next chapter