70 Kesalahan Jhana

Gusiana dan Salma akhirnya sampai di mansion Dhananjaya dengan sebuah taksi. Tak peduli dengan ongkos yang dikeluarkan Salma untuk membayar taksi tersebut, Gusiana langsung 'menyosor' kedalam, alias ia melewati gerbang lebih dulu dari pada Salma yang sedang membayar ongkos taksi yang dipakainya dan Gusiana. Usai menyelesaikan pembayarannya, Salma pun menyusul Gusiana yang berhenti melangkah untuk melihat mansion itu. Wanita paruh baya itu terkesan dan ia hanya bisa memangapkan mulutnya.

"Bibi, ayo kita masuk," ajak Salma, namun Gusiana tidak menggubrisnya.

"Bibi, bibi!" sambung Salma.

"Ah?! Iya?! Ada apa?" tanya Gusiana yang akhirnya sadar dari lamunannya.

"Ayo kita masuk," ulang Salma.

"Tunggu, tunggu."

"Ada apa?"

"Apa ini memang rumah Arvin pacarmu?"

"Iya tentu saja, kenapa aku harus membawa bibi kerumah orang lain?"

"Tapi rumah ini sangat besar. Apa dia memang mencintaimu? Bagaimana dia bisa mencintaimu? Bagaimana kau bisa mendapatkannya? Bagaimana kau diterima oleh keluarganya? Bagaimana-"

"Sshhtt."

"Ok, ini nyata," ucap Gusiana yang akhirnya bisa menenangkan dirinya.

"Meskipun ini sulit dipercaya, tapi kau berhasil untuk segalanya, kau berhasil," lanjutnya.

"Tapi bagaimana bisa rumah sebesar ini tidak memiliki Satpam? Bahkan di daerah gerbang aku tidak melihat satu pun CCTV," ujar Gusiana.

"Arvin bilang kalau Jogja jauh berbeda dari pada Jakarta. Mereka berpendapat kalau kota ini jauh lebih aman dari Jakarta, ditambah lagi mereka tinggal di daerah yang jauh dari keramaian, semakin membuat tingkat keamanan menurut mereka berada diatas rata-rata. Jadi mereka memutuskan untuk tidak memperkerjakan seorang Satpam pun disini, bahkan juga dirumah ini tidak ada satu pun CCTV. Mereka saling percaya satu sama lain, dan mereka juga percaya kalau tidak ada yang lebih aman dari daerah ini," papar Salma.

"Tapi tetap saja itu tidak masuk akal, apa lagi uang mereka berlimpah-limpah, masa untuk CCTV saja mereka tidak mau pasang."

"Itu membuatku teringat akan perkataan nenek, setiap orang memiliki pemikiran dan pendapat yang berbeda. Jika bibi berpikir seperti itu, belum tentu mereka berpikir seperti itu, kan?"

"Iya, memang. Tapi, yasudahlah, untuk apa kita memikirkan itu, ayo kita masuk."

Gusiana dan keponakannya itu lantas berjalan masuk ke mansion, namun saat mereka sudah berada 15 meter dari pintu depan, Jaya menghampiri mereka dengan wajah heran dan ketakutan, apa lagi melihat Gusiana yang membawa 2 kantong plastik, semakin membuat pikirannya berpikir kalau Salma dan Gusiana hendak melakukan bom bunuh diri di mansion itu.

"Hei! Hei!" panggil Jaya. Salma dan Gusiana lalu menoleh kearahnya.

"Mau apa kalian disini?! Apa itu?! Jangan kalian pikir kalian bisa melakukan pengeboman disini! Pergi kalian dari sini!" Jaya berseru.

"Hei!!! Jangan omonganmu!" bentak Gusiana.

"Paman Jaya tidak ingat denganku?" tanya Salma. Jaya lantas memperhatikan wajah Salma dengan seksama, dan akhirnya ia ingat siapa gadis itu.

"Oh, astaga. Maaf nona Salma, entah apa yang membuatku bisa melupakan Anda, hehe. Silakan masuk," kata Jaya.

"Hahaha, tidak apa-apa, pikun di usia tua adalah hal yang wajar, bukan? Apa lagi kita baru sekali bertemu selain sekarang," ujar Salma.

"Maaf, nona, sekali lagi saya minta maaf."

"Lain kali teliti! Pakai menuduhku dan keponakanku akan mengebom rumah ini segala. Humph dasar genit," dengus Gusiana.

"Eh, bibi. Apa yang bibi bicarakan? Paman Jaya kan sudah minta maaf," ucap Salma.

"Kau percaya kalau dia lupa padamu? Salma, kau harus bisa membedakan wajah orang jujur dan wajah orang genit. Dia berteriak seperti tadi itu hanya agar dia bisa memiliki kesempatan untuk mendekatiku. Kenapa kau tidak bisa membaca bahasa tubuh dan ekspresi wajahnya?"

"Bibi, jangan melantur."

"Ini serius! Dia berniat untuk menggoda bibimu ini! Hei pria genit, kuberitahu padamu, ya! Aku itu sudah menikah! Suamiku adalah orang baik yang ketampanannya menyaingi aktor-aktor holiwut! Kau tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengannya!" ucap Gusiana pada Jaya.

"Holiwut?" Jaya terlihat bingung.

"Mm-maksudku ..." Gusiana berpikir keras. "Apa itu namanya?" gumamnya.

"Oh, Ho-holly-w-wood. Iya, Hollywood," ujar Gusiana yang menambahkan penekanan pada huruf D yang terdapat dalam kata 'wood'.

"Jangan kau macam-macam padaku. Ayo, salma," lanjutnya.

"Maaf, paman. Permisi," ucap Salma yang merasa tidak enak hati pada Jaya.

"Bibi, apa yang bibi lakukan?" bisik Salma.

"Biar saja! Biar dia tahu kalau aku ini bukan wanita gampangan!" ujar Gusiana, Salma pun hanya bisa menggelengkan kepalanya.

Gusiana benar-benar kesal pada Jaya yang dianggapnya berusaha menggodanya, sampai ia tidak memperhatikan langkahnya. Ya, karena kekesalannya itu ia sampai tidak sadar bahwa dari arah kanan, Jhana sedang berjalan menuju pintu depan juga, dan secara tidak sengaja, mereka bertabrakan. Jhana yang terlihat sedang terburu-buru pun menabrak Gusiana dengan keras.

"Bibi!" teriak Salma dari belakang, sebab Gusiana langsung goyang saat saling tabrak dengan Jhana. Teriakan Salma itu pun di dengar oleh seluruh orang di mansion.

"Aaaahhh!" Gusiana yang antara-rubuh-dan-tidak pun ikut-ikutan berteriak, sementara Jhana tetap tegak berdiri dan agak kaget karena saling tabrak dengan Gusiana, karena kaget, Jhana tak sempat berpikir untuk menolong Gusiana, sedangkan Salma langsung tanggap untuk menolong bibinya, tetapi sayangnya yang ditolongnya malah sebuah kantong plastik besar yang isinya 2 kotak brownies. Dengan begitu, Gusiana pun jatuh dan membuat 2 kotak brownies lainnya (yang masih dipegangnya) juga ikut jatuh dan keluar dari kotaknya.

Seluruh anggota keluarga Dhananjaya yang sudah berada di ruang makan pun langsung bergegas keluar ketika mendengar 2 kali teriakan dari luar.

Jhana masih tidak melakukan apa-apa ketika Gusiana sudah terjatuh dan 2 browniesnya menjadi tidak layak makan lagi, sebab ia begitu shock tadi.

"Ada apa ini?!" tanya Ny. Zemira yang terlihat panik, barulah Jhana sadar jika ia telah bertabrakan dengan Gusiana dan membuatnya terjatuh.

"Astaga! Bibi!" ucap Salma yang langsung tanggap membantu Gusiana berdiri.

"Aduh," keluh Gusiana ketika ia berdiri secara perlahan dibantu oleh Salma.

"Kenapa kau malah menolong brownies-brownies itu?" tanya Gusiana yang tampak kesakitan.

"Maaf, bibi, tadinya aku berniat menolong bibi, tapi entah kenapa yang kudapatkan malah plastik ini," jawab Salma.

"Duh ..."

Gusiana kemudian membuka matanya lebar-lebar dan menyadari bahwa seluruh anggota keluarga Dhananjaya tengah memusatkan perhatian mereka padanya, dan ia merasa malu, terlebih lagi ia belum mengenal mereka, rasa malunya jadi bertambah. Gusiana lantas melirik Jhana secara tajam.

"Kau yang menabrakku?!" tanya Gusiana pada Jhana.

"Jawab!" sambungnya.

"I-iya," jawab Jhana.

"Lihat apa yang kau perbuat! Entah terkilir atau apa, tapi aku merasakan sakit di punggungku! Dua loyang brownies yang kubuat dengan susah payah juga kau buat terbuang begitu saja! Dan saat aku terjatuh, kau hanya diam melihat! Siapa kau?! Beraninya kau bertindak seolah kau penguasa disini!" amuk Gusiana. Jhana hanya terdiam.

"Hei!" lanjut Gusiana. Jhana sedikit tersentak.

"Siapa kau?! Jawab aku!" Gusiana mengulangi pertanyaannya.

"S-saya pekerja disini," jawab Jhana.

"Pembantu maksudmu?!"

Jhana memilih diam.

"Hei! Jawab aku!"

"I-iya, saya pembantu disini," ucap Jhana.

"Dimana matamu?! Berani sekali kau menabrakku! Kau tahu siapa aku?! Hm?!"

Jhana menggelengkan kepalanya, hal ini kontan saja semakin menambah kekesalan Gusiana.

"Aku Gucci Meshach! Ini! Kau lihat dia! Dia adalah keponakanku satu-satunya! Dia adalah calon menantu disini! Namanya adalah Salma Meshach! Dan sebentar lagi, nama belakangnya akan berubah menjadi Dhananjaya! Dan sepertinya aku tidak perlu menjelaskan tentang diriku lebih dalam lagi padamu! Karena sangat pantas jika kau memberikan rasa hormat yang lebih padaku!" sambung Gusiana.

"Bibi, sudahlah. Malu dilihat orang," bisik Salma.

"Kau bilang apa?! Malu?! Apa kau tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya jatuh diusia tua?! Apa kau tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya usaha yang kulakukan dengan susah payah untuk membuat brownies-brownies itu?! Mulai dari bangun pada pukul dua, mengurangi jam tidur hingga menunggu selama setengah jam di depan pintu menunggu jemputan, dan wanita ini menghancurkan semuanya begitu saja!" seru Gusiana.

"Tapi tidak semuanya bibi, masih ada dua kotak lagi," ujar Salma.

"Dan aku kehilangan dua kotak juga! Kau pikir membuat dua kotak brownies itu mudah?!"

"N-nyonya, saya minta maaf. Tadi saya yang salah karena saya tidak memperhatikan langkah saya, maaf, Nyonya, maaf sekali," kata Jhana.

"Hei!! Mudah sekali kau meminta maaf! Kau pikir maafmu itu bisa menggantikan dua kotak brownies itu?! Hm?! Apa kau pikir maafmu itu bisa membuat punggungku merasa jauh lebih baik?! Kau pikir siapa dirimu disini?! Kalau pembantu ya pembantu saja! Jangan berharap kau bisa menjadi tuan rumah disini! Dasar pembantu!"

"Bibi, kak Karin sudah meminta maaf, berhentilah berteriak-teriak seperti itu," bisik Salma lagi.

"Dia salah, Salma! Kenapa kau terus membelanya?!" tanya Gusiana.

"Lalu, jika dia salah, apa bibi akan terus memarahinya? Sampai kapan bibi akan memarahinya? Sampai suara bibi habis?"

"Kenapa kau tidak bisa mengerti posisiku?!"

"Bibi, aku bukannya tidak bisa mengerti posisi bibi."

"Halah, sudahlah. Aku heran melihatmu, entah siapa yang kau anggap sebagai keluarga disini, aku atau pembantu menjijikkan ini."

"Ini bibi Gucci?" tanya Isa yang maju menghampiri wanita itu, namun ia tidak mendapatkan jawaban. Pria itu bingung, ia tidak tahu harus berbuat apa agar keributan ini bisa berhenti, sebab semua orang sudah berkumpul di area sekitar pintu depan, termasuk anak-anak Jhana, jadi ia melontarkan pertanyaan asal agar setidaknya perhatian Gusiana bisa teralihkan kepadanya.

"Kudengar ada keributan disini, jadi aku datang kesini bersama yang lainnya. Dilihat dari perkataan-perkataan bibi, sepertinya bibi dan kak Karin tadi tidak sengaja bertabrakan, ya?" lanjut Isa.

"Siapa anak ini?" tanya Gusiana pada Salma.

"Itu Isa," jawab Salma.

"Bibi merasakan sakit di punggung bibi? Mari aku bantu masuk kedalam, kami punya banyak persediaan obat, siapa tahu ada obat atau salep yang bisa mengurangi rasa sakit di punggung bibi," ucap Isa sembari mengulurkan tangannya pada Gusiana. Gusiana lalu menerima ajakannya.

'Untung saja dia tampan, kalau tidak, sudah kuhajar dia karena menghancurkan moodku untuk memarahi wanita ini,' batin Gusiana.

Para anggota keluarga Dhananjaya kemudian bubar mengikuti Isa, sedangkan Salma masih pada posisinya. Ada satu hal yang membuat Salma tidak bergerak dari posisinya: keberadaan Arvin. Ia tidam menemukan Arvin di kerumunan keluarga Dhananjaya tadi.

'Di mana dia? Kenapa dia tidak ada disaat seperti ini? Kenapa dia membiarkan Isa turun tangan? Seharusnya itu menjadi tugasnya,' batin Salma.

avataravatar
Next chapter