62 Bunga Bangkai

Terdengar suara ketukan pintu dari arah pintu depan. Gucci pun bergegas untuk membukanya, namun sebelum itu, dilihatnya jam dinding yang menunjukkan pukul 19:30.

'Ini pasti Salma,' batinnya.

Dan benar saja, ketika dibukanya pintu, yang ia dapati adalah Salma. Gucci pun langsung memeluk keponakannya itu dengan erat sambil menangis.

"Akhirnya kau pulang. Aku sangat merindukanmu," ucap Gucci.

Salma yang sebenarnya juga marah pada Gucci, teringat masa kecilnya ketika ia masih diasuh oleh menantu nenek Marimar dan suaminya itu. Air matanya tak terbendung dan ia juga ikut menangis. Ia sama sekali tidak bisa marah pada bibi yang bisa disebut sebagai ibunya itu.

'Nenek, jika nenek sudah bersikap sesuai dengan yang kita janjikan pada bibi dan paman, maka kurasa cukup. Sepertinya aku akan melanggar perjanjian kita, maafkan aku, nek. Ternyata aku tidak sanggup untuk bersikap seperti itu pada bibi, mungkin juga pada paman,' batin Salma. Ia kemudian menangis dan membalas pelukan itu.

"Aku juga sangat merindukanmu, bibi Gusiana," ujar Salma.

"Hei, panggil aku Gucci, kau tidak ingat itu?"

"Eh, hahaha. Tapi di rumah ini yang berkuasa kan nenek, jadi bibi akan dipanggil dengan nama Gabriela."

"Gucci lebih bagus, itu mewah."

"Baik, bibi Gusi. Hahaha."

"Eh! Kau ini!"

"Itu nama bibi yang sebenar-benarnya, kan? Hahaha."

"Tidak, namaku tetap Gucci!"

"Iya, iya. Aku sangat merindukanmu, bibi," kata Salma, lagi, sembari memeluk Gabriela alias Gucci alias Gusiana.

"Tapi nenekmu tidak, nak. Apa dia Amerika?"

"Amerika?"

"Iya, kau tidak tahu Amerika?"

"Benua?"

"Ck, bukan. Itu loh, lupa ingatan."

"Oooh itu. Bukan Amerika, bibi."

"Lalu?"

"A ne mi a. Lupa ingatan itu kata lainnya Anemia."

"Ooh iya! Wah, sejak kau berpacaran dengan orang kaya, kau jadi semakin pintar saja!" puji Gucci.

"Ayo masuk," sambung Gucci. Salma lantas masuk.

"Hei, bagaimana kursusmu?" tanya nenek Marimar saat Salma menghampirinya.

"Semua berjalan lancar di hari pertama. Kelas kedua akan diakan lusa, begitu seterusnya, dua hari sekali," jawab Salma.

"Salma mengikuti kursus bahasa Inggris?" tanya Gucci.

"Ya, Arvin yang mendaftarkanku," jawab Salma.

"Arvin? Pacarmu? Ahhh! Baik sekali dia!"

"Kenapa kau ramah padanya?" tanya nenek Marimar pada Salma.

"Kenapa Salma tidak boleh bersikap ramah padaku?" tanya Gucci.

"Karena kau dan Mark memang tidak pantas untuk ditambahi," ujar nenek Marimar.

"Nenek, sudahlah," kata Salma.

"Kenapa kau tidak menepati janji kita?" tanya nenek Marimar.

"Maafkan aku, nenek, tapi ternyata aku tidak bisa."

"Janji apa? Apa yang kalian sepakati tentang aku?" tanya Gucci.

"Bibi, aku akan menjelaskannya. Tapi, nenek, izinkan aku menjelaskan segalanya pada bibi."

"Terserah kau saja," ucap nenek Marimar.

"Bibi, nenek marah pada paman dan bibi karena kalian tidak mengundang kami di acara pernikahan kak Matthew dan Barbara. Aku juga marah sebenarnya, tapi ternyata aku tidak bisa. Kami sepakat untuk tidak memperdulikan paman dan bibi ketika kalian datang, sama seperti ketika kalian tidak peduli pada kami ketika pernikahan kak Matthew dan Barbara terjadi."

"Jadi, karena itu ibu cuek padaku dan Mark bahkan sampai dia pulang?"

"Paman sudah pulang?"

"Ya, dan semua rencana kami kacau."

"Rencana apa? Apa yang kalian rencanakan?"

"Kami tahu kalau kau akan datang ke rumah pacarmu pada pagi hari, jadi kami sampai pada pagi hari. Dan rencananya pamanmu akan langsung pulang pada sore hari, sedangkan aku akan menetap. Tapi ketika kami sampai disini, ibu bersikap aneh dan kau tidak bisa dihubungi. Entah dimana dirimu berada."

"Maaf, bibi. Tapi aku langsung pergi ke rumah itu dan sengaja tidak memberitahu bibi akan hal itu sebagai hukuman kalian. Setelah itu aku pergi ke kursus."

"Apa?! Kenapa kau tega sekali melakukan itu?! Aku dan pamanmu sudah sangat siap untuk bertemu dengan keluarga pacarmu! Dan sekarang, dia sudah pulang tanpa ada cerita yang menarik dibawanya! Dia hanya seperti menjadi pengawalku!"

"Maaf, bibi, tapi, aku sangat marah tadi. Sejak awal aku tahu kalau kak Matthew dan Barbara sudah menikah, aku sangat marah pada kalian."

"Aku sudah memberi alasanku untuk hal itu dan aku sudah meminta maaf. Kalian pikir aku berbohong?!"

"Ya! Aku tahu kau berbohong! Kau dan Mark sengaja tidak mengundang kami karena takut uang kalian terkuras hanya untuk menanggung ongkos kami! Jadi berhentilah berbicara seolah kau sangat tersakiti! Aku ini ibumu dan Mark! Kenapa kalian sanggup melakukan hal itu?!" bentak nenek Marimar.

Gucci hanya terdiam.

"Lihat! Apa yang kukatakan memang benar," sambung nenek Marimar.

"I-itu tidak benar," ucap Gucci

"Bohong!"

"Nenek, bibi, sudah. Semuanya sudah berlalu. Nek, kak Matthew dan Barbara sudah menikah, waktu tidak bisa diulang dan kita tetap tidak hadir di pernikahan mereka, mau melakukan apapun, mau berkata apapun, semuanya sudah terjadi. Mau kita merasa kesal, tapi kekesalan kita tidak akan mengubah apa-apa. Sia-sia kan? Wajah nenek hanya bertambah keriput karena amarah nenek," ujar Salma.

"Aku memang bertambah keriput, tapi setidaknya aku juga bertambah seksi," kata nenek Marimar.

"Pendapat Arvin," sambungnya.

"Untuk bibi, kita tidak bisa memastikan apakah hal yang sama akan terulang lagi atau tidak, meski mungkin kejadian seperti ini hanya akan ada sekali karena bibi hanya memiliki satu anak, tapi bibi harus mengingat bahwa bibi masih memiliki orangtua. Tidak peduli jika nenek adalah mertua bibi, nenek juga tetap orangtua bibi. Ibu adalah orang yang harus paling kita hargai di dunia ini, jika memang benar bibi takut uang bibi dan paman terkuras untuk membayar ongkos kami, setidaknya beritahu kami pada saat hari pernikahan kak Matthew dan Barbara. Atau datangkan saja nenek, aku tidak apa jika tidak hadir. Restu leluhur kita sangat penting, bisa, begitu juga dengan kehadiran, doa dan berkat yang diberikan olehnya," lanjut Salma.

"Kau menyebutku sebagai leluhurmu? Berapa generasi yang memisahkan kita? Sepuluh? Oh astaga, aku bukan vampir yang hidup abadi, meskipun aku menyukai Edward Cullen."

"Nenek pernah menonton film itu?" tanya Salma yang tampak tidak menyangka.

"Film itu sering diputar di tv, dan aku selalu menontonnya," jawab nenek Marimar.

"Argh! Lupakan! Aku masih marah dan tidak bisa memaafkan Gabriela dan Mark. Sekarang aku ingin tidur, jangan ganggu aku," sambung nenek Marimar.

"Nenek sudah makan?!" teriak Salma ketika neneknya itu sudah masuk kedalam kamarnya.

"Sudah!" jawab nenek Marimar.

"Jadi, apa strategi bibi?" tanya Salma pada Gucci.

"Strategi apa?" Gucci bertanya balik.

"Bibi kan selalu punya cara untuk meluluhkan hati nenek."

"Hmm, benar juga," ucap Gucci.

"Aku akan memikirkannya nanti. Aku harus memenangkan hati nenekmu lagi, sebab aku belum mau pulang sebelum aku bisa masuk kedalam rumah mewah calon suamimu," sambungnya.

"Bibi, dia belum menjadi calon suamiku," ujar Salma.

"Ucapan adalah doa, kan? Kau mencintainya kan? Maka teruslah berkata kalau dia adalah suamimu."

"Benar juga," gumam Salma.

'Kalau begitu aku akan terus menyebutnya sebagai suamiku,' batin Salma.

Sementara itu, di mansion Dhananjaya, tepatnya di kamar Bunga, si pemilik kamar sedang melepas perhiasan-perhiasan berliannya dari tubuhnya sebelum mengganti bajunya dengan piyama. Ditemani Raya, kakak iparnya yang hanya memperhatikannya, Bunga membuat sebuah pembicaraan.

"Apa kabar Juliet? Aku tidak berkontak dengannya beberapa hari belakangan ini, dan dia juga tidak menghubungiku. Apa kau ada bertemu dengannya?" tanya Bunga.

"Tidak, aku juga tidak berkontak dengannya sejak kami bertemu di kafe dua hari yang lalu. Lagi pula, aku juga tidak tertarik untuk menghubungi atau bertemu dengannya lagi," jawab Raya.

"Kenapa? Apa yang terjadi padanya? Dan apa yang kalian bicarakan di kafe itu?"

"Yah, aku hanya membiarkannya mengurus rumah tangganya yang sedang berada di ujung jurang, aku tidak ingin mengganggu atau pun mencampuri urusannya sekarang, karena pikirannya hanya diisi oleh perceraiannya dengan Romeo sekarang, hal itu yang kami bicarakan dua hari yang lalu."

"Romeo dan Juliet bercerai?!"

"Miris, bukan? Nama mereka sangat sempurna sebagai pasangan, tapi kisah cinta mereka tak sesempurna nama mereka. Tapi, kenapa kau tidak tahu akan hal itu? Juliet sahabatmu, kan?"

"Dan sekarang aku merasa dia adalah sahabatmu."

'Menjijikkan sekali bersahabat dengan orang sebodoh Juliet. Bunga memang tak kalah bodoh dari wanita itu,' batin Raya.

"Kenapa mereka bercerai? Yang kutahu, hubungan mereka selalu baik-baik saja," tanya Bunga.

"Sedikit mengejutkan karena dia tidak pernah bercerita apa-apa tentang rumah tangganya, mungkin dia hanya ingin bercerita padaku. Tapi jika kau ingin tahu, baiklah, aku akan menceritakannya. Jadi sebenarnya Romeo itu selingkuh dengan seorang wanita bernama Nesha, temannya semasa sekolah dulu. Mungkin saja Romeo muak melihat istrinya, hahaha," ucap Raya.

"Hei, itu tidak lucu."

"Maaf, tapi, aku hanya berusaha untuk tidak menceritakannya lagi. Karena sejujurnya aku kasihan pada mereka, dan pada nasib Agatha."

'Padahal sebenarnya aku sangat muak untuk membicarakan Juliet lagi setelah dia menghinaku waktu itu,' batin Raya.

"Aku akan mencoba menghubunginya sekarang," ujar Bunga yang langsung mengambil ponselnya dari atas meja riasnya dan langsung mencari kontak Juliet.

Ketika dihubungi, nomor Juliet tidak aktif, jadi Bunga memutuskan sambungannya.

"Tidak diangkat?" tanya Raya.

"Nomornya tidak aktif," jawab Bunga.

"Sudahlah, lupakan saja Juliet, jika dia membutuhkan kita, dia pasti akan mencari dan menghubungi kita. Lebih baik sekarang kita bahas Khansa. Kenapa dia tidak memberi kabar apa-apa tentang misinya?"

"Aku akan bertanya pada Kevlar tentang Romeo, mungkin saja dia tahu sesuatu mereka berdua," ujar Bunga yang hendak keluar dari kamarnya tanpa mempedulikan perkataan Raya.

"Atau mungkin besok saja, Kevlar pasti sudah lelah," katanya lagi, saat ia hampir sampai di pintu.

"Bagaimana dengan Khansa?" Raya mengulangi pertanyaannya.

"Apa? Apa yang terjadi pada Khansa?" Bunga akhirnya merespon.

"Argh, lupakan saja."

"Tidak, tidak, katakan. Aku ingin tahu, ada apa dengannya?"

"Kenapa dia tidak memberi kabar tentang misinya? Maksudku, kenapa dia tidak menceritakan pada kita tentang apa yang terjadi di rumah makan tempat Arvin bekerja hari ini?"

"Jika Khansa membutuhkan kita, pasti dia akan mencari dan menghubungi kita," pungkas Bunga yang kemudian keluar dari kamarnya.

"Dasar Bunga Bangkai," ujar Raya ketika ia sendirian di kamar itu.

avataravatar
Next chapter