42 Mengakhiri

"Rahasia apa?" Sebuah suara muncul dari arah pintu dapur dan mengejutkan Jhana, Fina dan Arka.

Sontak saja mereka bertiga langsung memusatkan perhatian mereka pada sumber suara tersebut. Entah harus jujur atau berbohong, tapi mereka harus tetap menjawab pertanyaan orang tersebut, yang tak lain adalah orang yang mereka bicarakan tadi, Raya.

"Ibu?" ucap Arka.

"Apa yang sedang kalian bicarakan? Dan kenapa anak miskin ini ada disini? Keluar kau dari sini, atau kursi itu juga bakalan tertular virus kemiskinan yang kau bawa," ujar Raya pada Fina.

'Setidaknya dengan keluar, aku terhindar dari keharusanku untuk menjawabnya,' batin Fina, gadis kecil itu lantas meninggalkan dapur dan segera keluar dari mansion.

"Hey!" Bunga kebetulan melihat Fina yang sedang berjalan menuju pintu dari ruang keluarga bersama Shirina dan Dina, wanita itu lalu menghampirinya.

"Kupikir kau tidak akan masuk kesini lagi. Apa yang kau lakukan disini? Mencuri? Hm?" tanya Bunga.

"Tidak, bibi Raya menyuruhku keluar dari sini," jawab Fina.

"Sebelum Raya menyuruhmu keluar, apa yang kau lakukan disini?"

"Aku hanya pergi ke dapur untuk minum, air di teko kak Tantri sudah habis."

"Dengar, ini adalah kesempatan terakhirmu untuk berada di dalam mansion ini. Kami sekeluarga sudah sangat berbaik hati dengan membiarkan kalian tinggal bersama Tantri di lingkungan mansion ini, jadi sekarang kami berhak penuh untuk mengatur kalian. Jika aku masih melihat wajahmu berada di dalam mansion ini sekali lagi, akan kuusir kau dan saudara-saudaramu dari sini, dan aku tidak peduli jika kalian adalah yatim piatu."

"Tapi aku hanya minum, aku bisa dehidrasi kalau tidak minum, kak Tantri sedang bekerja, jadi aku tidak bisa meminta tolong untuk mengisi teko padanya."

Mendengar jawaban Fina, Shirina kemudian mendekat pada sepupunya itu dan lantas menyentil mulut Fina.

"Aw!" keluh Fina.

"Kak Tantri banyak mengajarkan hal baik pada Arka, salah satunya kita sebagai anak-anak tidak boleh melawan orangtua, dan Arka mengatakan itu padaku. Itu adalah hukuman yang pantas atas perlawananmu pada ibuku," ujar Shirina.

"Kalaupun itu hukumannya, kau tidak berhak untuk melakukan hukuman itu padanya," kata Dina pada Shirina.

"Aku hanya mengajarkan padanya tentang sopan santun," ucap Shirina.

"Tapi menggunakan kekerasan pada fisik bukan sebuah cara untuk mengajarkan sopan santun."

"Maksud kakak, kakak membelanya yang telah melawan ibuku?"

"Tidak, bukan begitu. Aku hanya mencoba untuk memberitahumu cara yang benar."

"Jadi menurut kakak apa yang mereka berdua lakukan itu benar? Aku hanya minum dan aku sudah menjelaskan kenapa aku masuk kesini, tapi mereka malah memperlakukanku seperti ini dan kakak menyalahkanku?" ujar Fina pada Dina.

"Tidak seperti itu," ucap Dina yang sekarang sedang disudutkan.

"Kau dipihaknya?" tanya Bunga.

"Tidak, aku tidak memihak siapa pun, tolong jangan seperti ini," jawab Dina.

"Mungkin seharusnya kami tidak tinggal bersamamu, kak. Andai kami memiliki pilihan lain, mungkin kami tidak akan dikucilkan seperti ini," keluh Fina.

"Kau merasa dikucilkan? Pergi saja sana! Dasar anak tidak tahu untung!" Bunga berseru.

"Tolong jangan bertengkar," kata Dina.

"Apa menurutmu aku yang sudah bisa berpikir dengan logis mau bertengkar dengan bocah tengik seperti ini? Apa menurutmu aku ini gila?! Aku lah yang seharusnya meminta tolong padamu untuk tidak memperlakukanku seperti anak kecil, aku tahu yang terbaik!" pungkas Bunga, ia akhirnya pergi menaiki tangga.

"Tidak, kak Bunga. Jangan salah paham seperti ini," ujar Dina, namun Bunga tidak merespon dan tetap melanjutkan langkahnya.

"Sekarang aku tidak berniat lagi untuk memberikan nama pada anak kakak dan paman Isa nanti karena kakak membelanya," ucap Shirina yang kemudian ikut-ikutan pergi.

Setelah melihat Shirina pergi ke halaman belakang, Dina lantas kembali memandangi Fina yang juga memandanginya.

"Apa?! Kau juga ingin menyalahkanku?! Salahkan ibumu yang tidak pernah kembali dan membuat kalian seperti ini! Yang telah membuatku dianggap tidak mendukung keluarga ini! Jangan salahkan aku karena kalian dijauhi! Aku sudah cukup frustasi sebagai penengah! Dan terkadang aku menjadi tidak fokus pada persiapan pernikahanku sendiri karena memikirkan kalian! Aku selalu membela kalian! Dan apa yang kudapat setelah itu?! Keluhanmu tentangku! Mungkin kak Bunga benar, kau adalah anak yang tidak tahu untung," ujar Dina pada Fina, gadis itu kemudian pergi ke ruang tamu dengan sedikit bercucuran air mata.

Sedangkan Fina berusaha untuk tidak menangis di hadapan siapa pun, namun akhirnya tangisannya pecah juga setelah semuanya pergi meninggalkannya, dan Tn. Farzin melihatnya menangis dari kejauhan.

"Kenapa kalian tidak menjawabku?" ucap Raya pada Jhana dan Arka.

"Kupikir itu tidak penting," ujar Arka.

"Karin, jawab aku," kata Raya.

"Maaf, Nyonya, sekalinya rahasia tetap sebuah rahasia." Jhana buka suara.

"Kau pilih menjaga rahasia itu atau kehilangan pekerjaanmu?"

Jhana seketika tersentak dan memikirkan ulang segalanya.

"Aku menceritakan kebenaran tentang hal yang terjadi padaku beberapa waktu yang lalu. Aku mengatakan pada Fina dan kak Karin kalau ibu telah berbohong dengan cerita ibu, dan aku menceritakan cerita yang sebenarnya pada mereka berdua, itu saja," Arka memperjelas segalanya, hal itu kontan saja membuat Jhana terkejut.

'Kenapa dia mengatakannya?' batin Jhana.

"Aku tahu ibu akan malu memarahiku di depan orang lain. Setelah kupikir, aku tidak akan mematuhi larangan itu lagi, aku tidak takut lagi, aku akan bermain dengan Mona, Fina dan Zhani lagi, karena aku tahu kalau sesuatu terjadi padaku, kak Karin akan mengetahui penyebabnya," sambung Arka.

'Kapan dia memikirkan itu semua? Tadi dia mengatakan pada Fina kalau dia akan menjaga rahasia itu, dan kupikir dia masih takut pada Raya karena kejadian itu,' batin Jhana.

Raya kemudian menatap Jhana, lalu menghampirinya.

"Sekarang kau mengetahui semuanya bersama anak miskin itu?" Raya berbisik pada Jhana sambil mengernyitkan dahinya dan menyipitkan kedua matanya.

"Aku tahu sekarang kau sedang berpikir segala hal buruk tentangku dan izinkan aku untuk memberitahumu sebuah hal yang hanya pernah kuberitahu pada satu orang yang sangat kubenci karena telah menghalangi segala hal yang ingin kulakukan. Apa yang sedang kau pikirkan tentangku seratus persen benar, lalu kau mau apa? Kau tidak berdaya Karin, jika kau salah melangkah dimana itu membahayakanku, kupastikan kau akan berakhir saat itu juga," sambung Raya, masih dalam nada berbisik agar Arka tidak mendengarnya.

'Dan kau tidak tahu bahwa sebenarnya kau telah memberitahu hal yang sama pada orang yang sama,' batin Jhana.

"Aku hanya akan bertindak begini padamu, karena aku tahu, anak miskin itu tidak akan mengerti apa pun," Raya masih lanjut.

"Ibu pikir ibu tidak akan melarangmu lagi. Ibu berjanji tidak akan memarahimu lagi, terserah kau mau melakukan apa, karena ibu tahu kalau kau adalah anak yang baik," ucap Raya pada Arka.

"Kenapa?" tanya Arka.

"Karena melarangmu adalah hal yang sia-sia sekarang. Kau menjadikan Karin sebagai pelindungmu? Semoga kau memilih orang yang tepat," jawab Raya.

"Apa ibu marah karena aku membongkar aib itu?"

"Tidak, karena ibu akhirnya sadar kalau sebenarnya anak seusiamu seharusnya bermain dengan siapa saja."

Suasana menjadi hening usai Raya menjawab pertanyaan terakhir Arka, wanita itu pun lantas berbalik badan dan berniat untuk kembali.

"Anda tidak bisa mengakhiriku, Nyonya Raya," ujar Jhana tiba-tiba.

"Humph, aku tidak yakin," balas Raya yang masih memunggungi Jhana dan Arka.

"Anda merasa kalau aku adalah ancaman, kan? Kalau begitu kita sama kuatnya."

Raya terdiam, lalu secara perlahan kembali berbalik badan ke arah Jhana dan Arka.

"Apa kau mengetahui sesuatu tentang orang ini, Arka?" Raya bertanya pada Arka sembari menatap mata Jhana.

"Tidak, aku tidak terlalu mengenalnya," jawab Arka.

"Dia terlihat seperti orang baik, ya? Makanya kau mau menceritakan segalanya padanya?"

"Sebenarnya dia menguping percakapanku dengan Fina, padahal sebelumnya dia berjanji untuk membiarkan kami berbicara empat mata."

"Kenapa kau menguping pembicaraan Arka dan Fina? Apa kau berpikir kalau hal itu akan menguntungkanmu? Kenapa? Seharusnya kau tidak berniat untuk menguping karena tidak ada hal yang menyangkut pautkan dirimu, dan seharusnya kau menyadari itu," kata Raya pada Jhana.

"Setelah sekian lama, akhirnya Anda menyebut nama Fina," ucap Jhana.

"Siapa kau sebenarnya?" Raya bertanya.

"Aku bukan siapa-siapa, tapi aku akan mengingatkan pada Anda sekali lagi, Anda tidak akan bisa mengakhiriku," jawab Jhana.

"Kau meremehkanku."

"Sejak awal memang iya."

Raya menajamkan tatapannya.

'Wanita ini ..., aku yakin dia bukan orang sembarangan, dia pasti dalam penyamaran. Kenapa aku baru menyadarinya sekarang?' batin Raya.

'Apa yang direncanakannya dengan mengizinkan Arka bermain dengan anak-anakku?' batin Jhana.

"Dimana orang pertama yang mengetahui kebenaran Anda? Apa dia sudah mati? Aku rasa belum, oleh karena itu Anda tidak akan bisa mengakhiriku, karena Anda tidak bisa mengakhirinya," sambung Jhana.

"Kau merasa lebih hebat darinya? Kurasa dia sedikit lebih bagus darimu."

"Ok, aku akan menyampaikan pujian Anda padanya."

"Aku sudah menduganya, kau memiliki hubungan dengannya."

avataravatar
Next chapter