33 Kebingungan

[20 HARI MENUJU PERNIKAHAN ISA & DINA]

Pagi hari di mansion Dhananjaya, Ny. Zemira tampak bingung ketika keluar dari ruangannya. Dina belum datang sebab Isa masih menjemputnya, jadi Jhana bisa berkeliaran dengan bebas di dalam mansion tersebut. Sang ibu angkat kebetulan melihatnya dan memberhentikan langkah Jhana.

"Karin!" panggil Ny. Zemira.

"Ya, Nyonya?" sahut Jhana.

"Semalam kau yang terakhir tidur di antara para pekerja, kan?" tanya Ny. Zemira seraya menghampiri Jhana yang berada di dekat pintu depan.

"Iya, ada apa, ya, Nyonya?"

"Kau ada masuk kedalam ruanganku semalam?"

'Sepertinya ibu tahu kalau uangnya ada yang hilang,' batin Jhana.

"Tidak, Nyonya. Apa barang Anda ada yang hilang, Nyonya?"

"Kau tahu sesuatu? Aku tidak yakin bahwa kau telah mencuri uangku, makanya aku bertanya padamu."

Secara kebetulan, Kevlar yang hendak berangkat bekerja, berjalan menuju pintu dan menyapa Jhana juga Ny. Zemira. Pria itu memang menyapa keduanya, tapi perhatiannya terpusat hanya kepada Jhana, ia tahu hal apa yang sedang dibicarakan antara ibu dan anak angkat itu.

"Halo, semuanya."

Jhana lantas merasa risih dengan tatapan Kevlar.

"Kau akan berangkat ke kantor?" tanya Ny. Zemira pada Kevlar.

"Ya, ibu. Kenapa ibu bertanya seperti itu? Bukankah itu sudah menjadi rutinitas saya sehari-hari? Kenapa ibu terlihat bingung?"

"Aku tidak apa-apa."

"Ceritakan saja pada saya."

"Kau bekerja saja."

"Bercerita mengenai kebingungan ibu sebentar saja tidak apa-apa, kan? Siapa tahu saya bisa mengatasi kebingungan ibu itu. Tapi, sebaiknya kita berbicara empat mata saja."

"Akan kuceritakan pada Bunga atau Raya saja nanti, kurasa itu lebih baik dari pada aku mengganggu jam kerjamu."

"Jika kebingungan ibu menyinggung masalah wanita, maka memang sebaiknya ibu bercerita pada sesama wanita, tapi jika kebingungan ibu menyinggung hal yang lain, seorang pria yang dekat dengan ibu lebih tepat untuk dijadikan tempat bercerita. Arvin sudah pergi entah kemana, sedangkan Isa pergi mengantar anak-anak dan menjemput Dina, otomatis yang tersisa adalah saya. Tidak apa, ibu, meskipun saya menantu disini, tapi setidaknya saya telah mengenal ibu lama dari pada orang baru disini, jadi, ceritakanlah kepada saya."

'Aku sebenarnya muak untuk mengatakan ini. Tapi jika mereka bekerja sama, untuk apa Zemira bertanya pada Karin ditempat yang kurang tertutup? Apa mereka hanya menjebakku? Tapi ekspresi wajah Zemira menunjukkan bahwa dia benar-benar bingung. Bagaimana pun itu, aku harus mencegah Karin agar dia tidak menceritakan pada Zemira bahwa akulah yang sudah mencuri uangnya,' batin Kevlar.

"Kurasa ucapanmu ada benarnya. Karin, kau bisa kembali bekerja sekarang, biarkan aku membicarakan masalah ini pada Kevlar saja," ujar Ny. Zemira.

'Ini gawat, Kevlar pasti akan menceritakan hal yang tidak benar kepada ibu. Tapi aku sudah kalah darinya sekarang. Sebenarnya apa tujuan pria ini? Kenapa dia menikahi Bunga dan mencuri uang ibu? Apa tujuannya? Apa dia memang orang yang jahat?' batin Jhana sambil melirik Kevlar.

"Baik, Nyonya. Tapi, soal pertanyaan Anda kepada saya tadi, semalam saya melihat seseorang masuk kedalam ruangan Nyonya, tetapi saya tidak tahu siapa dan saya tidak mengangka kalau tujuannya masuk kedalam ruangan Nyonya adalah untuk mencuri uang Nyonya, saya sedang tidak memakai kacamata saat itu dan sebenarnya mata saya agak minus, yang pasti, saya yakin itu bukan Nyonya. Permisi," pungkas Jhana, ia kemudian pergi ke halaman belakang dan merasa puas akan pernyataannya barusan. Jhana merasa sekarang skornya sudah 1-1 dengan Kevlar. Dengan ini, dengan pernyataan Jhana barusan, Kevlar tidak bisa menjatuhkannya dengan mudah.

"Seseorang masuk kedalam ruanganku semalam?" gumam Ny. Zemira.

'Dasar wanita sialan. Dia mengacaukan rencanaku! Kalau memang mereka berdua bekerja sama, baru saja aku akan menuduh bahwa dia lah yang sudah mencuri uang Zemira, dengan begitu, hubungan mereka pasti akan sedikit longgar, dan sekarang rencanaku hancur. Sial!' gerutu Kevlar di dalam hatinya.

"Ibu ..." ucap Kevlar.

"Pergilah sekarang. Aku akan memikirkan ucapan Karin, aku akan menemukan pencurinya dengan caraku sendiri dan atas pernyataan Karin. Satu persatu akan kucocokkan pernyataan Karin itu dengan segala aktivitas di mansion ini semalam setelah aku tidak masuk kedalam ruang kerjaku lagi. Sekarang sudah kutemukan solusinya, jadi kurasa aku tidak perlu menceritakannya lagi padamu," sela Ny. Zemira.

'Argh! Sial! Benar-benar sial!' batin Kevlar.

Di lain tempat, Salma juga sedang bersiap untuk berangkat bekerja. Ia sekarang tengah memakai sepatunya.

"Nenek! Aku pergi! Kunci pintunya dari dalam!" teriak Salma.

"Kunci saja dari luar! Satu iklan lagi pasti FTVnya akan main!" seru nenek Marimar

"Bagaimana nenek bisa keluar kalau aku kunci pintunya dari luar?!"

"Ah! Iya! Tunggu sebentar! Sebentar lagi FTVnya akan main!"

"Nenek lebih memilih kemalingan atau menunggu FTVnya main?!"

Lalu tidak ada jawaban dari nenek Marimar. Tak lama kemudian keluarlah wanita tua itu dari ruang rv.

"Kau ini, selalu bisa mengalahkan nenekmu dalam hal berdebat," gerutu nenek Marimar.

"Hihi, aku pergi ya, nek!"

"Yasudah, cepat, FTVnya pasti sudah main sekarang."

Sementara itu, Isa dan Dina akhirnya sampai di mansion Dhananjaya untuk memantau dekorasi halaman belakang yang akan menjadi tempat mereka mengikat janji suci. Jhana menyadari kedatangan pasangan itu melalui kamar Arvin yang sedang ia bersihkan bersama Tantri.

"Kakak sudah berkenalan dengan nona Dina?" tanya Tantri.

"Belum, aku sangat berharap bisa melakukannya," jawab Jhana.

Tantri lalu tersenyum. "Oh iya, bagaimana dengan diare kakak?"

"Pencernaanku sudah lebih baik, walau terkadang aku buang air setengah jam sekali."

Setelah itu, suasana menjadi hening. Mereka melanjutkan bersih-bersih kamar Arvin. Hingga akhirnya Jhana kembali buka suara karena teringat akan satu hal.

"Tantri?"

"Ya?" sahut Tantri.

"Apa kau tahu apa sebenarnya terjadi pada Arka empat hari yang lalu?" tanya Jhana.

"Kakak tidak tahu cerita yang sebenarnya?"

Jhana menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Apa mungkin hanya aku yang tahu, ya?" gumam Tantri.

"Jadi sebenarnya Arka itu malamnya sakit, terus dia tidak mau keluar kamar, Nyonya Raya sudah memaksanya untuk makan dan minum obat, tapi sepertinya dia menyuruh ibunya sendiri untuk pergi dari kamarnya dan mengatakan kalau dia akan meminum obatnya, karena Nyonya Raya mengerti kemauan Arka, jadinya Nyonya Raya mengunci pintu kamar Arka dari luar, agar tidak ada yang masuk kedalam kamarnya, dan itu dilakukan Nyonya Raya juga atas sikap Arka padanya. Eh, ternyata Arka tidak makan dan meminun obatnya, jadi ketika pagi, dia jatuh pingsan dan sangat lemas dengan suhu tubuh yang stabil," jelas Tantri.

"Kau tahu dari mana?"

"Dari Tuan Arvin, dia sudah banyak bicara sekarang, dan Tuan Arvin mengatakan itu semua diketahui atas pengakuan Nyonya Raya dan Arka sendiri."

"Bagaimana bisa suhu tubuhnya stabil sedangkan dia tidak makan bahkan tidak meminum obatnya?"

"Nyonya Raya bilang istirahat saja sebenarnya sudah cukup untuk sembuh dari demam, dan Arka yang mengajarinya hal itu, begitu kata Nyonya Raya."

"Begitulah cerita yang sebenarnya," sambung Tantri.

"Dan setelah itu yang membersihkan kamar Arka kau, kan?" tanya Jhana.

"Iya," jawab Tantri.

"Sekarang coba ingat dan jawab aku."

Tantri mengernyitkan dahinya dan berhenti membereskan ranjang Arvin, ia menatap Jhana karena ia merasa bahwa dirinya harus mendengarkan pertanyaan Jhana dengan baik.

"Apa saat itu kau melihat obat demam di kamar Arka?" lanjut Jhana.

Di rumah makan Populer, Salma, Yahya, Wanda dan Andra berkumpul di meja kasir untuk menyambut kedatangan pak Toni yang katanya akan datang bersama pekerja baru yang akan menggantikan posisi Yahya yang sekarang ini menjadi kasir.

"Semoga saja pak Toni benar-benar akan datang dengan pekerja baru, karena aku sangat lelah melayani para pelanggan dengan hanya dua pelayan lain. Huft, Dina benar-benar keluar disaat yang tidak tepat," keluh Wanda.

"Tentu saja pak Toni akan datang dengan pekerja baru, dia kan sudah menjanjikannya," ujar Yahya.

"Tapi, bagaimana kalau tidak?"

"Ingat, Wanda, omongan itu adalah doa, jangan berkata hal yang buruk. Teruslah berkata kalau pak Toni akan datang dengan seorang pekerja baru, niscaya itu akan menjadi sebuah doa yang menjadi nyata."

"Iya, iya."

"Tapi, kira-kira apa jenis kelamin pekerja baru ini?" Salma angkat bicara.

"Semoga saja seorang pria, karena kalau wanita biasanya kebanyakan bergosip dan tenaganya pun lemah," kata Wanda.

"Persis seperti kau, hahahaha," sindir Yahya.

"Tidak jelas sekali," dengus Wanda. Salma tampak menahan tawanya.

Tidak lama setelah itu, 2 buah mobil berhenti di parkiran, 1 mobil adalah milik pak Toni, namun mobil yang satu lagi tidak terlalu kelihatan karena berjalan di sebelah mobil pak Toni.

"Mobil siapa itu?" ucap Wanda.

"Tentu saja mobil pak Toni," ujar Yahya.

"Aku tahu kalau yang itu adalah mobil pak Toni, yang kutanya adalah mobil yang satu lagi."

"Mobil pelanggan, tentu saja."

"Bukan ..., itu bukan mobil pelanggan," kata Salma. Ia terpaku saat melihat pak Toni berjalan bersama seorang pria yang sangat familiar baginya, Arvin. Dan mereka berdua berjalan masuk ke rumah makan Populer.

"Apa maksudnya ini? Kenapa pak Toni datang bersama Arvin?" Wanda terlihat tidak menyangka.

"Jangan-jangan, pekerja baru yang dikatakan oleh pak Toni itu adalah ..." ucap Yahya.

"Arvin," lirih Salma yang melanjutkan ucapan Yahya yang terputus.

avataravatar
Next chapter